DAFTAR ISI
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN....................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
1.2.1
Rumusan
Masalah..................................................................................... ....3
1.2.2
Batasan
Masalah............................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................................3
1.5 Definisi Istilah..........................................................................................................4
BAB II STILISTIKA,
BALADA, JENIS-JENIS GAYA BAHASA, PUISI, DAN NILAI KEBUDAYAAN
2.1 Stilistika
2.1.1
Pengertian
Stilistika.......................................................................................5
2.1.2
Jenis-jenis
Stilistika.......................................................................................6
2.2
Balada
2.2.1
Pengertian
Balada..........................................................................................6
2.2.2
Jenis-jenis
Balada..........................................................................................7
2.3 Gaya
Bahasa
2.3.1
Pengertian Gaya Bahasa................................................................................7
2.3.2
Jenis-jenis Gaya
Bahasa................................................................................8
2.4 Puisi
2.4.1
Pengertian Puisi............................................................................................14
2.4.2
Ciri-ciri Puisi................................................................................................14
2.4.3
Jenis-jenis Puisi............................................................................................15
2.5
Budaya
2.5.1
Pengertian Budaya........................................................................................17
2.5.2
Unsur-unsur Budaya.....................................................................................18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian
3.1.1
Jenis Penelitian.............................................................................................19
3.1.2
Objek Penelitian...........................................................................................19
3.2 Data
dan Sumber Data
3.2.1
Data penelitian..............................................................................................19
3.2.2
Sumber Data.................................................................................................19
3.3 Teknik
Penelitian...................................................................................................20
3.4 Populasi
dan Sampel
3.4.1
Populasi........................................................................................................20
3.4.2Sampel...........................................................................................................21
3.5 Prosedur
Penelitian.................................................................................................21
3.6 Paradigma Penelitian..............................................................................................22
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
4.1 Penelitian
Yang Relevan........................................................................................23
4.2 Data
Penelitian ......................................................................................................24
4.3
Analisis Hasil Penelitian........................................................................................29
4.4
Penafsiran Hasil Analisis Budaya..........................................................................47
BAB V
KESIMPULAN
5.1
Kesimpulan.............................................................................................................52
5.2
Saran.......................................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Sastra dan seni merupakan dua
bidang berbeda yang kadang kala dapat mengisi dan membangun suatu unsur
kualitas menjadi saling berkait. Walau keduanya berbeda bidang cakupan namun
jika keduanya digabungkan menjadi satu akan menimbulkan suatu keselarasan
estetik yang menarik. Contohnya yaitu yang terdapat dalam karya sastra puisi
yang biasanya dijadikan syair oleh pengarang lagu atau musisi serta oleh
sastrawan sendiri dapat dijadikan musikalisasi puisi atau menjadi balada.
Penggabungan tersebut pula membuat sastra dan seni terlihat bagaikan simbolis
mutualisme yang saling bergantung di dalam memproduksi sebuah karya.
Karya sastra dan seni sendiri lahir
dari seseorang yang hidup dalam lingkungan suatu masyarakat dengan menyajikan
gambaran suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi di dalam suatu kehidupan
masyarakat dengan tujuan untuk dijadikan bahan perenungan kepada kita sebagai
manusia yang menjadi anggota masyarakat dengan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya. Nilai-nilai tersebut dapat berupa nilai budaya, agama, pendidikan,
sosial, politik, dan lain sebagainya.
Berhubungan dengan karya sastra
puisi yang dijadikan sebuah lagu oleh seorang sastrawan. Jenis penyampaian yang
dilakukan dapat dengan gaya musikalisasi puisi dan dengan cara gaya balada.
Musikalisasi puisi itu sendiri merupakan bentuk penyampaian sajak atau puisi
yang dilakukan dengan cara dilagukan atau dinyanyikan. Sedangkan balada
merupakan sajak atau puisi yang cara penyampaiannya dilakukan dengan dilagukan
atau dinyanyikan yang isinya menceritakan suatu kisah yang terdapat di
lingkungan masyarakat serta mengandung unsur humor.
Jarang banyak orang yang tahu akan
keindahan dari balada sebagai salah satu jenis puisi atau sajak yang cara
penyampaiannya dilakukan dengan dinyanyikan. Dan mungkin jika ada sebuah lagu
yang menceritakan suatu kisah dalam kehidupan masyarakat kebanyakan orang-orang
akan menganggap lagu tersebut bukan suatu sajak atau puisi yang dilagukan atau
dinyanyikan melainkan hanyalah sebuah syair lagu untuk dinyanyikan. Maka untuk
itu diperlukannya analisis untuk mengungkap suatu jenis dan struktur dari
balada itu sendiri agar ditemukannya perbedaan dan makna yang terkandung di
dalamnya melalui analisis stilistika yang akan membongkar gaya-gaya bahasa yang
digunakan dalam balada.
Sehubungan dengan hal tersebut,
dalam analisis ini penulis mengkaji suatu permasalahan yang ada pada kehidupan
masyarakat dengan melihat suatu nilai budaya dalam suatu karya sastra berkaitan
dengan nilai budaya di suatu masyarakat daerah tertentu melalui karya sastra
balada. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa banyak orang yang tidak
mengetahui akan keberadaan balada termasuk masyarakat yang berada di daerah
propinsi Banten.
Kemudian jarang yang tahu akan keberadaan
sastrawan atau seniman balada tersebut yang ternyata lewat karyanya tersebut
kita dapat mengetahui pembelajaran
mengenai suatu nilai dan dalam penelitian ini penulis akan membahas serta
mendeskripsikan mengenai nilai kebudayaan yang terkandung dalam suatu balada.
Tentunya sangat berkaitan dengan kebudayaan yang terdapat pada daerah propinsi
Banten sebagai tempat tinggal penulis dan juga memiliki begitu banyak ragam
ciri khas kebudayaan yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.
Tantowi Ahmad atau yang biasa
dikenal dengan sebutan Toton Greentoel merupakan sastrawan sekaligus seniman di
daerah propinsi Banten yang lewat karyanya dapat memeperkenalkan kebudayaan
yang hampir punah di daerah propinsi Banten. Lewat tembang-tembang dengan
bahasa Jawa-Serang dan berawal dari menciptakan sayair-syair balada Toton
Greentoel dapat memunculkan kembali kebudayaan di daerah propinsi Banten yang
hampir punah atau hilang tersebut.
Balada-balada Toton Greentoel
adalah salah satu karya sastra yang berpadu dengan seni dan dapat dijadikan
bahan referensi pelestarian budaya yang terdapat di propinsi Banten.
Karya-karya yang diciptakan layak untuk dijadikan panduan dalam mengenal
kebudayaan serta adat istiadat yang terdapat di daerah propinsi Banten.
Maka dari pemaparan di
atas penulis dalam penelitiannya ini akan mendeskripsikan hasil analisis
stilistika terhadap balada-balada karya Toton Greentoel serta kandungan nilai
kebudayaan yang terdapat di dalamnya berkaitan dengan kebudayaan yang terdapat
di propinsi Banten dengan mengangkat judul penelitian “Analisis Stilistika
Balada-balada Karya Toton Greentoel dan Persepsi Anak-anak di Propinsi Banten”.
Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimana struktur gaya
bahasa yang terdapat dalam balada-balada karya Toton Greentoel dengan
menggunakan analisis stilistika?
2.
Bagaimana kandungan
nilai kebudayaan yang terdapat dalam balada-balada Toton Greentoel terhadap
kaitannya dengan budaya anak-anak di propinsi Banten?
1.2.2 Batasan Masalah
Mencegah
adanya kekaburan masalah dan untuk mengarahkan penelitian ini agar lebih
intensif dan efisien dengan tujuan yang ingin dicapai, diperlukan pembatasan
masalah.
Pembatasan
dalam penelitian ini membatasi permasalahan pada analisis stilistika dalam
balada-balada karya Toton Greentoel dengan kandungan nilai kebudayaan yang
terdapat di dalamnya berkaitan dengan kebudayaan anak-anak yang ada di propinsi
Banten.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan pada
permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan
struktur gaya bahasa yang terdapat dalam balada-balada karya Toton Greentoel
dengan menggunakan analisis stilistika.
2. Mendeskripsikan
kandungan nilai kebudayaan yang terdapat dalam balada-balada Toton Greentoel
terhadap kaitannya dengan budaya anak-anak di propinsi Banten.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Penelitian
ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai studi analisis stilistika
dalam gaya bahasa pada sastra di Indonesia, terutama dalam penelitian di bidang
puisi dan balada.
b. Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam mengaplikasikan teori
stilistika dalam mengungkapkan kandungan nilai kebudayaan yang terdapat pada
balada-balada Toton Greentoel.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil
penelitian ini dapat menambah referensi penelitian karya sastra Indonesia
khususnya di daerah Banten untuk menambah wawasan kepada pembaca tentang
kebudayaan yang berada di propinsi Banten.
b. Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada kita tentang kebudayaan yang
terdapat di propinsi Banten.
1.5
Definisi
Istilah
a) Analisis
Analisis
adalah menguraikan unsur-unsur karya sastra dengan tujuan untuk memahami
pertalian antara unsur-unsur tersebut dalam mendukung karya sastra tersebut
(Sudjana, 1990:6). Dalam hal ini menganalisis lima buah balada karya Toton
Greentoel.
b) Stilistika
Istilah stilistika atau stylistics terdiri dari dua kata style dan ics. Stylist adalah pengarang atau pembicara yang
baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam mode. Ics atau ika adalah ilmu, kaji, telaah. Jadi,
stilistika dapat diartikan sebagai sebuah kajian ilmu yang membahas mengenai
suatu gaya dalam penulisan suatu karya sastra maupun dalam konteks linguistik
pada penelitian gaya bahasa.
c) Balada
Balada adalah
sebuah karya yang bentuknya berupa sajak yang biasanya isinya menceritakan
suatu kisah yang terdapat dilingkungan masyarakat dengan cara penyampaian yang
dinyanyikan atau dilagukan dan juga mengandung unsur humor. Dalam hal ini lima
buah balaada karya Toton Greentoel.
d) Nilai
Kebudayaan
Kebudayaan adalah seperangkat
peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang
jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang
layak dan dapat diterima oleh semua masyarakat.
BAB
2
STILISTIKA,
BALADA, JENIS-JENIS GAYA BAHASA, PUISI, DAN NILAI KEBUDAYAAN
2.1
Stilistika
2.1.1 Pengertian Stilistika
Stilistika
berasal dari Bahasa Inggris yaitu “Style”
yang berarti gaya dan dari bahasa serapan “linguistic”
yang berarti tata bahasa. Istilah stilistika atau stylistics terdiri dari dua kata style dan ics. Stylist adalah pengarang atau pembicara yang
baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam mode. Ics atau ika adalah ilmu, kaji, telaah. Jadi,
stilistika adalah ilmu gaya atau ilmu gaya bahasa.
Umar Junus (1989 : x) dalam buku
Stilistiknya mengemukakan pengertian tentang stilistik sebagai ‘gaya’ istilah
yang dipilihnya karena alasan persoalan selera penggunaan istilah. Dan Umar
Junus (1989:4) memberikan ringkasan mengenai pengertian gaya menurut Enkvist
dalam On Defining Style (1964),
yaitu:
1. Bungkus
yang membungkus inti pemikiran atau pernyataan yang telah ada sebelumnya;
2. Pilihan
antara berbagai-bagai pernyataan yang mungkin;
3. Sekumpulan
ciri-ciri pribadi;
4. Penyimpangan
daripada norma atau kaedah;
5. Sekumpulan
ciri-ciri kolektif;
6. Hubungan
antara satuan bahasa yang dinyatakan dalam teks yang lebih luas daripada sebuah
ayat.
Maka dari keterangan atau
pendapat-pendapat dari beberapa ahli di atas tersebut, stilistika dapat
diartikan sebagai sebuah kajian ilmu yang membahas mengenai suatu gaya dalam
penulisan suatu karya sastra maupun dalam konteks linguistik pada penelitian
gaya bahasa.Kemudian dari pengertian-pengertian tersebut maka Hartoko dan
Rahmanto (1986:138) mengemukakan bahwa dalam stilistika, ilmu yang meneliti
gaya bahasa, dibedakan antara stilistika deskriptif
dan stilistika genetik.
Stilistika deskriptif mendekati gaya
bahasa sebagai keseluruhan daya ekspresi kejiwaan yang terkandung dalam suatu
bahasa dan meneliti nilai-nilai ekspresivitas khusus yang terkandung dalam
suatu bahasa (langue), yaitu secara
morfologis, sintaksis, dan semantis.
Adapun stilistika genetik
adalah stilistika individual yang mengandung gaya bahasa sebagai suatu ungkapan
yang khas dan pribadi.
Kridalaksana
(1983:15) mengemukakan bahwa stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam
karya sastra, ilmu interdisipliner linguistik pada penelitian gaya bahasa.
Sedangkan menurut Pradopo (1999:94) mengemukakan bahwa stilistika itu tidak
hanya merupakan studi gaya bahasa dalam kesusastraan saja, melainkan juga studi
gaya bahasa dalam bahasa pada umumnya meskipun ada perhatian khusus pada bahasa
kesusastraan yang paling sadar dan paling kompleks.
