Kamis, 22 Maret 2012

Proposal Penelitian PERBANDINGAN MEDIA PENGALAMAN LANGSUNG DAN MEDIA PENGALAMAN TIDAK LANGSUNG TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM PROSES MENULIS PUISI PADA SISWA KELAS VII SMPN 10 KOTA SERANG


Proposal Penelitian

PERBANDINGAN MEDIA PENGALAMAN LANGSUNG DAN MEDIA PENGALAMAN TIDAK LANGSUNG TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM PROSES MENULIS PUISI PADA SISWA KELAS VII SMPN 10 KOTA SERANG

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Menulis 1



disusun oleh  
Nama     : Mimin Mintari
NIM       : 090200



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG


Judul  penelitian
PERBANDINGAN MEDIA PENGALAMAN LANGSUNG DAN MEDIA PENGALAMAN TIDAK LANGSUNG TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM PROSES MENULIS PUISI PADA SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 10 KOTA SERANG”.

1.    Latar Belakang
Sampai dewasa ini, pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek sastra khususnya keterampilan menulis puisi disekolah belum dianggap penting untuk diajarkan secara mendalam kepada siswa. Pengajaran sastra cenderung mengarah kepada kegiatan teori sastra, pengertian sastra, jenis-jenis karya sastra, nama-nama sastrawan dan karyanya, serta masalah periodesasi atau pembabakan sastra. Dengan kata lain, kegiatan pengajaran sastra cenderung masih bersifat teoritis.
Belajar dan mengajar merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukan apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran, sedangkan mengajar menunjukan apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar.
Berdasarkan uraian diatas, keberhasilan pembelajaran bahasa Indonesia ditentukan oleh berbagai hal, antara lain kemampuan siswa dan guru itu sendiri didalam melaksanakan proses belajar mengajar yang bermakna sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Guru dituntut kemampuannya untuk menyampaikan bahan ajar kepada siswa dengan baik, maka guru harus mengetahui media da teknik apakah yang sesuai dan cocok untuk digunakan dalam proses belajar mengajar, khususnya dalam hal ini menulis puisi. Sehingga selain guru memberikan materi ajar dengan menggunakan metode ceramah yang membuat siswa tidak aktif, jenuh, dan bosan, guru juga harus menggunakan media pembelajaran yang membuat siswa ikut berperan aktif  dan proses belajar mengajar pun tidak akan membosankan.
Menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya memberi tahu, meyakinkan, atau menghibur. Hasil dari kreatif itu biasanya disebut karangan. Menulis harus dilatih dan diajarkan kepada anak di usia dini, sehingga anak tidak memiliki sifat malas untuk menulis. Dalam hal ini, guru harus berusaha bagaimana caranya agar siswa tertarik dalam bidang sastra khususnya puisi sehingga siswa menjadi manusia yang kreatif.
Puisi merupakan salah satu bagian dari karya sastra. Pembelajaran puisi sudaj diajarkan sejak tingkat SD sampai Perguruan Tinggi. Salah satu alat yang penting untuk memupuk kreatifitas anak didik dalam menulis puisi adalah dengan pengajaran puisi secara intensif. Oleh karena itu, fungsi pengajaran puisi untuk sekolah-sekolah lajutan menjadi sangat penting. Pembelajaran puisi akan berhasil dengan baik apabila dapat memilih dan menggunakan model pembelajaran yang tepat serta sesuai dengan kondisi siswa dan situasi kelas. 
Dalam pembelajaran puisi, biasanya guru hanya sekedar memberikan penjelasan tentang pengertian puisi, unsur-unsur puisi, ciri-ciri puisi, macam-macam puisi dan hal lain yang bersifat teoritis, jadi siswa tidak ada kesempatan untuk menulis puisi berdasarkan kemampuan sendiri. Pembelajaran puisi yang baik harus mengaitkan teori dengan kehidupan sehari-hari siswa. Penggunaan media dalam pembelajaran juga akan memperbanyak pengalaman belajar siswa, membuat siswa tidak merasa jenuh dan bosan dalam menerima materi pelajaran.
Menulis puisi pada dasarnya menuangkan gagasan, pikiran, dan pengungkapan jiwa. Menulis puisi tidak sulit jika dilakukan dengan kemampuan dan kesungguhan. Dalam kegiatan menulis puisi, guru harus membiasakan siswa untuk belajar menulis puisi baik berdasarkan objek gambar maupun objek lingkungan sekitar. Dengan cara seperti itu diharapkan siswa dapat meningkatkan kreatifitas dan kematangan pengetahuan siswa terhadap karya sastra lebih lanjut.
Sebenarnya tujuan adanya pembelajaran sastra disekolah selain untuk menguasai teori pelajaran, juga diharapkan siswa mampu menciptakan karya sastra sendiri serta dapat memberikan sumbangan dalam memecahkan masalah didalam masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran sastra memiliki peranan yang penting dalam mencapai tujuan pendidikan pada umumnya.
Berkaitan dengan pernyataan diatas, pengajaran sastra hendaklah mengarah pada kegiatan-kegiatan membina dan mengarahkan siswa untuk menggeluti karya sastra tersebut secara langsung sehingga tumbuh dalam diri siswa dan akan terus memiliki rasa ingin tahu yang mendalam tentang karya sastra itu.