2.1.2
Jenis-jenis Stilistika
Hartoko
dan Rahmanto (1986:138) mengemukakan bahwa stilistika dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu stilistika deskriptif dan stilistika genetik. Stilistika
deskriptif mendekati gaya
bahasa sebagai keseluruhan daya ekspresi kejiwaan yang terkandung dalam suatu bahasa
dan meneliti nilai-nilai ekspresivitas khusus yang terkandung dalam suatu
bahasa (langue), yaitu secara morfologis, sintaksis, dan semantis.
Sedangkan stilistika genetik adalah stilistika individual yang memandang gaya
bahasa sebagai suatu ungkapan yang khas pribadi.
2.2
Balada
2.2.1
Pengertian Balada
Graves (1963:vii) mengemukakan
bahwa balada di Inggris diperkenalkan oleh Norman-French yang disebut “balet”.
Balet merupakan suatu nyanyian yang dipakai untuk berdansa ataupun nyanyian
yang tidak dipakai untuk berdansa. Nyanyian-nyanyian yang tidak dipakai untuk
berdansa tersebut dinamakan “balada” yang berkembang pada awal abad ke-14
sampai dengan pertengahan abad ke-17 yang merupakan masa keemasan balada.
Balada dapat diartikan pula sebagai puisi-puisi yang diiringi musik ataupun
tanpa diiringi musik. Balada biasanya berupa puisi cinta.
Lebih lanjut. Graves (1963:xiv)
mengemukakan bahwa balada adalah sajak yang bersemangat, sederhana dalam
bait-bait yang pendek, berisi cerita popular dan diceritakan secara jelas,
mengandung humor, tidak berupa khotbah atau berita politik, lebih menarik
perhatian hati daripada pikiran, kebanyakan bertema kembar (misalnya : cinta
dan kematian) menghindari retorik, dan mengandung suspensi untuk menarik
perhatian.
Menurut Graves (1963:viii) dunia
balada adalah dunia magis, misterius, dan barbar. Balada idgunakan sebagai cara
menyembah berhala dalam agama lama yang berlangsung hingga pada awal abad
ke-18. balada juga digunakan untuk membasmi hama tumbuh-tumbuhan, membunuh binatang dan
manusia, serta peningkatan pernafasan. Balada sering digunakan dalam
festival-festival dan permainan-permainan di Inggris. Selain itu balada
digunakan pada perayaan agama lain, pesta makan besar, dan pesta natal.
Menurut Graves (1963:xi-xii) bahwa
balada juga dinyanyikan pada saat orang-orang yang sedang bekerja di bengkel,
memintal, menenun, menggiling jagung, mencangkul, dan sebagainya. Para pelaut juga menyanyikan balada pada saat mereka
menarik ikan hasil tangkapan mereka. Balada yang berupa nyanyian laut tersebut
dinyanyikan secara berlanjut hingga pada abad ke-19.
Sedangkan
menurut Abrams (1970:13) mengemukakan bahwa balada populer yang dikenal sebagai
balada rakyat atau balada tradisional adalah sebuah lagu yang disampaikan
secara lisan, dan menceritakan tentang sebuah kisah. Balada populer bersifat
dramatik dan impersonal. Bentuk balada yang paling umum adalah stanza atau
disebut stanza balada, yaitu sebuah kuatrain bergantian empat dan tiga baris
yang rimanya hanya pada baris kedua dan keempat.
2.2.2
Jenis-jenis Balada
Hartoko
dan Rahmano (1986:23) membedakan balada menjadi dua jenis yaitu balada rakyat
dan balada literer. Balada rakyat berasal dari rakyat dan dibawakan dalam
pertemuan-pertemuan rakyat, mengisahkan tindak kepahlawanan seorang tokoh
sejarah atau peristiwa-peristiwa yang terjadi pada zaman dahulu, kadang juga
menceritakan sebuah percintaan antara dua kekasih tetapi biasanya tanpa akhir
yang bahagia. Sedangkan balada literer terjadi di Prancispada abad pertengahan
dan menjadi populer pada abad ke-14 dan ke-15.
Sedangkan
Pradopo (1995:48) mengemukakan bahwa balada dibagi menjadi tiga ragam, yaitu
balada klasik, balada romantik, dan balada modern. Balada klasik mengandung
misteri karena kepercayaan pada kekuatan gaib, balada romatik mengambil
kehidupan pada masa penyair menulis sajaknya, dan belada modern mengandung
misteri kehidupan yang absurd untuk mengemukakan pikiran si penyair secara
tidak langsung. Penyair yang banyak menulis balada antara lain W.S Rendra, Ajip
Rosidi, dan Subagio Sastrowardojo.
2.3
Gaya Bahasa
2.3.1
Pengertian Gaya Bahasa
Menurut
Pradopo (2007:264) Gaya bahasa merupakan cara penggunaan bahasa secara khusus
untuk mendapatkan efek tertentu. Dalam karya sastra, efek ini adalah efek
estetik yang turut menyebabkan karya sastra bernilai seni.
Menurut
Hartoko dan Rahmanto (1986:137) mengemukakan bahwa gaya bahasa adalah cara yang
khas dipakai seseorang untuk mengungkapkan diri (gaya pribadi). Demikian pula
yang dikemukakan oleh Keraf (2005:113) bahwa gaya bahasa itu cara mengungkapkan pikiran
melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian seorang
penulis (pemakai bahasa).
2.3.2
Jenis-jenis Gaya Bahasa
Pradopo (1999:95) mengemukakan bahwa
jenis-jenis gaya bahasa itu berkaitan dengan unsur-unsur bahasa atau
aspek-aspek bahasa, yaitu intonasi, bunyi, kata-kata, dan kalimat. Akan tetapi,
karena intonasi itu hanya ada dalam bahasa lisan dan tidak tercatat dalam
bahasa tulisan, maka gaya
intonasi sukar diteliti bahkan tidak dapat diteliti. Gaya bunyi meliputi kiasan bunyi, sajak
(rima), onomatope, orkestrasi, dan irama. Gaya
kata meliputi gaya bentuk kata (morfologi), gaya arti kata (semantik), diksi, bahasa kiasan, gaya citraan, dan gaya
asal-usul kata (etimologi). Gaya kalimat meliputi
gaya bentuk
kalimat dan sarana retorika.
- Gaya Bunyi
1. Asonansi
Asonansi
adalah ulangan bunyi vokal dalam baris sajak. Asonansi ini disamping untuk
kemerduan dan menimbulkan irama, juga untuk menghangatkan atau mengeraskan arti
kata-kata atau kalimat baris sajak atau juga untuk membangkitkan suasana
tertentu. Hal ini berhubungan dengan simbolik bunyi atau lambing rasa (Pradopo.
1997:57-58).
2. Aliterasi
Aliterasi atau sajak rangka adalah
ulangan konsonan dalam baris sajak. Dengan kombinasi demikian, intensitas arti
menjadi bertambah (Pradopo, 1997:58). Kemudian Herwan (2005:53) juga
mengungkapkan bahwa aliterasi merupakan pengulangan bunyi konsonan yang sama.
3. Sajak
Sajak atau rima
disini menurut Waluyo (dalam Herwan, 2005:53) adalah pengulangan bunyi dalam
puisi sampai membentuk musikalitas. Dalam balada Pradopo membagi rima mejadi
empat jenis yaitu;
1)
Sajak Awal
Untuk
membuat berirama, sajak sering mempergunakan sajak (rima )awal. Sajak awal
adalah sajak yang berada di awal baris-baris sajak. (Pradopo, 1997:58).
2) Sajak
Akhir
Sajak
akhir adalah pola persajakan (ulangan suara) di akhir tiap-tiap baris. Dapat
dikatakan sajak akhir yang paling banyak dipergunakan dalam sajak untuk
mendapatkan efek estetis berupa hiasan, penyangatan (intensitas) makna, sering
untuk pertentangan arti dan untuk menimbulkan irama yang menyebabkan liris
(pencurahan perasaan) atapun ekspresivitas. Pola sajak akhir paling bervariasi
diantara pola persajakan yang lain. Sajak akhir ada yang berpola tetap dan
adapun yang tidak tetap (Pradopo, 1997: 59).
3)
Sajak Tengah
Sajak
tengah adalah pola sajak ditengah baris antara dua baris atau lebih. Pada
umumnya sajak tengah terdapat di dalam pantun (Pradopo, 1997: 60).
4)
Sajak Dalam
Sajak
dalam adalah sajak yang terdapat didalam satu baris, gunanya untuk membuat
sajak berirama (Pradopo. 1997: 61).
4. Efoni
Efoni
(euphony) adalah kombinasi bunyi yang merdu. Kombinasi yang merdu biasanya
dapat membantu menimbulkan suasana yang menyenangkan dan rasa kasih sayang.
Bunyi merdu tersebut berupa kombinasi bunyi sengau (m, n, ng, ny), bunyi bersuara (b,
d, g), dan bunyi likuida (r, l)
(Pradopo, 1997: 62).
5.
Kakofoni
Kakofoni
(cacophony) adalah kombinasi bunyi yang tidak merdu dan parau. Berupa kombinasi
bunyi yang tidak bersuara yaiyu berupa bunyi
k, p, s, t (Pradopo, 1997:63).
B. Gaya Kata
1.
Penghilangan Imbuhan
Penghilangan imbuhan banyak
digunakan dalam puisi, misalnya untuk pemadatan hingga menjadi ekspresif.
Penghilangan imbuhan membuat sajak berirama (Pradopo, 2007: 102).
2.
Diksi
Diksi dipergunakan untuk
mendapatkan arti (makna) setepat-tepatnya untuk intensitas pernyataan
(ekspresi). Diksi dibagi menjadi empat macam, antara lain:
1)
Diksi puitik
Kata-kata
dipilih dengan cara sedemikian rupa hingga artinya menimbulkan imajinasi
estetik, maka hasilnya disebut diksi puitik (Pradopo, 20007: 54).
2)
Diksi Pedesaan
Diksi pedesaan adalah sajak-sajak
yang menceritakan tentang sebuah keadaan pedesaan disuatu tempat.
3.
Citraan
Citraan (imagery) adalah
gambaran-gambaran dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya Altenbernd
(Pradopo, 2007: 80). Citraan dipergunakan untuk memberikan gambaran yang jelas
untuk menimbulkan suasana yang khusus, untuk memberikan gambaran lebih hidup
dalam pikiran dan penginderaan serta untuk menarik perhatian, penyair juga
menggunakan gambaran-gambaran angan disamping alat kepuitisan yang lain
(Pradopo, 2007: 79). Citraan memiliki macam-macam jenisnya, antara lain citraan
penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, penciuman, dan gerakan.
Citraan penglihatan ialah citraan
yang tercipta dari kekuatan daya penglihatan (imaji) penyair yang berkaitan
dengan indera penglihatannya dan menimbulkan efek daya baying penglihatan juga
dalam diri pembaca.
Citraan pendengaran ialah citraan
yang ditimbulkan oleh pilihan kata atas kekuatan daya angan indera pendengaran
penyair yang bisa menimbulkan efek daya
angan indera pendengaran pembaca.
Citraan perabaan ialah citraan yang
ditimbukan oleh pilihan kata atau kekuatan daya angan indera raba penyair yang
bisa menimbulkan efek daya angan indera raba pembaca.
Citraan pengecapan ialah citraan
yang ditimbukan oleh pilihan kata atas kekuatan daya angan indera rasa atau
indera pengecapan penyair yang bisa menimbukan efek daya angan indera rasa atau
indera pegecapan pembaca.
Citraan
penciuman ialah citraan yang ditimbulkan oleh kekuatan daya angan indera
penciuman penyair yang dapat menimbuklan efek kepada daya angan indera
penciuman pembaca.
4.
Bahasa Kiasan
Bahasa kiasan dipergunakan untuk
mendapatkan kepuitisan. Bahasa kiasan menyebabkan sajak menjadi menarik
perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan menimbulkan kejelasan gambaran
angan. Bahasa kiasan mengiaskan atau mempersamakan suatu hal dengan hal lainnya
supaya gambaran menjadi jelas. Macam-macam bahasa kiasan antara lain
perbandingan perumpamaan, perumpamaan epos, metafora, metafora yang diperluas,
personifikasi, metonimi, sinekdok, dan alegori. Meskipun bermacam-macam, namun
bahasa kiasan mempunyai hal yang umum, yaitu bahasa-bahasa kiasan tersebut
mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkannya dengan sesuatu yang lain
(Altenbernd dalam Pradopo, 2007: 62-63).
Bahasa kiasan (figurative language) dipergunakan untuk mendapatkan kepuitisan yang
menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan
terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan itu
bermacam-macam: perbandingan atau perumpamaan (simile), perumpamaan epos (epic
simile), metafora, metafora yang diperluas (extended metaphor), personifikasi, metonimi, sinekdoki, dan
alegori.
1.
Perbandingan atau perumpamaan
(simile)
Gaya
bahasa perbandingan menurut Herwan (2005:50) adalah kiasan tidak langsung
artinya diantara sesuatu yang dikiasaknnya ada banyak digunakan kata-kata
penghubung perbandingan seperti, bagaikan, laksana, dan lain-lain.
2. Metafora
Waluyo
(1987:84) mengemukakan pendapat bahwa majas metafora adalah kiasan langsung,
artinya benda yang dikiaskan tidak disebutkan.
3. Personifikasi
Menururt
Herwan (2005:50) personifikasai yaitu kiasan yang menggambarkan sesuatu yang
bersifat mati seolah-olah menjadi hidup atau memiliki sifat kemanusiaan.
4. Metonimi
Metonimi
menurut Badudu (1975:73) adalah sepatah kata atau sebuah nama yang berasosiasi
dengan suatu benda dipakai untuk menggantikan benda yang dimaksud tadi.
5. Sinekdoki
Gaya
bahasa sinekdoki terbagi atas :
a)
Pars pro toto (sebagian
untuk seluruh)
b)
Totem pro toto (seluruh
untuk sebagian)
6. Alegori
Menurut Badudu
(1975:72) alegori merupakan gaya bahasa yang memperlihatkan suatu perbandingan
utuh. Beberapa perbandingan yang bertaut satu dengan yang lain membentuk satu
kesatuan utuh.
2.6 Gaya Kalimat
1. Penghilangan
kata penghubung
Penghilangan kata penghubung
berfungsi untuk mendapatkan irama dan liris, kepadatan, dan ekspresivitas.
2. Sarana
Retorika
Sarana
retorika merupakan sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran (Altenbernd
dalam Pradopo. 2007: 93). Dengan muslihat itu, para penyair berusaha menarik
perhatian, pikiran, hingga pembaca berkontempelasi atas apa yang dikemukakan
penyair. Pada umumnya, sarana retorika menimbulkan ketegangan puitis karena
pembaca harus memikirkan efek apa yang ditimbulkan dan dimaksudkan oleh
penyair. Macam-macam sarana retorika antara lain repetisi, hiperbola,
tautologi, gaya wacana, paralelisme, pleonasme, paradoks, klimaks, kiasmus,
litotes,dan lain-lain. Namun, setiap periode atau angkatan sastra mempunyai
jenis-jenis sarana retorika yang digemari, bahkan setiap penyair mempunyai ciri
khas yang khusus dalam menggunakan dan memilih sajak-sajak retorika dalam
sajaknya (Pradopo, 2007: 94).
1) Repetisi
Repetisi
adalah pengulangan kata-kata yang befungsi untuk memberi tekanan bahwa
kata-kata itu di anggap penting. Repetisi adalah pengulangan baik berupa kata,
kalimat, frase, baris dan bait. Berfungsi untuk memberi tekanan pada bagian
yang penting.
2) Hiperbola
Hiperbola
adalah ungkapan-unkapan yang berfungsi untuk menyangatkan, untuk intensitas dan
ekspresivitas. Menurut Herwan (2005:49) hiperbola adalah majas yang membuat
sesuatu yang dikiasakannya menjadi sangat berlebihan.
3) Tautology
Tautology
adalah pengulangan kata-kata yang berfungsi untuk membuat arti kata atau
keadaan itu lebih mendalam bagi pembaca atau pendengar.
4) Pleonasme
Kata
atau kata-kata yang digunakan orang yang sebenarnya tak perlu dipakai lagi
sebab yang dinyatakan oleh kata atau kata-kata itu sudah terkandung artinya
pada yang mendahuluinya.
5) Paralelisme
Pengulangan kata-kata
untuk penegasan yang terdapat pada puisi atau sajak. Menurut Herwan (2005:51)
pararel adalah ungkapan yang berulang secara pararel atau sejajar.
6) Enumerasi
Beberapa
peristiwa yang membentuk satu kesatuan dilukiskan satu per satu supaya
tiap-tiap peristiwa dalam keseluruhannya itu nampak jelas.
7) Paradoks
Dalam
gaya bahasa ini terlihat seolah-olah ada pertentangan. Tetapi jika diteliti
lebih seksama ternyata tidak karena obyek yang dikemukakan berlainan. Misalnya:
dia kaya, tetapi miskin.
8) Klimaks
Gaya
bahasa yang menyatakan beberapa hal berturut-turut makin lama makin menghebat
(naik).
9) Litotes
Kata
yang dipergunakan berlawanan artinya dengan yang dimaksud yang bertujuan
merendahkan diri terhadap orang tempat berbicara.
10) Pertanyaan
Retorik
Gaya bahasa penegasan
yang mempergunakan kalimat tanya tak bertanya, sering menyatakan kesangsian
atau bersifat mengejak.
- Gaya
Wacana
Wacana
adalah satuan arti yang lebih dari satu kalimat (Junus, 1989:99). Gaya wacana.
Gaya wacana meliputi refrain, perbandingan epos, paralelisme, metafora,
alegori, dan enumerasi (Pradopo, 1999:99).
Ratna (2009:67) mengemukakan tujuan
utama gaya bahasa adalah menghadirkan aspek keindahan. Dalam gaya bahasa
kata-kata selain memiliki arti tertentu juga berfungsi untuk mengevokasi bahkan
mengenergisasikan kata-kata lain, demikian seterusnya sehingga keseluruhan
aspek berfungsi secara maksimal.
Ratna (2009:161) juga menambahkan
dalam bukunya bahwa proses penciptaan gaya bahasa jelas disadari oleh
penulisnya. Dalam penulisannya, dalam rangka memperoleh aspek keindahan secara
maksimal, untuk menemukan satu kata atau kelompok kata yang dianggap tepat
penulis melakukannya secara berulang-ulang.
Pendapat
lain mengenai jenis-jenis gaya bahasa menurut Umar Junus (1989:104) adalah
bahwa konsep variasi gaya bahasa berasal dari linguistik. Variasi dalam
linguistik merujuk kepada dua bentuk yang merujuk pada hal yang sama atau tidak
distinktif. Umar Junus membagi jenis-jenis gaya bahasa, antara lain: sinonim
(persamaan kata), metonimi (perpindahan kata), metafora.
2.4 PUISI
2.4.1
Pengertian puisi
Secara etimologi, istilah puisi berasal
dari bahasa Yunani, yaitu poeima yang artinya membuat atau poesis yang
artinya pembuatan. Dalam bahasa Inggris, disebut dengan poem atau poetry.
Puisi diartikan membuat atau pembuatan, karena dengan puisi seseorang telah
menciptakan satu dunianya sendiri, yang didalamnya ada gambaran suasaa tertentu
baik fisik maupun batin.
Menurut
Altenbernd (Herwan, 2005:2) mendefinisikan puisi sebagai pendramaan pengalaman
yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum).
Menurut
Dunton dalam Herwan (2005:2) berpendapat bahwa puisi merupakan pemikiran
manusia secara kongkret dan artistic dalam bahasa emosional serta berirama.
Dari beberapa pendapat para ahli
mengenai puisi diatas, dapat disimpulkan bahwa puisi merupakan ungkapan
perasaan seseorang yang dituangkan dan diekspresikan melalui tulisan dengan
menggunakan bahasa emosional atau bahasa keindahan.
2.4.2
Ciri-Ciri Puisi
Menurut
Herwan (2005:10), puisi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Ciri yang paling
menonjol dalam puisi adalah bahasanya. Bahasa dalam puisi penuh dengan bahasa konotatif, yaitu
bukan bahsa yang sebenarnya atau bahasa kiasan, dengan disertai oleh pilihan
kata atau diksi dan gaya bahasa atau majas.
2. Bentuk tubuh puisi
cenderung berlarik dan berbait, walaupun dalam perkembangan puisi modern bneruk tubuh
puisi beragam, bahkan ada yang sangat mirip dengan bentuk tubuh cerpen.
3. Puisi
pada umumnya berbentuk monolog. Di dalamnya banyak ditemukan “aku-larik”,
jarang puisi yang berisi dialog-dialog, meski tentu ada pula penyair yang
menulis dengan menyelipkan dialog-dialog.
4. Keterkaitan
sebuah kata dalam puisi lebih cenderung kepada struktur ritmik sebuah baris
daripada struktur sintaktik sebuah kalimat seperti dalam prosa.
5. Puisi
merupakan sebuah totalitas, maka ia akan terdiri atas berbagai lapis, seperti
lapis bunyi, lapis arti fisik, lapis dunia yang terdiri atas dunia dalam
gambaran penyair dan dunia metafisis, dan lapis makna.
2.4.3
Jenis-Jenis Puisi
Menurut
Sumardjo & Saini jenis-jenis puisi dibagi menjadi tiga, yaitu puisi epik,
puisi lirik, dan puisi dramatik.
1.Puisi
Epik
Puisi
epik adalah jenis puisi yang panjang, menceritakan suatu peristiwa atau
kejadian yang pada umumnya menyangkut tokoh-tokoh yang gagah perkasa ,
pemberani dalam membela kebenaran. Puisi epik terbagi menjadi tiga macam,
yaitu:
1)
Puisi epos, yaitu puisi
berisi cerita yang panjang, bahkan didalamnya terdapat banyak anak cerita yang
dirangkai dalam cerita pokoknya. Bentuk epos adalah bentuk puisi bercerita yang
paling tua. Beberapa bangsa memiliki eposnya sendiri-sendiri, seperti epos Illias
dan Odisee dari Yunani, epos Aeneas dari Romawi, atau epos
Mahabharata dan epos Ramayana dari India.
2)
Puisi Fabel, yaitu
puisi yang berisi cerita tentang kehidupan binatang untuk menyindir dan memberi
makna kehidupan pada manusia. Tujuan fabel adalah untuk memberikan ajaran moral
dengan menunjukkan sifat-sifat jelek manusia melalui simbol-simbol binatang.
3)
Puisi Balada, yaitu
puisi cerita yang mengandung ciri-ciri sebagai berikut: bahasanya sederhana,
langsung, dan konkret, mengandung unsur ketegangan, kejutan, dan ancaman dalam
materi cerita, mengandung kontras-kontras yang dramatic, mengandung kadar emosi
yang kuat, terdapat dialog didalamnya, ceritanya bersifat objektif dan
impersonal.
2.Puisi
Lirik
Jika
dalam puisi epik penyair bersifat objektif dan impersonal, maka dalam puisi
lirik penyair menyuarakan pikiran dan perasaan pribadinya secara berperan.
Dalam puisi lirik, pikiran, perasaan, serta sikap “aku” dalam sajak lirik
merupakan pikiran, perasaan, dan sikap penyairnya.
Dapat disimpulkan bahwa puisi lirik
adalah puisi yang sangat pendek, namun dapat diartikan pula sebagai puisi yang
dinyanyikan, karena puisi lirik disusun dalam susunan yang sederhana dan
mengungkapkan sesuatu yang sederhana pula. Pada umumnya puisi pendek dapat
digolongkan kedalam puisi lirik.
Ditinjau dari maksud sajak, puisi
lirik dapat digolongkan mejadi tiga, yaitu puisi kognitif, puisi ekspresif, dan
puisi afektif.
1.
Puisi kognitif, yaitu
puisi lirik yang menekankan isi gagasan penyairnya. Puisi ini mementingkan tema
yang biasanya berisi pernyataan ide, ajaran kebijaksanaan, yang diungkapkan dalam
gaya bahasa yang sedikit prosais, yaitu cenderung bermakna tunggal.
2.
Puisi ekspresif, yaitu
puisi lirik yang menonjolkan ekspresi pribadi penyairnya. Puisi jenis ini
menunjukkan spontanitas yang segar dan asli, namun kadang sulit dicerna karena
ciri-ciri individualnya yang amat menonjol termasuk penggunaan lambang-lambang
yang amat personal (pribadi).
3.
Puisi afektif, yaitu
puisi lirik yang menekankan pentingnya mempengaruhi perasaan pembacanya. Puisi
jenis ini mengajak pembaca untuk ikut merasakan suasana batin penyairnya,
sehingga sering pula jenis puisi ini disebut puisi suasana hati. Suasana hati
yang diungkapkan penyair biasanya perasaan yang sulit dirumuskan, tetapi hanya
dapat dirasakan.
Ditinjau dari segi
isinya, puisi lirik dibagi menjadi Sembilan macam, yaitu elegi, hymne, ode,
epigram, humor, pastoral, idyl, satire, dan parodi.
1.
Elegi, yaitu puisi
lirik yang berisi ratapan kematian seseorang. Elegi biasanya ditulis penyair
langsung setelah kematian seseorang itu terjadi. Isi dari puisi elegi ini
merupakan ratapan penyait terhadap kematian seseorang dengan mengenang
jasa-jasanya atau janji-janji penyair kepada orang yang meninggal.
2.
Hymne, yaitu puisi
lirik yang berisi pujaan kepada Tuhan atau kepada tanah air. Puisi jenis ini
biasanya bernada agung, khidmat, dan penuh kemuliaan.
3.
Ode, yaitu puisi lirik
yang berisi pujaan terhadap seorang pahlawan atau seorang tokoh yang dikaguli
oleh penyair.
4.
Epigram, yaitu puisi
lirik yang berupa ajaran kehidupan. Sifatnya mengajar dan menggurui, bentuknya
pendek, dan bergaya ironis.
5.
Humor, yaitu puisi
lirik yang mencari efek humor, baik dalam isi maupun teknik puisinya. Puisi
jenis ini menekankan mutunya pada segi kecerdasan penyair dalam mengolah
kata-kata maupun mempermainkan isinya.
6.
Pastoral, yaitu puisi
lirik yang berisi penggambaran kehidupan kaum gembala atau petani di
sawah-sawah. Nada pada puisi ini cenderung sendu atau nostalgik, merindukan
kehidupan padang gembalaan dimasa muda.
7.
Idyl, yaitu puisi lirik
yang berisi nyanyian tentang kehidupan di pedesaan, perbukitan, atau
padang-padang. Isi dalam puisi ini biasanya penuh lukisan kehidupan dan
pemandangan alam yang masih murni, manusia-manusia desa yang lugu, dan
kehidupan yang sederhana.
8.