2.    Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian puisi
                        Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani, yaitu poeima yang artinya membuat atau poesis yang artinya pembuatan. Dalam bahasa Inggris, disebut dengan poem atau poetry. Puisi diartikan membuat atau pembuatan, karena dengan puisi seseorang telah menciptakan satu dunianya sendiri, yang didalamnya ada gambaran suasaa tertentu baik fisik maupun batin.
                        Menurut Altenbernd dalam Herwan (2005:2) mendefinisikan puisi sebagai pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum).
                        Menurut Dunton dalam Herwan (2005:2) berpendapat bahwa puisi merupakan pemikiran manusia secara kongkret dan artistic dalam bahasa emosional serta berirama.
                        Dari beberapa pendapat para ahli mengenai puisi diatas, dapat disimpulkan bahwa puisi merupakan ungkapan perasaan seseorang yang dituangkan dan diekspresikan melalui tulisan dengan menggunakan bahasa emosional atau bahasa keindahan.

2.2 Ciri-Ciri Puisi
                     Menurut Herwan (2005:10), puisi memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1.      Ciri yang paling menonjol dalam puisi adalah bahasanya. Bahasa dalam puisi penuh dengan bahasa konotatif, yaitu bukan bahsa yang sebenarnya atau bahasa kiasan, dengan disertai oleh pilihan kata atau diksi dan gaya bahasa atau majas.
2.      Bentuk tubuh puisi cenderung berlarik dan berbait, walaupun dalam perkembangan puisi modern bneruk tubuh puisi beragam, bahkan ada yang sangat mirip dengan bentuk tubuh cerpen.
3.      Puisi pada umumnya berbentuk monolog. Di dalamnya banyak ditemukan “aku-larik”, jarang puisi yang berisi dialog-dialog, meski tentu ada pula penyair yang menulis dengan menyelipkan dialog-dialog.
4.      Keterkaitan sebuah kata dalam puisi lebih cenderung kepada struktur ritmik sebuah baris daripada struktur sintaktik sebuah kalimat seperti dalam prosa.
5.      Puisi merupakan sebuah totalitas, maka ia akan terdiri atas berbagai lapis, seperti lapis bunyi, lapis arti fisik, lapis dunia yang terdiri atas dunia dalam gambaran penyair dan dunia metafisis, dan lapis makna.

2.3 Jenis-Jenis Puisi
                        Menurut Sumardjo & Saini jenis-jenis puisi dibagi menjadi tiga, yaitu puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatik.
1.         Puisi Epik
                        Puisi epik adalah jenis puisi yang panjang, menceritakan suatu peristiwa atau kejadian yang pada umumnya menyangkut tokoh-tokoh yang gagah perkasa , pemberani dalam membela kebenaran. Puisi epik terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
1.      Puisi epos, yaitu puisi berisi cerita yang panjang, bahkan didalamnya terdapat banyak anak cerita yang dirangkai dalam cerita pokoknya. Bentuk epos adalah bentuk puisi bercerita yang paling tua. Beberapa bangsa memiliki eposnya sendiri-sendiri, seperti epos Illias dan Odisee dari Yunani, epos Aeneas dari Romawi, atau epos Mahabharata dan epos Ramayana dari India.
2.      Puisi Fabel, yaitu puisi yang berisi cerita tentang kehidupan binatang untuk menyindir dan memberi makna kehidupan pada manusia. Tujuan fable adalah untuk memberikan ajaran moral dengan menunjukkan sifat-sifat jelek manusia melalui simbol-simbol binatang.
3.      Puisi Balada, yaitu puisi cerita yang mengandung ciri-ciri sebagai berikut: bahasanya sederhana, langsung, dan konkret, mengandung unsure ketegangan, kejutan, dan ancaman dalam materi cerita, mengandung kontras-kontras yang dramatic, mengandung kadar emosi yang kuat, terdapat dialog didalamnya, ceritanya bersifat objektif dan impersonal.