Satire, yaitu puisi
lirik yang berisi ejekan dengan maksud memberikan kritik. Nadanya memang humor,
namun karena berisi kritik, biasanya nada humor itu berubah menjadi singgungan
bagi yang terkena kritik tersebut.
9.
Parodi, yaitu puisi
lirik yang berisi ejekan, namun ditujukan terhadap karya seni tertentu. Dalam
puisi jenis ini, karya seni yang menjadi sasaran biasanya dipermainkan arti dan
bentuknya sehingga tercapai efek humor / lelucon sekaligus ejekan terhadap
karya seni tersebut.
3.
Puisi Dramatik
Puisi
dramatik pada dasarnya berisi analisis watak seseorang, baik bersifat historis,
mitos, maupun fiktif ciptaan penyairnya. Puisi ini mengungkapkan suatu suasana
tertentu atau peristiwa tertentu melalui mata batin tokoh yang dipilih
penyairnya. Sang “aku” dalam puisi dramatik tidak identik dengan pribadi
penyairnya. Sikap dalam puisi drmatik adalah sikap tokoh yang dipilih penyair
yang biasa diungkapkan dalam monolog panjang tentang peristiwa atau suasana
kritis yang dihadapinya. Isi puisi dramatik adalah analisis tokoh tentang
situasi gawat yang dihadapinya sehingga terlihat jelas ciri-ciri watak tokoh
tersebut.
2.5 NILAI-NILAI KEBUDAYAAN
2.5.1
Pengertian
Budaya
Menurut Edward B. Taylor kebudayaan merupakan keseluruhan
yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh
seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut William H. Haviland Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan
norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika
dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak
dan dapat di terima
oleh semua masyarakat.
Menurut Mitchell (Dictionary of
Soriblogy)
Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas
manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara
sosial dan bukan sekedar di alihkan secara genetikal.
Berdasarkan pendapat para ahli dpat
disimpulkan bahwa kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang
dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat yang didalamnya terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan produk
yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar
di alihkan secara genetikal.
2.5.2 Unsur-unsur budaya
Ada beberapa pendapat
ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain
sebagai berikut:
1. Melville
J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
o alat-alat
teknologi
o sistem
ekonomi
o keluarga
o kekuasaan
politik
2. Bronislaw
Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
o sistem
norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk
menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
o organisasi
ekonomi
o
alat-alat dan
lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga
pendidikan utama)
o organisasi
kekuatan (politik)
BAB 3
METODELOGI
PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
3.1.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah
penelitian dengan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif menurut
Travers (Umar, 1996:34) “yaitu metode yang bertujuan untuk menggambarkan sifat
sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa
sebab-sebab dari satuan gejala tertentu”.
Kemudian metode deskriptif
kualitatif menurut Aminudin (1990: 16), bahwa metode deskriptif kualitatif
artinya yang menganalisis bentuk deskripsi, tidak berupa angka atau koefisien
tentang hubungan antar variabel. Penelitian kualitatif melibatkan ontologis.
Data yang dikumpulkan berupa kosakata, kalimat, dan gambar yang mempunyai arti.
3.1.2 Objek Penelitian
Menurut Sudaryanto (1988) “objek
penelitian adalah unsur yang sama-sama dengan sasaran penelitian yang membentuk
data dan konteks data.” Objek dalam penelitian ini adalah lima buah syair
balada karya Toton Greentoel yaitu Ayo Bangun Banten, Prang Pring
Segulung-gulung Gading, Kulit Grintul, Surantang Surinting, dan Tip Dodol Tip
Wajik.
3.2 Data dan Sumber Data
3.2.1 Data
Menurut
Subroto (Sugiyono, 2007:62) “data adalah semua informasi atau bahan yang
disediakan oleh alam (dalam arti luas) yang harus dicari atau dikumpulkan dan
dipilih penulis.”
Data
dalam penelitian kualitatif adalah data yang berupa data deskriptif. Data dalam
penelitian ini adalah kata, kalimat, dan ungkapan dalam setiap bait dan baris
pada balada-balada karya Toton Greentoel.
3.2.2 Sumber Data
Sumber
data dalam penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sumber data
sekunder. Berikut penjelasan mengenai dua sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini.
1)
Sumber Data Primer
Sumber
data primer adalah sumber data asli, sumber tangan pertama dari penyelidik.
Sumber data primer yaitu data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber
data oleh penyelidik untuk tujuan khusus.
Sumber
data primer dalam penelitian ini adalah lima buah balada karya Toton Greentoel
yang diantaranya yaitu Ayo Bangun Banten, Prang Pring Segulung-gulung Gading,
Kulit Grintul, Surantang Surinting, dan Tip Dodol Tip Wajik.
1)
Sumber Data Sekunder
Menurut
Surachmad (Sugiyono, 2007:67) “Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh
dan terlebih dahulu dikumpulkan oleh orang luar penyelidik, walaupun yang
dikumpulkan itu sebenarnya data asli”.
Selain itu data sekunder merupakan
data yang berhubungan dengan penelitian yang telah dilakukan. Data sekunder
membantu peneliti dalam menganalisis data primer dalam sebuah penelitian berupa
analisis di Internet dan buku-buku acuan yang berhubungan dengan permasalahan
yang menjadi objek penelitian.
3.3 Teknik Penelitian
1. Studi
Literatur
Dalam penelitian ini penulis membutuhkan buku yang memuat
teori-teori yang sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi. Untuk itu penulis
perlu membaca buku-buku atau sumber lainnya yang relevan dengan masalah yang
akan diteliti. Manfaat dengan mengunakan teknik ini untuk menambah pengetahuan
dan memperluas wawasan dalam memecahkan masalah penelitian.
2. Interview
Interview yang sering juga disebut dengan wawancara atau
kuesioner lisan adalah
sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer ).
Interview digunakan oleh peneliti sebagai teknik
pengumpul data,apabila peneliti akan melakukan studi pendahuluan untuk
menentukan permasalahan yang harus diteliti,dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal yang responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya
sedikit/kecil yang bertujuan untuk memperoleh informasi
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Zuriah
(2009: 116) populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian peneliti dalam
suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan. Jadi populasi berhubungan dengan
data, bukan factor manusianya. Jika
setiap manusia memberikan suatu data, maka banyaknya atau ukuran populasi akan
sama dengan banyaknya manusia.
Hadari Nawawi (Zuriah, 2009:116)
bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia,
benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilaites, atau peristiwa sebagai sumber data
yang memilki karakteristik tertentu di dalam
suatu penelitian.
Jadi populasi merupakan seluruh
data yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang
ditentukan, objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbuhan,
gejala, nilaites, atau peristiwa sebagai sumber data yang memilki karakteristik
tertentu di dalam suatu penelitian.
Data
yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah balada-balada karya Toton Greentoel yang
berjumlah 5 (lima) balada yang memiliki nilai kebudayaan.
3.4.2
Sampel
Suharsimi
Arikunto (Zuriah,2009:122) sampel di definisikan sebagai pemilihan jumlah
subjek penelitian sebagai wakil dari populasi sehingga dihasilkan sampel yang
mewakili populasi yang dimaksud.
Data yang menjadi sampel dalam
penelitian ini diantaranya sebagai
berikut:
1) Ayo
Bangun Banten
2) Kulit
Grintul
3) Tip
Dodol Tip Wajik
4) Surantang
Suranting
5) Prang-Pring
Sagulung-gulung Gading
3.5 Prosedur penelitian
1.
Perencanaan tindakan
Peneliti melakukan
langkah-langkah perencanaan tindakan meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) Menghubungi Bapak Tototn Greentoel
untuk melakukan wawancara.
2) Mengadakan
penelitian awal untuk memperoleh data, baik melalui perkuliahan maupun
pencarian studi kepustakaan.
3) Menyusun
daftar pertanyaan untuk
dikemukakan pada saat wawancara.
4) Menyiapkan
instrumen pengumpul data untuk digunakan dalam pelaksanaan tindakan.
2.
Pelaksanaan Tindakan
1)
Melaksanakan
wawancara dengan Bapak Toton Greentoel mengenai baladanya.
2)
Melakukan
analisis stilistika terhadap lima buah balada karya Toton Greentoel.
3.6 Paradigma Penelitian
BAB IV
HASIL
PENELITIAN DAN ANALISIS
DATA
4.1 Penelitian Yang Relevan
Dalam kajian yang relevan ini
bertujuan agar penelitian yang dilakukan oleh penulis terbukti bukan merupakan
hasil penelitian yang meniru dari hasil penelitian orang lain, selain itu kajian
yang relevan dimaksudkan untuk mengetahui masalah-masalah apa saja yang
terdapat dalam penelitian yang sudah diteliti oleh peneliti sebelumnya, metode
seperti apa yang digunakan, teori apa saja yang ada dalam penelitian tersebut,
serta hasil simpulan penelitian dari penelitian yang sudah ada sebelumnya.
Penelitian yang relevan lainnya dilakukan oleh Diana
Yusuf dalam skripsinya yang berjudul “Diksi dan Gaya Bahasa dalam Antologi
Geguritan Medhitasi Alang-alang karya Widodo Basuki (Kajian Stilistika) 2005.
Masalah yang dibahas adalah bagaimana penggunaan diksi dan gaya bahasa dalam
antologi geguritan medhitasi Alang-alang karya Widodo Basuki.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Vinna Reindah Sowikromo
dalam skripsinya “Gaya Bahasa dalam Puisi Lery Hermann Hesse” 2007. Pernah juga
dilakukan oleh Elisa Nugraheni dalam skripsinya yang berjudul “Diksi dan Gaya
Bahasa lirik lagu Ebiet. G. Ade” 2004. Penelitian dalam skripsi “Analisis
Wacana Kumpulan Lirik Lagu Nasyid Taqwa karya Hawari (Tinjauan Aspek Gramatikal)”
2006 oleh Achmat Fauzi.
Dari kedua penelitian yang sudah dilakukan oleh orang lain
sebelumnya,menjelaskan tentang gaya bahasa yang dipakai oleh penulis yang
terdapat di dalam lagu mengenai kondisi yang terjadi di sekitar masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari dan mulai luntur atau punahnya bahasa daerah dan
tradisi yang ada di dalam masyarakat.
4.2 Data Penelitian
AYO BANGUN BANTEN
Ayo bangun Banten
Kule ngaturaken nuhun ning dulu dulu
Sing rawoh ning banten
Kule ngisungi uning
Banten niki katah tempat wisatane
Ning anyer kesebut pantai caritane
Ning pandeglang kesebut gunung karange
Ning ujung kulon karo badake
Kule ngaturaken nuhun ning dulur dulur
Sing rawoh ning banten
Kule ngisungi uning
Banten niki katah pabrike
Ning tangerang kesebut pabrik sepatune
Ning cilegon kesebut pabrik bajane
Ning serang… pabrik kertase
Hayu kita sareng sareng
Hayu kita bangun banten
Endah maju ning segale bidang
Sinten saos ning rawoh ning banten
Pasti deweke dineki demen
Sinten saos sing ngebangun banten
Banten endah maju….
Banten endah jaye…
Banten toyyibattun warobun gofurun
Kule ngaturaken nuhun ning dulur dulur
Sing rawoh ning banten
Kule ngisungi uning
Banten niki katah pabrike
Ning tangerang kesebut pabrik sepatune
Ning cilegon kesebut pabrik bajane
Ning serang… pabrik kertase
KULIT GRINTUL
Kulit grintul disisiri
Dibomboni bawang cabe kemiri
Digawe sayur enak sekali
Niki sayur… ciri khas wong niki
Iwake bandeng diteteli
Daginge digiling disanteni
Bandeng disunduk dientepi
Laju dipanggang ning duhur geni
Sayur kulit
kulit gerintul
Iwake sate bandeng
Sakabeh wong padeu mineng
Ning keenakane..