2.         Puisi Lirik
                        Jika dalam puisi epik penyair bersifat objektif dan impersonal, maka dalam puisi lirik penyair menyuarakan pikiran dan perasaan pribadinya secara berperan. Dalam puisi lirik, pikiran, perasaan, serta sikap “aku” dalam sajak lirik merupakan pikiran, perasaan, dan sikap penyairnya.
                     Dapat disimpulkan bahwa puisi lirik adalah puisi yang sangat pendek, namun dapat diartikan pula sebagai puisi yang dinyanyikan, karena puisi lirik disusun dalam susunan yang sederhana dan mengungkapkan sesuatu yang sederhana pula. Pada umumnya puisi pendek dapat digolongkan kedalam puisi lirik.
                     Ditinjau dari maksud sajak, puisi lirik dapat digolongkan mejadi tiga, yaitu puisi kognitif, puisi ekspresif, dan puisi afektif.
1.       Puisi kognitif, yaitu puisi lirik yang menekankan isi gagasan penyairnya. Puisi ini mementingkan tema yang biasanya berisi pernyataan ide, ajaran kebijaksanaan, yang diungkapkan dalam gaya bahasa yang sedikit prosais, yaitu cenderung bermakna tunggal.
2.      Puisi ekspresif, yaitu puisi lirik yang menonjolkan ekspresi pribadi penyairnya. Puisi jenis ini menunjukkan spontanitas yang segar dan asli, namun kadang sulit dicerna karena ciri-ciri individualnya yang amat menonjol termasuk penggunaan lambang-lambang yang amat personal (pribadi).
3.      Puisi afektif, yaitu puisi lirik yang menekankan pentingnya mempengaruhi perasaan pembacanya. Puisi jenis ini mengajak pembaca untuk ikut merasakan suasana batin penyairnya, sehingga sering pula jenis puisi ini disebut puisi suasana hati. Suasana hati yang diungkapkan penyair biasanya perasaan yang sulit dirumuskan, tetapi hanya dapat dirasakan.
Ditinjau dari segi isinya, puisi lirik dibagi menjadi Sembilan macam, yaitu elegi, hymne, ode, epigram, humor, pastoral, idyl, satire, dan parodi.
1.      Elegi, yaitu puisi lirik yang berisi ratapan kematian seseorang. Elegi biasanya ditulis penyair langsung setelah kematian seseorang itu terjadi. Isi dari puisi elegi ini merupakan ratapan penyait terhadap kematian seseorang dengan mengenang jasa-jasanya atau janji-janji penyair kepada orang yang meninggal.
2.      Hymne, yaitu puisi lirik yang berisi pujaan kepada Tuhan atau kepada tanah air. Puisi jenis ini biasanya bernada agung, khidmat, dan penuh kemuliaan.
3.      Ode, yaitu puisi lirik yang berisi pujaan terhadap seorang pahlawan atau seorang tokoh yang dikaguli oleh penyair.
4.      Epigram, yaitu puisi lirik yang berupa ajaran kehidupan. Sifatnya mengajar dan menggurui, bentuknya pendek, dan bergaya ironis.
5.      Humor, yaitu puisi lirik yang mencari efek humor, baik dalam isi maupun teknik puisinya. Puisi jenis ini menekankan mutunya pada segi kecerdasan penyair dalam mengolah kata-kata maupun mempermainkan isinya.
6.      Pastoral, yaitu puisi lirik yang berisi penggambaran kehidupan kaum gembala atau petani di sawah-sawah. Nada pada puisi ini cenderung sendu atau nostalgik, merindukan kehidupan padang gembalaan dimasa muda.
7.      Idyl, yaitu puisi lirik yang berisi nyanyian tentang kehidupan di pedesaan, perbukitan, atau padang-padang. Isi dalam puisi ini biasanya penuh lukisan kehidupan dan pemandangan alam yang masih murni, manusia-manusia desa yang lugu, dan kehidupan yang sederhana.
8.      Satire, yaitu puisi lirik yang berisi ejekan dengan maksud memberikan kritik. Nadanya memang humor, namun karena berisi kritik, biasanya nada humor itu berubah menjadi singgungan bagi yang terkena kritik tersebut.
9.      Parodi, yaitu puisi lirik yang berisi ejekan, namun ditujukan terhadap karya seni tertentu. Dalam puisi jenis ini, karya seni yang menjadi sasaran biasanya dipermainkan arti dan bentuknya sehingga tercapai efek humor / lelucon sekaligus ejekan terhadap karya seni tersebut.

3.       Puisi Dramatik
                     Puisi dramatik pada dasarnya berisi analisis watak seseorang, baik bersifat historis, mitos, maupun fiktif ciptaan penyairnya. Puisi ini mengungkapkan suatu suasana tertentu atau peristiwa tertentu melalui mata batin tokoh yang dipilih penyairnya. Sang “aku” dalam puisi dramatik tidak identik dengan pribadi penyairnya. Sikap dalam puisi drmatik adalah sikap tokoh yang dipilih penyair yang biasa diungkapkan dalam monolog panjang tentang peristiwa atau suasana kritis yang dihadapinya. Isi puisi dramatik adalah analisis tokoh tentang situasi gawat yang dihadapinya sehingga terlihat jelas ciri-ciri watak tokoh tersebut.      

Pengertian Media
                        Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar.
            Menurut Gagne (1970) dalam (Sadiman 1984:6) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.
Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Assosiation/NEA) memiliki pengertian yang berbeda-beda. Media adalah bentuk komunikasi, baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi , dapat dilihat, didengar, dan dibaca.
Dari pengertian media menurut para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang berfungsi untuk menyalurkan informasi dari sumber informasi (pendidik) kepada penerima informasi (peserta didik) agar mendapatkan pengetahuan yang ingin dicapai.

Manfaat Media Pendidikan
1.      Mengatasi perbedaan pengalaman pribadi peserta didik
2.      Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan lingkungan
3.      Terjadi kontak langsung antara guru dan murid
4.      mengatasi kesulitan apabila suatu benda secara langsung tidak dapat diamati
5.      mengatasi gerak benda secara cepat atau terlalu lambat, sedangkan proses gerakan itu menjadi pusat perhatian peserta didik
6.      Menarik perhatian siswa terhadap materi ajar yang disajikan
7.      Mengatasi peristiwa alam
8.      Mengurangi bahkan menghilangkan verbalisme
9.      Memungkinkan terjadinya kontak langsung dengan masyarakat atau dengan alam sekitar

Proposal Penelitian ANALISIS STILISTIKA BALADA-BALADA KARYA TOTON GREENTOEL DAN PERSEPSI ANAK-ANAK DI PROVINSI BANTEN



Proposal Penelitian
ANALISIS STILISTIKA BALADA-BALADA KARYA TOTON GREENTOEL DAN PERSEPSI ANAK-ANAK DI PROVINSI BANTEN

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah stilistika
 



Disusun Oleh:
MIMIN MINTARI (2222090200)
Kelas VA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2011




FKIP.jpg






LEMBAR MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Setelah cucuran air mata akan muncul sebuah senyuman, dan setelah malam ada siang. Awan dukia akan bercerai berai, malam-malam pahit menjadi terang. Kemalangan akan selesai dan derita akan usai dengan izin Allah. Optimislah, walaupun engkau berada ditengah-tengah badai angin topan.



Kupersembahkan kepada :

§  Ayahanda dan Ibunda yang tercinta
§  Kakakku tersayang
§  Adikku tersayang
§  Teman-teman dekat saya








KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Wr . Wb.
            Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta kekuatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tugas akhir.
            Penelitian yang berjudul “Analisis Stilistika Balada-balada Karya Toton Greentoel dan Persepsi Anak-anak di Propinsi Banten”, penulis sajikan guna melengkapi salah satu tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah stilistika.
            Akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan yang jauh dari sempurna dalam penulisan ini, oleh karena penulis mohon kritik dan saran dari semua pihak yang membaca ini,demi penyempurnaan.Semoga Allah SWT senangtiasa memberikan balasan yang berlipat ganda atas bantuan dan kebaikannya.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.