Sakabeh wong padeu doyan
Sakabeh wong padeu kelangan
Ning makan..sing enak di dahar
Ning propinsi Banten sampun jadi tradisi
Lamun
hajatan masak sayur iwake niki
Katuran sedanten rawoh meriki
Endah padeu ngecicipi
TIP DODOL TIP
WAJIK
Anakaku gancang-gancang gede
Jadilah wong sing ngebele
Gunah bangsa negarne
Kudu inget perjuangan ibu bapane
Rasa sayange n gelebihi segalane
Anakku hayu milu nembang
Tembang lagu dedolanan
Sakabeh wong pasti kenal
Sere ng lagu lagu niki lagu momongan
Reff:
Tip dodol tp wajik
Tip gula lan kelape
Didokon ning pendaringan
Di rubunbg semut gatel
Tip dodol tp wajik
Tip gula lan kelape
Didokon ning pendaringan
Di rubunbg semut gatel
Sing pundi dedalane
Sing kene keh
SURANTANG
SURINTING
Cobe rongo aken
kule nembang
Tembange
tembang kenangan
Dulur-dulur pasti kenal
Sereng kule situkang nembang
Tembang niki tembang pantun
Dede pantun sembarang pantun
Pantun niki pantun kenangan
Kenagane Cilegon Serang
Kodok kintel-kodok kintel
Dituruni banyu gatel
Ati jengkel
ati jengkel
Mikiri badane
sing padeu pegel
Tuku salak
pentil pentil
Dirujak karo belimbing
Tebe talak ngintil-ngintil
Kependek malikan maning
Buah salak buah nagke lande
Badan rusak mikiri rangdeu
Samar-samar buah serupe
Kepengen dilamar anak rajeu
Bug jebug bosok ditandur ning pepojok
Aduh dengkul leak leok
Ketiban wangkul padeu ponyok
Surantang suranting
Bibi semar nyolong gunting
Guntinge bibi laos sadakep tangan sios
PRANG PRIONG SAGULUNG GULUNG GADING
Prang
pring prang pring
Sagulung
gulung gading
Gadinge
Cine perang
Perkutut
encang encang….. 2 x
Niki lagu lagu lagu perang
Perange ning kali pontang
Jepange mati dicokot ule welang
Niki lagu lagu perang
Senjata pring gunah perang
Belande Jepang ngebirit
Padeu ngajengkang
Prang
pring prang pring
Sagulung
gulung gading
Gadinge
Cine perang
Perkutut
encang encang….. 2 x
Niki lagu jaman penjajahan
Penjajahan Belande karo Jepang
Karo Banten ereu ngelawan
Belande Jepang kewalahan
Diserbu
pring ereuu kejagan
Arep tiarep ereu tahan ngedeleng sor
Wakeh
ranjau bwarna kuning
Padeu ngejajar
Prang
pring prang pring
Sagulung
gulung gading
Gadinge
Cine perang
Perkutut
encang encang….. 2 x
Lagu niki lagu sejarah
Sejarah Banten wis pasti meriah
Belande Jepang padeu nyerah
Dihajar pendekar sing paling gagah
Jadi
pendekar kudu tabah
Ereu
digajih karo pemerintah
Njan urip
lagi susah
Ngebele
kaum sing lemah
Prang pring prang pring
Sagulung
gulung gading
Gadinge
Cine perang
Perkutut
encang encang….. 2 x
Lagu niki
cerita rakyat
Rakyat
Banten sing lagi semangat
Ngebangun
dunie aherat
Endah
rakyat ajeu masakat
Mugi
pangeran ngisungi rahmat
Ning wong
banten
Ning sakabeh umat
Urip rukun
saling hormat
Padeu
makmur kelwan sehat
4.3
Analisis Hasil Penelitian
1. AYO BANGUN BANTEN
A. GAYA BUNYI
a. Asonansi
Menurut
Pradopo (1997:57-58) mengemukakan bahwa asonasi adalah ulangan bunyi vokal
dalam baris sajak. Asonasi ini disamping untuk kemerduan dan menimbulkan irama,
juga untuk menyengatkan atau mengeraskan arti kata-kata atau kalimat baris
sajak atau juga membangkitkan suasana tertentu. Hal ini berhubungan dengan
simbolik bunyi atau lambang rasa.
a) Asonansi a
Dalam sajak ini sonansi a tampak sebagai berikut:
Bait ke-1 baris ke-2: ”…rawoh…banten”
Bait ke-1 baris ke-3: “Banten…katah…”
Bait ke-1 baris ke-3: “….tempat wisatane”
Bait ke-2 baris ke-4:”…banten….pabrike”
Bait ke-2 baris ke-5:”….tanggerang…pabrik”
Bait ke-2 baris ke-6:”…pabrik bajane”
Bait ke-3 baris ke-1:”….sareng sareng”
Bait ke-3 baris ke-2:”…bangun …..banten”
Bait ke-3 baris ke-3:”…segale bidang”
Bait ke-4 baris ke-3:”…saos…banten”
Bait ke-4 baris ke-5:”banten…jaye”
b) Asonansi i
Dalam sajak ini sonansi I tampak sebagai berikut:
Bait ke-1 baris ke-2:”sing…ning”
Bait ke-1 baris ke-4:”…niki…wisatane”
Bait ke-2 baris ke-6:”ning cilegon..”
Bait ke-4 baris ke-1:”sinten…ning”
c) Asonansi o
Dalam sajak ini sonansi o tampak sebagai berikut:
Bait ke-4 baris ke-1:”…soas…rawoh”
Bait ke-4 baris ke-6:”…Toyyibattun…Gofurun”
d) Asonansi u
Dalam sajak ini sonansi u tampak sebagai berikut:
Bait ke-1 baris ke-1:”…nuhun…dulur”
Bait ke-4 baris ke-6:”….Toyyibattun Warobun Gofurun”
e) Asoanasi e
Dalam sajak ini sonansi e tampak sebagai berikut:
Bait ke-2 baris ke-6:”…cilegon kesebut…”
Bait ke-2 baris ke-7:”…serang…kertase..”
Bait ke-3 baris ke-1:”…sareng sareng
b. Aliterasi
Aliterasi atau sajak rangka adalah ulangan konsonan dalam baris sajak. Dengan
kombinasi demikian, intensitas arti menjadi bertambah.
a) Aliterasi
n
Bait ke-1 baris ke-1:”…ngaturaken nuhun…”
Bait ke-1 baris ke-6:”ning…gunung..”
Bait ke-2 baris ke-6:”ning..bajane”
Bait ke-3 baris ke-2:”…bangun banten”
Bait ke-3 baris ke-3:”…ning bidang”
Bait ke-4 baris ke-1:”…sing…ning
Bait ke-4 baris ke-6:”banten….gofurun”
b) Aliterasi ng
Bait ke-1 baris ke-2:”sing…ning”
Bait ke-1 baris ke-6:”…pandeglang…gunung”
Bait ke-2 baris ke-5:”ning tangerang…”
Bait ke-3 baris ke-1:”…sareng sareng”
Bait ke-3 baris ke-3:”…ning…bidang..”
c) Aliterasi l
Bait ke-1 baris ke-1:”…dulur dulur..”
d) Aliterasi r
Bait ke-2 baris ke-5:”…tangerang ….pabrik…”
Bait ke-3 baris ke-1:”…sareng sareng’
Bait ke-5 baris ke-1:”…ulur-dulur”
c. Sajak Awal
Untuk membuat berirama, sajak sering mempergunakan sajak(rima) awal yang berada
diawal baris-baris sajak.
Bait ke-1 baris ke-1:”kule….”
Bait ke-1 baris ke-2:”kule…”
Bait ke-2 baris ke-1:”kule…’
Bait ke-2 baris ke-2:”kule…”
Bait ke-2 baris ke-5;”kule…”
Bait ke-2 baris ke-6:”kule…”
Bait ke-2 baris ke-7:”kule…”
d. Sajak Akhir
Sajak akhir adalah pola persajakan ulangan suara diakhir tiap-tiap baris.
Bait ke-1 baris ke-4:”….wisatane”
Bait ke-1 baris ke-5:”….caritane”
Bait ke-1 baris ke-6:”….karange”
Bait ke-1 baris ke-7:”….badake”
Bait ke-2 baris ke-4:”….pabrike”
Bait ke-2 baris ke-5:”….sepatune”
Bait ke-2 baris ke-6:”….bajane”
Bait ke-2 baris ke-7:”….kertase”
e. Sajak Tengah
Sajak tengah adalah pola sajak ditengah baris antara dua baris atau lebih, yang
biasanya terdapat dalam pantun.
Bait ke1 baris ke-5:”….kasebut”
Bait ke1 baris ke-6:”…kasebut”
f. Sajak Dalam
Sajak dalam adalah sajak yang terdapat dalam satu baris, gunanya untuk membuat
sajak berirama.
Bait ke-1 baris ke-1:”…nuhun..dulur”
Bait ke-1 baris ke-4:”…katah …tempat”
Bait ke-1 baris ke-5:”…tangerang…pabrik”
Bait ke-1 baris ke-7:”…serang…kertase”
Bait ke-4 baris ke-1:”…saos…rawoh”
Dalam
balada ini tidak terdapat diksi, gaya bahasa(majas), gaya kata, dan citraan.
Karena balada ini sifatnya persuasi mengajak kepada semua wisatawan untuk dapat
dating dan singgah ke banten, menikmati ke indahan panorama alam serta semua
kebudayaan yang berada di banten.
2. KULIT GRINTUL
A.
GAYA
BUNYI
a.
Asonansi
Menurut Pradopo ( 1997:57-58) asonansi adalah
ulangan bunyi vocal dalam baris sajak. Selain berfungsi memberi kemerduan dan
menimbulakn irama, juga untuk menegaskan arti kata-kata atau kalimat baris
sajak atau juga untuk membenagkitkan suasana tertentu.
a)
Asonansi (i)
Dalam
sajak ini asonansi (i) tampak sebagai berikut
Bait
ke-1 baris ke-4: “niki …. Ciriwong si
Bait
ke-4 baris ke-1: “ ning propinsi banten sampan jadi tradisi
b)
Asonansi (e)
Bait ke-3 baris ke-2: “iwake sate bandeng”
c)Asonansi
(u)
Bait ke-2 baris ke-4: “laju
ning duhur geni”
b.
Aliterasi
Menurut
Pradopo (1997:58) aliterasi atau sajak
rangka adalah ulangan konsonan dalam baris sajak. Dengan kombinasi demikian
intensitas arti menjadi bertambah. Alitersi pada balada ini tampak sebagai berikut:
Aliterasi (n)
Dalam sajak ini aliterasi (n) tampak sebagai berikut
Bait ke-3 baris
ke-5,6, dan 7 :
“Sakabeh wong padeu doyan
Sakabeh wong padeu kelangan
Ning
masakan …”
Bait ke-4 baris
ke-1 :
“ning profinsi Banten sampun jadi tradisi”
Bait ke-4 baris
ke-2 : “lamun hajatan masak sayur iwake niki”
c.
Sajak
awal
Bait ke-1 baris
ke-2 : “dibomboni…”
Bait ke-1 baris ke-3 : “digawe…”
Bait
ke-2 baris ke-2 : “daginge...”
d.
Sajak
akhir
Bait
ke-1 baris ke-1 : “... Disisiri”
Bait
ke-1 baris ke-2 : “… kemiri”
Bait
ke-1 baris ke-3 : “… enak sekali”
Bait
ke-2 baris ke-4 : “…duhur geni”
e.
Sajak
dalam
Bait
ke-1baris ke-4 : “ niki….. has wong niki”
Bait
ke-3baris ke-4 : “… wong ..mineng”
f.
Efoni
Menurut Pradopo (1997: 62) efoni (euphony) merupakan kombinasi bunyi yang merdu. Biasanya dapat
membantu menimbulkan suasana yang menyenangkan dan rasa kasih sayang. Bunyi merdu berupa kombinasi bunyi sengau
seperti: m, n, ng, ny; bunyi bersuara (voiced) seperti : b, d, g; bunyi likuida
seperti: r, l.
Dalam
sajak ini efoni (r) tampak sebagai berikut
Bait ke-1 baris
ke-4 : “niki sayur”
Dalam sajak ini efoni (n)
tampak sebagai berikut
Bait ke-2 baris ke-4 : “ning duhur geni”
Bait ke-3 baris ke- 5,6,7 :
“sekabeh wong padeu doyan/ sekabeh
wong padeu kelangan/ ning masakan.,… sing padeu dahar”
Dalam sajak ini efoni (ng)
tampak sebagai berikut
Bait ke-2 baris ke-4 : “laju dipanggangning
duhur geni”
Bait ke-3 baris ke-3 : “ sakabeh wong padeu
mineng”
g.
Kakofoni
Menurut Pradopo (1997:63) kakofoni (cacophony)merupakan kombinasi bunyi yang tidak merdu. Berupa
kombinasi bunyi tak bersuara (unvoiced)
berupa kombinasi bunyi k, p, s, t.
Dalam sajak ini Kalkofoni (k) tampak sebagai berikut:
Bait ke-1 baris
ke-1 : “kulit grintul disisiri”
Dalam sajak ini Kalkofoni (s) tampak sebagai berikut:
Bait ke-3 baris ke-1 :
“sayur kulit kulit grintul”
Bait ke-3 baris ke-3 :
“ sekabeh wong padeu mineng”
Bait ke-3 baris ke-5 :
“ sekabeh wong padeu doyan “
Bait ke-3 baris ke-6 :
“sekabeh wong pdaeu kelangan
Bait ke-3 baris ke-7 :
“ning masakan… singenak di dahar”
Bait ke-4 baris ke-1 : “ning propinsi Banten sampunm jadi tradisi”
Bait ke-4 baris ke- 2 : “lamun hajatan masak sayur
iwake niki”
Bait
ke-4 baris ke-3 :
“katuran sedanten rawoh meriki”
B.
GAYA
KATA
1) Penghilangan Imbuhan
Menurut
Pradopo (2007:102) penghilangan imbuhan banyak dipergunakan dalam puisi. Begitu
juga penghilangan imbuhan membuat berirama
Bait
ke-4 baris ke-2 : “lamun hajatan masak sayur
iwake niki”. Jika dalam bentuk biasa yang di beri imbuhan maka menjadi “lamun
hajatan memasak sayur iwake niki”
2) Diksi
Menurut
Herwan (2005:39) diksi adalah pilihan kata.Penyair dalam menulis menulis puisi
dengan pilihan kata yang tepat dan logis.Ketepatan pilihan kata didukung oleh
kepekaan rasa dan intuisi penyair.
a. Diksi puitik
Kata-kata
yang dipilih secara tepat sehingga artinya menimbulakan imajinasi estetik,
hasilnya maka di sebut diksi puitik.
Bait
ke-3 baris ke-3,5,6 :
“sekebeh wong padeu mineng/ sekabeh wong
padeu doyan/ sekabeh wong padeu kelangan”
b. Diksi pedesaan
Kata-kata
yang pilih untuk memberikan warna pedesaan Indonesia di sebut diksi pedesaan.