                                                                                                          Serang, 27 Desember 2011

                                                                                                          Penyusun



                                                                                                          MIMIN MINTARI




DAFTAR ISI

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN....................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah...........................................................................................1
1.2  Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
1.2.1   Rumusan Masalah.....................................................................................  ....3
1.2.2   Batasan Masalah............................................................................................3
1.3  Tujuan Penelitian......................................................................................................3
1.4  Manfaat Penelitian....................................................................................................3
1.5  Definisi Istilah..........................................................................................................4

BAB II  STILISTIKA, BALADA, JENIS-JENIS GAYA BAHASA, PUISI, DAN NILAI KEBUDAYAAN
            2.1 Stilistika
                   2.1.1 Pengertian Stilistika.......................................................................................5
                   2.1.2 Jenis-jenis Stilistika.......................................................................................6
            2.2 Balada
                   2.2.1 Pengertian Balada..........................................................................................6
                   2.2.2 Jenis-jenis Balada..........................................................................................7
            2.3 Gaya Bahasa
                   2.3.1 Pengertian Gaya Bahasa................................................................................7
                   2.3.2 Jenis-jenis Gaya Bahasa................................................................................8
            2.4  Puisi
                   2.4.1 Pengertian Puisi............................................................................................14
                   2.4.2 Ciri-ciri Puisi................................................................................................14
                   2.4.3 Jenis-jenis Puisi............................................................................................15
            2.5 Budaya
                   2.5.1 Pengertian Budaya........................................................................................17
                   2.5.2 Unsur-unsur Budaya.....................................................................................18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
            3.1 Metode Penelitian
                   3.1.1 Jenis Penelitian.............................................................................................19
                   3.1.2 Objek Penelitian...........................................................................................19
            3.2 Data dan Sumber Data
                   3.2.1 Data penelitian..............................................................................................19
                   3.2.2 Sumber Data.................................................................................................19
            3.3 Teknik Penelitian...................................................................................................20
            3.4 Populasi dan Sampel
                   3.4.1 Populasi........................................................................................................20
                   3.4.2Sampel...........................................................................................................21
            3.5 Prosedur Penelitian.................................................................................................21
3.6 Paradigma Penelitian..............................................................................................22

BAB IV  HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
            4.1 Penelitian Yang Relevan........................................................................................23
            4.2 Data Penelitian ......................................................................................................24
            4.3 Analisis Hasil Penelitian........................................................................................29
            4.4 Penafsiran Hasil Analisis Budaya..........................................................................47

BAB V KESIMPULAN
            5.1 Kesimpulan.............................................................................................................52
            5.2 Saran.......................................................................................................................52