Bait ke-4 baris ke-1 : “ning propinsi Banten
sampun jadi tradisi”
3) Citraan
Menurut Herwan
(2005:43) gambaran angan yang ada dalam tiap pembaca yang ditimbulkan oleh
pengimajian penyair disebut citra.Sedangkan pengimajian disebut citraan atau
pengiamajian.Lebih lanjut Herwan mengemukakan citraan sangat berkaitan dengan
pana indera dan perasaaan kita.
a. Citra gerakan
Bait ke-1 baris ke-1 : “kulit gerintul disisiri”
Bait ke-2 baris ke-3 : “ bandeng disunduk
dientepi”
Bait ke-2 baris ke-4 : “laju dipanggang ning duhur
igeni”
b. Citra pengecapan
Bait ke-1 baris ke-3 : “di gawe sayur enak sekali”
Bait ke-3 baris ke-4 : “ning keenakane”
Bait ke-3 baris ke-7 : “ning masakan … sing enak
di dahar”
4) Bahasa kiasan
Herwan
(2005: 49) bahasa bermajas adalah bahasa kiasan yang mempergunakan kata-kata yang susunan dan arti
biasa, dengan maksud mendapatkan kesegaran dan kekuatan ekspresi. Dengan cara
memanfaatkan perbandinga, pertentangan, atau pertautan. Majas sendiri adalah
peristiwa pemakaian kata yang melewati batas-batas maknanya yang lazim atau
menyimpang dari arti harfiahnya.
Balada
ini mengandung majas hiperbola yaitu majas yang membuat sesuatu yang dikiaskannya menjadi sangat berlebihan.
Majas hiperbola dalam balada ini sebagai berikut:
Bait ke-3 baris ke-3 : “sakabeh wong padeu mineng
ning keenakane”
Bait ke-3 baris ke-4 : “sekabeh wong padeu
kelangan ning masakan”
C.
GAYA
KALIMAT
Penghilangan kata penghubung berfungsi untuk
mendapatkan irama dan liris, kepadatan, dan ekspresivitas.
Bait ke-1 baris ke-2 : “dibomboni bawang cabe
kemiri”. Susunan yang biasa adalah “dibomboni bawang, cabe, dan kemiri”.
Bait ke-2 baris ke-2 : “daginge digiliong
disanteni”. Susunan yang biasa adalah
“daginge digiling juga disanteni”.
D.
SARANA
RETORIKA
Altenbernd dalam (Pradopo, 2007:
93) sarana retorika merupakan sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran.
Tujuannya untuk menarik perhatian,pikiran hingga pembaca berkontemplasi atas
apa yang dikemukakan penyair. Sarana retorika menimbulakn ketegangan puitis
karena pembaca harus memikirkan efek apa yang di maksudkan oleh penyair.
Retorika adalah cara pengarang
menyampaikan isi pikirannya kepada pembaca dengan tidak langsung. Artinya
pengarang menggunakan strateginya sehingga pembaca harus benar-benar memikirkan
apa yang dimaksud oleh pengarang. Dalam hal ini bukan hanya imajinasi pengarang
saja yang bermain tetapi juga imajinasi pembaca pun ikut serta untuk memahami
maksud dan tujuan pengarang.Hal ini jelas untuk menarik perhatian pembaca. Repetisi adalah
pengulangan baik berupa kata, kalimat, frase, baris dan bait. Berfungsi untuk
memberi tekanan pada bagian yang penting. Repetisi daalam balada ini sebagai
berikut:
Bait
ke-3 baris ke-1 : “sayur kuli, kulit gerintul”
E.
GAYA
WACANA
Junus (1989:76) wacana adalah
satuan arti yang lebih dari satu kalimat. Menurut Pradopo (1999:99) gaya wacana
meliputi refrain, perbandingan epos, paralelisme, metafora yang diperluas,
alegori dan numerasi.Paralelisme gaya bahasa secara struktural sesuai dengan
cerita dan tema sajaknya, terutama tampak pada diksi, citraan, bahasa
kiasan,dan sarana retorika karena gaya bahasa secara semiotik menandai “ide
atau gagasan” yang dikemukakan dalam sajaknya. Junus (1989: 192) mengungkapkan
bahwa gaya bahasa menandai “ideology dalam karya sastra yang dibicarakan.
Menurut Herwan (2005:51) pararel adalah ungkapan yang berulang secara
pararelatau sejajar.
Jadi pararelisme adalah bentuk
puisi atau sajak yang didalamnya terdapat pengulangan ungkapan secar pararel
atau sejajar.Namun unsure terpenting adalah kesejajaran pola bukan pengulangan
kata atau frasa. Pararelisme dalam balaa ini adalah sebagai berikut:
Bait ke-3 baris ke-3,5, 6 :
“sekebeh wong padeu mineng/ sekabeh wong
padeu doyan/ sekabeh wong padeu kelangan”.
3. TIP DODOL
TIP WAJIK
A. GAYA BUNYI
a. Asonansi
Menurut Pradopo (1997:57-58)
mengemukakan bahwa asonasi adalah ulangan bunyi vokal dalam baris sajak.
Asonasi ini disamping untuk kemerduan dan menimbulkan irama, juga untuk
menyengatkan atau mengeraskan arti kata-kata atau kalimat baris sajak atau juga
membangkitkan suasana tertentu. Hal ini berhubungan dengan simbolik bunyi atau
lambang rasa.
a) Asonansi
a
Bait ke 1 baris ke 1: “Anakku gancang …”
Bait ke 1 baris ke 3: “….. bangse negarane.”
Bait ke 2 baris ke 1: ”…perjuangan
… bapane.”
Bait ke 2 baris ke 2: “Rasa sayange … segalane.”
Bait ke 3 baris ke 2: “…. dedolanan.”
b) Asonansi
e
Bait ke 1 baris ke 1: “…gede.”
Bait ke 1 baris ke 2: “… sing ngebele.”
Bait ke 3 baris ke 4: “sereng …”
Bait ke 5 baris ke 6: “kene keh.”
c) Asonansi
o
Bait ke 3 baris ke 4: “… momongan.”
Bait ke 5 baris ke 1: “dodol ..”
Bait ke 6 baris ke 3: “didokon ..”
d) Asonansi
u
Bait ke 2 baris ke 1: “kudu .. perjuangan ibu
..”
Bait ke 3 baris ke 1: “anakku hayu milu ..”
Bait ke 3 baris ke 4: “… lagu niki lagu …”
Bait ke 4 baris ke 4: “dirubung semut ..”
e) Asonansi
i
Bait ke 1 baris ke 2:” jadilah … sing”
Bait ke 2 baris ke 1: “… inget …ibu”
Bait ke 3 baris ke 4: “… niki …”
Bait ke 4 baris ke 1: ” tip …tip wajik”
Bait ke 4 baris ke 3: “didokon ning
pendaringan”
Bait
ke 5 baris ke 5: “sing
pundi ..”
b.
Aliterasi
a)
Aliterasi n
Bait ke 1 baris ke 1: “… gancang-gancang …”
Bait ke 1 baris ke 3: “gunah … negarane”
Bait
ke 3 baris ke 1: “anakku … nembang”
b)
Aliterasi g
Bait ke 1 baris ke 1: “gancang
gancang gede”
Bait
ke 1 baris ke 3: “gunah
… negarane”
c) Aliterasi
ng
Bait ke 1 baris ke 2: “…
wong singebele”
Bait ke 2 baris ke 1: ”…. inget
perjuangan ..”
Bait ke 2 baris ke 2: ”… sayange
ngelebihi ..”
Bait ke 3 baris ke 4: “sereng …. Momongan”
Bait
ke 4 baris ke 3: “…
ning pendaringan”
d) Aliterasi
l
Bait ke 2 baris ke 2: “… ngelebihi segalane ..”
Bait
ke 4 baris ke 2: “…
gule lan kelape.”
c.
Sajak Awal
Untuk membuat berirama, sajak sering mempergunakan
sajak(rima) awal yang berada diawal baris-baris sajak.
Bait ke 1 baris ke 1: “anakku
…”
Bait
ke 1 baris ke 2: “jadilah
…”
d.
Sajak Akhir
Sajak akhir adalah pola persajakan ulangan suara
diakhir tiap-tiap baris.
Bait ke 5 baris ke 1: “…
Wajik.”
Bait ke 5 baris ke 2: “… Kelape.”
Bait ke 5 baris ke 3: “… Pandaringan.”
Bait ke 5 baris ke 4: “…Gatel. “
Bait ke 5 baris
ke 5: “.... Dedalane. “
e.
Sajak Tengah
Sajak tengah adalah pola sajak ditengah baris antara
dua baris atau lebih, yang biasanya terdapat dalam pantun
Bait ke 3 baris ke 2: “… lagu …”
Bait ke 3 baris ke 4: “… lagu …”
f.
Sajak Dalam
Sajak
dalam adalah sajak yang terdapat dalam satu baris, gunanya untuk membuat sajak
berirama.
Bait ke 2
baris ke 2: “ .. sayange .. segalane”
Bait ke 3 baris ke 4: “ .. lagu .. lagu ..”
Bait ke 4
baris ke 2: “ ... gule .. kelape”
Dalam
balada ini tidak terdapat diksi, gaya bahasa (majas), gaya kata, dan
citraan. Karena balada ini bersifat nasihat orang tua kepada anaknya supaya
menjadi anak yang berguna bagi bangsa dan negaranya. Kemudian orang tua mengingatkan supaya anak-anak
tidak lupa atas perjuangan ibu bapaknya bahwa kasih sayang orang tua itu
melebihi segalanya.
4. SURANTANG SURINTING
A.
GAYA BUNYI
a. Asonansi
a) Asonansi a
Dalam sajak ini asonansi a tampak sebagai berikut.
Bait ke-1 baris ke-2: “tembange tembang”
Bait ke-1 baris ke-4: “...si tukang nembang”
Bait ke-3 baris ke-2: “...banyu gateul”
Bait ke-3 baris ke-4: “...badan ... padeu ...”
Bait ke-4 baris ke-4: “...balikan maning”
b)
Asonansi i
Dalam sajak ini asonansi i tampak sebagai berikut.
Bait ke-4 baris ke-1: “...pentil pentil”
Bait ke-4 baris ke-3: “... ngintil ngintil”
c)
Asonansi u
Dalam sajak ini asonansi u tampak sebagai berikut.
Bait ke-6 baris ke-1: “Bug jebug ...”
Bait ke-2 baris ke-2: “aduh dengkul ...”
Bait ke-7 baris ke-1: “surantang suranting”
d) Asonansi
e
Bait ke-1 baris ke-1: “Cobe ... kule ...”
Bait ke-3 baris ke-4: “... padeu pegel”
e)
Asonansi o
Dalam sajak ini asonansi o tampak sebagai berikut.
Bait ke-6 baris ke-1: “... bosok ... pepojok”
Bait ke-7 baris ke-3: “... laos ... sios”
b. Aliterasi
a) Aliterasi m
Dalam sajak ini aliterasi m tampak sebagai berikut.
Bait ke-1 baris ke-2: “tembange tembang ...”
b) Aliterasi n
Dalam sajak ini aliterasi m tampak sebagai berikut.
Bait ke-4 baris ke-4: “kependak balikan maning”
c) Aliterasi
ng
Dalam sajak ini aliterasi ng tampak sebagai berikut.
Bait ke-1 baris ke-2: “tembange tembang kengangan”
Bait ke-1 baris ke-4: “sareng kule si tukang nembang”
Bait ke-2 baris ke-4: “kenangane ... serang”
c.
Sajak
Akhir
Bait ke-2 baris ke-1: “... pantun”
Bait ke-2 baris ke-2: “.... pantun”
Bait ke-3 baris ke-1: “.... kintel”
Bait ke-3 baris ke-2: “ ... gatel”
Bait ke-3 baris ke-3: “ ... jengkel”
Bait ke-3 baris ke-4: “ ... pegel”
Bait ke-4 baris ke-1: “... pentil”
Bait ke-4 baris ke-2: “ ... belimbing”
Bait ke-4 baris ke -3: “ ... ngintil”
Bait ke-4 baris ke-4: “ ... maning”
Bait ke-5 baris ke-1: “ ... nangkelande”
Bait ke-5 baris ke-2: “ ... rangdeu”
Bait ke-5 baris ke-3: “ ... serupe”
Bait ke-5 baris ke-4: “ ... rajeu”
Bait ke-6 baris ke-1: “ ... pepojok”
Bait ke-6 baris ke-2: “ ... leok”
Bait ke-6 baris ke-3: “ ... penyok”
Bait ke-7 baris ke-1: “ ... surinting”
Bait ke-7 baris ke-2: “ ... gunting”
d.
Sajak
Tengah
Bait ke-3 baris ke-1: “ ... kintel ...”
Bait ke-3 baris ke-3: “... jengkel...”
Bait
ke-4 baris ke-1: “... salak ...”
Bait
ke-4 baris ke-3: “... talak ...”
Bait
ke-5 baris ke-1: “... salak ...”
Bait
ke-5 baris ke-2: “... rusak...”
Bait
ke-5 baris ke-3: “... samar ...”
Bait
ke-5 baris ke-4: “... dilamar ...”
Bait
ke-6 baris ke-2: “... dengkul ...”
Bait
ke-6 baris ke-3: “... wangkul ...”
e.
Sajak
Dalam
Bait ke-7 baris ke-3: “... laos ... sios”
f.
Efoni
Dalam sajak ini efoni tampak sebagai berikut.
Bait ke-1 baris ke-1, 2, 3, dan 4: “cobe rongo aken
kule nembang/ tembange tembang kenangan/dulur-dulur
pasti kenal/ sereng kule si tukang nembang”.
Dalam bait di atas tampak bunyi m, n, ng yang
dominan yang merupakan kombinasi efoni.
g.
Kakofoni
Dalam sajak ini kakofoni tampak sebagai berikut.
Bait ke-5 baris ke-1, 2, 3, dan 4: “buah salak buah
nangkelande/ badan rusak mikiri rangdeu/ samar-samar buah serupe/ kepengen
dilamar anak rajeu”.
Dalam bait di atas tampak bunyi k, p, s yang
dominan, yang merupakan kombinasi kakofoni.
B.
GAYA KATA
a) Penghilangan
Imbuhan
Bait ke-4 baris ke-3: “tebe talak
ngintil-ngintil”
b) Citraan
1. Citraan penglihatan
Dalam sajak ini citra penglihatan tampak sebagai
berikut.
Bait ke-1 baris ke-3: “dulur-dulur pasti kenal”
Bait
ke-3 baris ke-1: “kodok kintel kodok
kintel”
Bait
ke-4 baris ke-1: “tuku salak pentil
pentil”
Bait
ke-5 baris ke-3: “samar-samar buah
serupe”
2. Citraan Pendengaran
Dalam
sajak ini citra pendengaran tampak sebagai berikut.
Bait
ke-1 baris ke-1: “cobe rongo aken
kule nembang
Bait
ke-6 baris ke-1: “bug jebug bosok
ditandur ning pepojok”
3. Citraan Perabaan
Dalam
sajak ini citra perabaan tampak sebagai berikut.
Bait
ke-3 baris ke-2: “dituruhi banyu gatel”
Bait
ke-3 baris ke-4: “mikiri badan sing padeu pegel”
Bait
ke-5 baris ke-2: “badan rusak mikiri
rangdeu”
Bait
ke-6 baris ke-2: “aduh dengkul leak leok”
4. Citra Gerakan
Bait
ke-3 baris ke-2: “dituruhi banyu
gatel”
Bait
ke-4 baris ke-2: “dirujak karo
belimbing”
Bait
ke-6 baris ke-1: “bug jebug bosok ditandur
ning pepojok”
Bait
ke-7 baris ke-3: “guntinge bibi laos sedekep
tangan sios”
Bait
ke-7 baris ke-2: “bibi semar nyolong
gunting”
C. GAYA KALIMAT
a.
Sarana Retorika
Repetisi
Dalam
sajak ini repetisi tampak sebagai berikut.
Bait
ke-3 baris ke-1: “kodok kintel kodok
kintel”
Bait
ke-3 baris ke-3: “ati jengkel ati
jengkel”
5. PRANG PRING
SAGULUNG GULUNG GADING
A.
Gaya bunyi
a)
Asonansi
1.
Asonansi
a
Bait
ke-4 baris ke-7 : “wakeh ranjau warna kuning”
Bait
ke-6 baris ke-4 : “dihajar
pendekar sing paling gagah”
Bait
ke-7 baris ke-1 : “ jadi pendekar kudu tabah”
Bait
ke-9 baris ke-4 : “endah rakyat ajeu
masakat”
2.
Asonansi
e
Dalam sajak ini asonansi (e) tampak sebagai berikut:
Bait ke-2 baris ke-5 : “senjate pring gunah perang”
Bait
ke-1dan bait ke-3 baris ke-3 : “gadinge cine
perang”
Bait
ke-6 baris ke-3 : “ Belande Jepang padeu nyerah”
Bait
ke-7 baris ke-4 : “ngebele kaum sing lemah”
3.
Asonansi
i
Bait
ke-9 baris ke-5 : “mugi pangeran ngisungi rahmat”
4.
Asonansi
u
Bait
ke-2 baris ke-2 : “niki lagu lagu
perang”
Bait
ke-3 baris ke-2 : “segulung
gulung gading”
Bait
ke-9 baris ke-8 : “urip rukun saling hormat”
b)
Aliterasi
1.
Aliterasi
h
Bait
ke-6 baris ke-2 : “sejarah Banten wis pasti meriah”
Bait
ke-6 baris ke-4 : “dihajar pendekar sing paling gagah”
Bait
ke-7 baris ke-2 : “ereu digajih pemerintah”
2.
Aliterasi n
Bait
ke-4 baris ke-2 : “ penjajahan Belande karo jepang”
Bait
ke-4 baris ke-7 : “wakeh ranjau warnna kuning”
Bait
ke-7 baris ke-3 : “najan
urip lagi susah”
3.
Aliterasi
ng
Bait
ke-1 baris ke-1 samapiai abit ke-4 :
“prang pring prang pring/ segulung gulung gading/ gadinge cine perang/ perkutut
encang encang 2x”
Bait ke-2 baris ke-2 sampai baris ke-6 : “Perange ning kali pontang/ Jepange mati dicokot ule welang/ Niki lagu lagu perang/ Senjata pring gunah perang/ Belande
Jepang ngebirit/ Padeu ngajengkang”.
Bait ke-4 baris ke-6 : “arep tiarap ereu tahan ngedeleng sor”
Bait ke-6 baris ke-4 : “dihajar pendekar sing
paling gagah”
Bait ke-7 baris ke-4 : “ngebele kaum sing lemah”
Bait
ke-9 baris ke-2 dan baris k-3 : “rakyat Banten sing lagu semangat/ ngebangun
dunia akherat”
c)
Sajak
awal
Bait
ke-1 baris ke-1 : “prang…”
Bait
ke-1 baris ke-4 : “perkutut…”
Bait
ke-2 baris ke-2 : “perange…”
Bait
ke-2 baris ke-7 : “padeu …”
Bait
ke-4 baris ke-2 : “penjajahan…”
Bait
ke-4 baris ke-8 : “padeu …”
Bait
ke-9 baris ke-9 : “padeu …”
d)
Sajak
dalam
Bait
ke-6 baris ke-2 : “sejarah … meriah”
Bait
ke-9 baris ke-2 : “rakyat … semangat”
e)
Sajak
akhir
Bait ke-1 baris
ke-1 : “ …pring”
Bait ke-1 baris
ke-2 : “… gading”
Bait ke-1 baris
ke-3 : “… perang”
Bait ke-1 baris
ke-4 : “…encang-encang”
Bait ke-2 baris
ke-1 : “… perang”
Bait ke-2 baris ke-2 : “… pontang”
Bait ke-2 baris
ke-3 : “… welang”
Bait ke-2 baris
ke-4 : “… perang”
Bait ke-2 baris
ke-7 : “… ngejerngkang”
Bait ke-4 baris
ke-2 : “.. jepang”
f)
Sajak
dalam
Bait
ke-2 baris ke-4 : “…
pring … perang”
Bait ke-7 baris
ke-2 : “… digajih … pemerintah”
g)
Efoni
1.
Efoni
g
Bait ke-1 baris
ke-2 : “segulung gulung gading”
Bait
ke-2 baris ke-1 : “niki
lagu lagu perang”
2.
Efoni
m
Bait ke-9
baris ke-5 : “mugi
pangeran ngisungi rahmat”
3.
Efoni
n
Bait ke-4 baris
ke-1 : “niki lagu jaman
penjajahan”
Bait ke-4 baris
ke-2 : “penjajahan
belande karo jepang”
Bait ke-4 baris
ke-3 : “karo Banten
ereu ngelawan”
Bait ke-4 baris
ke-4 : “belande jepang
kewalahan”
Bait ke-9 baris
ke-3 : “ngebangun dunie
akherat”
4.
Efoni
ng
Bait ke-1 baris ke-1 sampai baris
ke-4 :
Prang
pring prang pring
Segulung
gulung gading
Gadinge
cine perang
Perkutut
encang-encang
Bait
ke-2 bris ke-2 :
“perange ning kali pontang
Bait ke-2 baris
ke-3 : “jepang mati
dicokot uleu welang”
Bait ke-2 baris
ke-5 : “senjata pring
gunah perang”
Bait ke-2 baris
ke-6 : “belande
jepangngebirit”
Bait ke-2 baris
ke-7 : “padeu
ngajengkang”
Bait ke-7 baris
ke-4 : ‘ngebele kaum sing lemah”
Bait ke-9 baris
ke-2 : “rakyat banten
sing lgi semangat”
Bait ke-9 baris
ke-3 : “ngebangun dunie
akherat”
Bait ke-9
baris ke-5 : “mugi pangeran ngisungi rahmat”
Bait ke-9 baris
ke-6 : “ ning wong
banten”
h)
Kakofoni
1.
Kakofoni
k
Bait ke-7 baris
ke-1 : “jadi pendekar
kudu tabah”
2.
Kakofoni
p
Bait
ke-1 baris ke-1 : “
prang pring prang pring”
Bait
ke-2 baris ke-2 : “ perange ning kali pontang”
Bait ke-4 baris
ke-2 : “penjajahan
Belande karo jepang”
Bait ke-4 baris
ke-6 : “arep tiarep
ereu tahan ngedeleng sor”
3.
Kakofoni
s
Bait ke-6 baris
ke-2 : “sejarah banten
wis pasti meriah”
4.
Kakofoni
t
Bait ke-1 baris
ke-4 : “perkutut
encanag-encang”
Bait ke-9 baris
ke-1 : “lagu niki
cerite rakyat”
Bait ke-9 baris
ke-2 : “ rakyat banten
sing lagi semangat”
Bait ke-9 baris
ke-4 : “endah rakyat
ajeu masakat”
2. Gaya kata
1)
Penghilangan
imbuhan
Dalam sajak ini penghilangan imbuhan tampak sebagai
berikut:
Bait ke-6 baris ke-3 : “Belande Jepang padeu
nyerah”. Jika dalam bentuk biasa yang diberi imbuhan maka menjadi “Belande
jepang padeu menyerah”.
Bait ke-7 baris ke-4 : “ngebela kaum sing lemah”.
Jika dalam bentuk biasa yang diberi imbuhan maka menjadi “membela kaum sing lemah”.
Bait ke-9 baris ke-3 : “ngebangun dunia dan akherat”
Jika dalam bentuk biasa yang diberi imbuhan maka menjadi “membangun dunia akherat”.
Bait ke-9 bait ke-8 : “urip rukun saling hormat”
Jika dalam bentuk biasa yang diberi imbuhan maka menjadi “urip rukun saling menghormati”.
2)
Diksi
1.
Diksi
puitik
Bait ke-7 baris ke-1 : “jadi pendekar kudu tabah”
Bait ke-9 baris ke-4 : “endah rakyat ajeu masakat”
2.
Diksi
pedesaan
Bait ke-6 baris ke-2 : “sejarah Banten wis padeu
meriah”
Bait ke-2 baris ke-2 : “perange ning kali pontang”
3)
Citraan
1.
Citraan
gerak
Bait ke-2 baris ke-3 : “Jepang mati dicokot uleu welang”
Bait ke-4 baris ke-5 : “diserbu pring ereu kejagan”
Bait ke-4 baris ke-6 : “arep tiarep ereu tahan ngedeleng
sor”.
Bait ke-6 baris ke-4 : “dihajar pendekar sing paling gagah”
2.
Citraan
penglihatan
Bait ke-4 baris ke-6 : “arep tiarep ereu tahan ngedeleng sor”.
Ngedeleng jika diartikan kedalam bahasa Indonesia
artinya adalah melihat.
4)
Gaya
bahasa
Balada ini mengandung
gaya bahasa (majas) personifikasi. Majas personifikasi adalah kiasan yang
menggambarkan sesuatu yang bersifat mati seolah-olah menjadi hidup atau
memiliki sifat kemanusiaan. Sperti yang telihat pada bait ke-4 baris ke-5 “diserbu pring ereu kejagan”. Dalam
bahasa Indonesia pring berarti bambu. Dalam kosakata tersebut pring atau bambu dibuat seolah-olah
benda teersebut hidup.
3. Gaya kalimat
a.
Penghilangan
kata penghubung
Bait ke-4 baris ke-4 : “belande jepang kewalahan”.
Jika dalam bentuk biasa yang diberi kata penghubung atau konjungsi maka menjadi
“belande dan jepang kewalahan”.
Bait ke-4 baris ke-7 : “wakeh ranjau warna kuning”.
Jika dalam bentuk biasa yang diberi kata penghubung atau konjungsi maka menjadi
“karena wakeh ranjau warna kuning”.
Pemberian konjungsi karena pada bait
tersebut merupakan penjelas sebagai dari baris sebelumnya yaitu “arep tiarep ereu tahan ngedeleng sor”.
4.4
Penafsiran Budaya
1. Ayo Bangun Banten
Ayo Bangun Banten ini merupakan salah satu balada yang
menceritakan tentang kekayaan yang terdapat di propinsi Banten. Toton Greentoel
menceritakan kekayaan yang ada di Propinsi Banten khususnya yang terdapat di
daerah-daerah propinsi Banten. Misalnya Ning anyer kesebut pantai caritane, ning pandeglang kesebut gunung
karange, ning ujung kulon karo badake. Melalui
balada Ayo Bangun Banten ini Toton ingin memberitahuan kekayaan yang terdapat
di Propinsi Banten kepada selurh masyarakat, khususnya masyarakat Banten dan
umumnya kepada seluruh masyarakat Indonesia.
2. Kulit
Grintul
Kulit gerintul jika diartikan
kedalam bahasa Indonesia adalah kulit melinjo. Biasanya kulit melinjo yang
dijadikan makanan khas Banten yaitu berupa
sayur tumis, adalah kulit melinjo
yang sudah berwarna merah. Sebagian
tempat di profinsi Banten tepatnya di Ciomas, Kresek, Serang, Pandeglang dan
sekitarnya. Kulit grintul atau lebih dikenal kulit Melinjo manjadi makanan khas ketika hari isimewa
seperti hajatan.ketika hari-hari biasa kulit melinjo ini biasanya dijadikan sayur sebagai pendamping nasi ketika makan.
Selain kulit Melinjo yang menjadi
kuliner khas Banten, ada pula
makanan khas ciri khas kuliner Banten
yaitu sate Bandeng. Sate bandeng terbuat dari ikan bandeng. Pembuatan sate
bandeng tidak semudah memasak satur kulit melinjo. Pembuatan sate bandeng cukup
membutuhkan waktu yang cukup lama.
Menyediakan
kedua kuliner Khas Banten tersebut ketika
acara-acara istimewa sudah menjadi budaya tersendiri bagi masyarakat
Banten. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah satu masayarakan
Kresek yang bernama ibu Aisyah, bahwa menurutnya di daerahCiomas ketika acara
pernikahan atau acara syukuran lainnya, sayur kulit melino seolah menjadi menu
wajib yang harus ada. Tidak ada alasan istimewa mengapa kulit melinjo menjadi
budaya tersendiri disetiap acara
istimewa. Alasannya cukup sederhana, Banten kaya akan gerintul (melinjo)
khususnya daerah Pandeglang, hampir setiap orang menyukainya. Selain itu tidak
ada yang terbuang dari gerintul, kulit dan
daunnya yang masih muda bisa dijadikan sayur, bijinya bisa dijadikan emping, dan kayunya sangat
bermanfaat. Kulit gerintul pun harganya murah meriah. Jika disangkut pautkan
dengan acara pernikahan atau pesta lainnya, kulit melinjo seolah menjadi simbol
dan cerminan untuk kita sebagai mahluk sosial.
Selain
kulit gerintul ada pula sate Bandeng yang menjadi kuliner khas ketika
acara-acara istimewa. Menurut nara sumber sate Bandeng merupakan makanan
kesukaan para raja dan para tamu
kerajaan Banten, tentunya ketika Banten masih berbentuk kerajaan. Menyajikan
sate Bandeng ketika acara-acara besar merupakan salah satu bentuk penghormatan
kepada raja-raja Banten terdahulu. Serta untuk memberikan jamuan terbaik kapada
tamu yang datang saperti raja yang menyambut tamunya.
Menyajikan
kulit Gerintul dan sate Bandeng pada acara besar merupakan salah satu
kebudayaan atau tradisi di propinsi Banten. Karena kulit gerintul dan dan sate
Bandeng merupakan kuliner khas Banten yang keberdaannya sudah sejak lama.
Berdasarkan
hasil wawancara saya dengan ibu Endang, sate bandeng juga merupakan makanan
yang ada di setiap acara pernikahan. Setiap satu buah ikan bandenga, ia sering
menjual dengan harga 15.000 sampai 20.000 rupiah. Harga satu buah sate bandeng
memang kurang terjangjau untuk semua kalangan masyarakat. Tetapi harga itu
sangat sepadan dengan rasa sate bandenga yang enak.
3. Tip Dodol Tip Wajik
Tip
dodol tip wajik merupakan salah satu permainan daerah yang dilakukan oleh
beberapa anak-anak. Permainan ini dilakukan oleh
dua orang dengan cara telapak tangan kanan di buka kemudian jari telunjuk teman secara vertikal
berada di atas telapak tangan tersebut. Setelah itu telapak tangan menjepit
telunjuk. Lakukan hal tersebut berulang-ulang sampai telunjuk temannya itu
terjepit oleh telapaktangan.
Balada tip dodol tip
wajik ini menceritakan tentang nasihat orang tua supaya anak-anak nya cepat
dewasa, supaya manjadi orang yang bisa membela guna bangsa dan negaranya.
Balada ini juga menceritakan jika seorang anak itu tidak boleh melupakan
perjuangan bapak dan ibu yang memiliki rasa sayang yang melebihi segalanya.
Berdasarkan
wawancara saya dengan Evi (10 thn), ia mengatakan bahwa ia tidak mengenal
permainan tip dodol tip wajik. Permainan yang ia sering lakukan dengan
teman-temannya antara lain bermain lompat karet, lempar batu, dan lain-lainnya.
Jadi
dapat saya simpulkan bahwa peermainan tip dodol tip wajik ini tidak terkenal
lagi di kalangan anak-anak zaman sekarang.
4. Surantang
Surinting
Dari analisis gaya bahasa yang
telah dilakukan, balada Surantang Surinting ini merupakan salah satu balada
yang memiliki kandungan makna kebudayaan di dalamnya. Seiring dengan kemajuan
jaman yang semakin serba modern dan canggih ini, pengarang mencoba menciptakan
suatu karya yang bernapaskan budaya dengan mengambil konsep lagu-lagu dalam
permainan daerah yang berada di Banten. Yaitu salah satunya permainan Surantang
Surinting ini, yang dijadikannya sebuah sajak dan syair lagu.
Berdasarkan hasil
wawancara saya dengan Aisya (10 thn), ia mengatakan tidak tau cara permainan
Surantang Surinting ini. Permainan yang ia lakukan saat bermain dengan
teman-temannya adalah main karet gelang, sapu tangan, susu ultra, dan jenis
permainan lainnya.
Jelas terasa pengarang ingin
mencoba memperkenalkan dan mengangkat kembali permainan tradisional daerah, di
Banten yang hampir hilang karena tergantikan dengan permainan anak-anak yang
serba digital dan elektronik, seperti
play station, mobil-mobilan atau
pesawat-pesawatan remote control, game internet atau on line dan lain sebagainya. Maka dari itu, dalam sajak berjudul
Surantang Surinting yang dalam isinya lebih sering menggunakan kata-kata
humoris yang disusun seperti pantun dengan bahasa Jawa Serang dan kemudian
disisipi sebait syair lagu permainan tradisional Surantang Surinting membuat
para pendengar sajak tersebut mengingat dan menjadi penasaran terhadap lagu
permainan tersebut sehingga harapan pengarang yang ingin mempublikasikan serta
mengangkat kembali permainan tradisional yang mengandung unsur budaya dari
daerah Banten dapat terealisasikan.
Permainan Surantang Surinting itu
sendiri merupakan salah satu permainan tradisional dari daerah Banten yang dulu
sering dimainkan oleh anak-anak di wilayah daerah Banten dengan cara permainan
yaitu beberapa anak duduk melingkar dengan jari kelingking saling berkait
dengan teman sebelahnya sambil bernyanyi lagu Surantang Surinting. Setelah
selesai menyanyikan lagu Surantang Surinting tersebut kedua tangan para pemain
disilangkan di dada mereka sampai memegang kedua bahu mereka masing-masing.
Setelah itu salah satu dari pemain bertanya kepada salah satu pemain yang lain.
Kalimat tanyanya yaitu “Kamu punya kandang apa? Kandang ayam atau kandang
bebek?” pemain yang ditanya memilih salah satu jawaban yang telah diajukan
setelah menjawab pemain yang bertanya kemudian mencoba untuk berusaha
melepaskan kedua tangan yang disilang dari pemain yang ditanya kemudian pemain
yang ditanya dan yang sedang dicoba dilepaskan kedua silangan tangannya
tersebut pun berusaha agar dekapan tangannya tersebut tidak terlepas dan begitu
seterusnya.
Maka
dari itu dengan diciptakannya lagu Surantang Surinting ini diharapkan permainan
tradisional di setiap daerah tidak hilang dan tetap dijaga keberadaannya,
karena sesungguhnya permainan-permainan tersebut tidak hanya mengangkat nama
daerah itu sendiri tetapi juga baik untuk perkembangan emosional dan
intelegensi anak saat memainkannya dan permainan tradisonal itu juga merupakan
warisan budaya yang menarik dan mungkin bila dikembangkan dapat menjadi suatu
seni tradisional yang dapat dipertunjukan ke semua orang di dalam negeri maupun
di luar negeri.
5.
PRANG PRING SAGULUNG GULUNG GADING
Dalam
Bahasa Indonesia kata prang berarti
perang dan kata pring berarti bambu.
Jika dilihat dari liriknya, balada ini menceritakan tentang semangat masyrakat
Banten untuk keluar dari penjajahan Belanda dan Jepang. Banten melawan para
penjajah tersebut dengan menggunakan senjata yang sangat sederhana yaitu dengan
mengguanakn bambu. Jika dilihat dari liriknya balada ini seolah memberikan
semangat kapada masyarakat Banten untuk terus memperjuangkan banten bebas dari
para penjajah. karena menurut peniliti sendiri banten belum sepenuhnya terbebas
dari penjajahan.
Prang pring
sagulung gulung gading
merupakan salah satu kebudayan banten
berupa nyanyian yang mengiringi
permainan anak-anak. Permaianan ini diikuti oleh dua orang atau lebih.
Cara bermainnya adalah dengan posisi
duduk, kedua kaki diluruskan kedepan. Salah satu peserta permainan
menepak-nepak semua kaki yang berbaris
hingga lagu tersebut selesai. Ketika nynyian berakhir tepat disalah satu
kaki peserta permainan, maka kaki tersebut dilipat. Begitu seterusnya hingga
semua kaki terlipat.
Namun sayangnya, permainan ini mulai
dilupakan seiring berkembangnya jaman. Dan mungkin permainan ini hanya kan
menjadi cerita saja. Keberadaan permainan tradisisonal mulai tersingkirkan oleh
permainan modern yang justru akan membuat anak kurang bersosialisai dengan anak
lainnya.
BAB V
KESIMPULAN
5.1
Kesimpulan
Dari hasil analisis, maka kumpulan puisi karya Toton
Greentoel mengandung nilai sastra yang baik serta nilai-nilai pendidikan yang
baik yang berupa ajaran etika,moral,budaya dan seni. Maka dapat disimpulkan :
a.
Struktur gaya bahasa
yang terdapat dalam balada-balada karya Toton Greentoel memiliki struktur yang
baik berdasarkan analisis stilistika.
b.
Kandungan nilai
kebudayaan yang terdapat dalam balada-balada Toton Greentoel memiliki kaitan
yang erat dengan kebudayaan anak-anak. Hal ini dapat terlihat dalam
balada-balada yang menceritakan tentang nasihat orang tua kepada anaknya. Dalam
kehidupan nyata, balada-balada Toton Greentoel ini ternyata salah satunya
merupakan permainan yang sering dilakukan anak-anak saat bermain.
5.2
Saran-Saran
Bahwa karya sastra
bukannya hanya sekedar merupakan bacaan biasa akan tetapi setiap karya sastra
mengandung suatu unsur yang dapat kita ambil nilai-nilai pendidikan yang baik
dan positif. Karya sastra tidak hanya berbentuk novel, cerpen, puisi, dan lain-lain
tapi bisa berbentuk balada. Seharusnya balada harus kita pelajari dan ketahui
karena para penyair mulai berkurang. Karena isi balada menceritakan kehidupan
masyarakat sehari-hari dan cara penyampaiannya dengan dinyanyikan agar mudah
dimengerti dan ditangkap oleh pendengar.
Dalam sebuah karya
ternyata bukan hanya kata-kata yang puitis , tetapi kayra yang diciptakan juga
bisa berkisahkan tentang kehidupan yang ada dimasyarakat khusus nya pada dunia
anak-anak. Balada-balada karya Toton Greentoel ini tidak saya mengisahkan
tentang kehidupan politik yang sedang kisruh, tetapi ia menciptakan salah satu
balada yang bertujuan untuk melestarikan kebudayaan anak-anak yang hampir atau
bahkan sudah hilang.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi.1997.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta
: PT Asdi
Mahasatya.
Djojosurato,Kinayati dan M.L.A
Sumaryati.2000.Prinsip-Prinsip Dasar
Penelitian Bahasa
dan
Sastra.Bandung : Nuansa.
FR, Herwan. 2005. Apresiasi dan Kajian Puisi. Serang:
Gerage Budaya.
Junus, Umar. 1989. Stilistik Satu Pengantar. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan
Pustaka.
Moleong.
1988. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Rosdakarya:
Bandung
Mulyana.
2003. Metode Penelitian Kualitatif. Rosdakarya: Bandung
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra,
dan Budaya.
Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sowikromo, Vinna Reindah. 2007. Skripsi
“Gaya Bahasa dalam Puisi Lery Hermann Hesse”. Surabaya : Perpustakaan
Fakultas Bahasa dan Seni.
Sukardi.2003.Metode Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.Yogyakarta :
Bumi
Aksara.
Umar,Husein.1998.Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta : PT Raja
Granfindo Persada.
Yusuf, Diana. 2005. Skripsi “Diksi
dan Gaya Bahasa dalam Antologi Geguritan Medhitasi Alang-alang karya Widodo
Basuki (Kajian Stilistika)”. Surabaya : Perpustakaan Fakultas Bahasa dan
Seni.
Zuriah,Nurul.2005.Metode Penelitian Sosial dan Politik.Malang
: Bumi Aksara.