DAFTAR PUSTAKA




BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Sastra dan seni merupakan dua bidang berbeda yang kadang kala dapat mengisi dan membangun suatu unsur kualitas menjadi saling berkait. Walau keduanya berbeda bidang cakupan namun jika keduanya digabungkan menjadi satu akan menimbulkan suatu keselarasan estetik yang menarik. Contohnya yaitu yang terdapat dalam karya sastra puisi yang biasanya dijadikan syair oleh pengarang lagu atau musisi serta oleh sastrawan sendiri dapat dijadikan musikalisasi puisi atau menjadi balada. Penggabungan tersebut pula membuat sastra dan seni terlihat bagaikan simbolis mutualisme yang saling bergantung di dalam memproduksi sebuah karya.
Karya sastra dan seni sendiri lahir dari seseorang yang hidup dalam lingkungan suatu masyarakat dengan menyajikan gambaran suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi di dalam suatu kehidupan masyarakat dengan tujuan untuk dijadikan bahan perenungan kepada kita sebagai manusia yang menjadi anggota masyarakat dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai tersebut dapat berupa nilai budaya, agama, pendidikan, sosial, politik, dan lain sebagainya.
Berhubungan dengan karya sastra puisi yang dijadikan sebuah lagu oleh seorang sastrawan. Jenis penyampaian yang dilakukan dapat dengan gaya musikalisasi puisi dan dengan cara gaya balada. Musikalisasi puisi itu sendiri merupakan bentuk penyampaian sajak atau puisi yang dilakukan dengan cara dilagukan atau dinyanyikan. Sedangkan balada merupakan sajak atau puisi yang cara penyampaiannya dilakukan dengan dilagukan atau dinyanyikan yang isinya menceritakan suatu kisah yang terdapat di lingkungan masyarakat serta mengandung unsur humor.
Jarang banyak orang yang tahu akan keindahan dari balada sebagai salah satu jenis puisi atau sajak yang cara penyampaiannya dilakukan dengan dinyanyikan. Dan mungkin jika ada sebuah lagu yang menceritakan suatu kisah dalam kehidupan masyarakat kebanyakan orang-orang akan menganggap lagu tersebut bukan suatu sajak atau puisi yang dilagukan atau dinyanyikan melainkan hanyalah sebuah syair lagu untuk dinyanyikan. Maka untuk itu diperlukannya analisis untuk mengungkap suatu jenis dan struktur dari balada itu sendiri agar ditemukannya perbedaan dan makna yang terkandung di dalamnya melalui analisis stilistika yang akan membongkar gaya-gaya bahasa yang digunakan dalam balada.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam analisis ini penulis mengkaji suatu permasalahan yang ada pada kehidupan masyarakat dengan melihat suatu nilai budaya dalam suatu karya sastra berkaitan dengan nilai budaya di suatu masyarakat daerah tertentu melalui karya sastra balada. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa banyak orang yang tidak mengetahui akan keberadaan balada termasuk masyarakat yang berada di daerah propinsi Banten.
Kemudian jarang yang tahu akan keberadaan sastrawan atau seniman balada tersebut yang ternyata lewat karyanya tersebut kita dapat mengetahui  pembelajaran mengenai suatu nilai dan dalam penelitian ini penulis akan membahas serta mendeskripsikan mengenai nilai kebudayaan yang terkandung dalam suatu balada. Tentunya sangat berkaitan dengan kebudayaan yang terdapat pada daerah propinsi Banten sebagai tempat tinggal penulis dan juga memiliki begitu banyak ragam ciri khas kebudayaan yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.
Tantowi Ahmad atau yang biasa dikenal dengan sebutan Toton Greentoel merupakan sastrawan sekaligus seniman di daerah propinsi Banten yang lewat karyanya dapat memeperkenalkan kebudayaan yang hampir punah di daerah propinsi Banten. Lewat tembang-tembang dengan bahasa Jawa-Serang dan berawal dari menciptakan sayair-syair balada Toton Greentoel dapat memunculkan kembali kebudayaan di daerah propinsi Banten yang hampir punah atau hilang tersebut.
Balada-balada Toton Greentoel adalah salah satu karya sastra yang berpadu dengan seni dan dapat dijadikan bahan referensi pelestarian budaya yang terdapat di propinsi Banten. Karya-karya yang diciptakan layak untuk dijadikan panduan dalam mengenal kebudayaan serta adat istiadat yang terdapat di daerah propinsi Banten.
Maka dari pemaparan di atas penulis dalam penelitiannya ini akan mendeskripsikan hasil analisis stilistika terhadap balada-balada karya Toton Greentoel serta kandungan nilai kebudayaan yang terdapat di dalamnya berkaitan dengan kebudayaan yang terdapat di propinsi Banten dengan mengangkat judul penelitian “Analisis Stilistika Balada-balada Karya Toton Greentoel dan Persepsi Anak-anak di Propinsi Banten”.

Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah                                                                                            
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.        Bagaimana struktur gaya bahasa yang terdapat dalam balada-balada karya Toton Greentoel dengan menggunakan analisis stilistika?
2.        Bagaimana kandungan nilai kebudayaan yang terdapat dalam balada-balada Toton Greentoel terhadap kaitannya dengan budaya anak-anak di propinsi Banten?

1.2.2  Batasan Masalah
Mencegah adanya kekaburan masalah dan untuk mengarahkan penelitian ini agar lebih intensif dan efisien dengan tujuan yang ingin dicapai, diperlukan pembatasan masalah.
Pembatasan dalam penelitian ini membatasi permasalahan pada analisis stilistika dalam balada-balada karya Toton Greentoel dengan kandungan nilai kebudayaan yang terdapat di dalamnya berkaitan dengan kebudayaan anak-anak yang ada di propinsi Banten.
                              
1.3  Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemaparan pada permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1.      Mendeskripsikan struktur gaya bahasa yang terdapat dalam balada-balada karya Toton Greentoel dengan menggunakan analisis stilistika.
2.      Mendeskripsikan kandungan nilai kebudayaan yang terdapat dalam balada-balada Toton Greentoel terhadap kaitannya dengan budaya anak-anak di propinsi Banten.

1.4  Manfaat Penelitian
1.    Manfaat teoritis
a.       Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai studi analisis stilistika dalam gaya bahasa pada sastra di Indonesia, terutama dalam penelitian di bidang puisi dan balada.
b.      Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam mengaplikasikan teori stilistika dalam mengungkapkan kandungan nilai kebudayaan yang terdapat pada balada-balada Toton Greentoel.
2.    Manfaat Praktis
a.      Hasil penelitian ini dapat menambah referensi penelitian karya sastra Indonesia khususnya di daerah Banten untuk menambah wawasan kepada pembaca tentang kebudayaan yang berada di propinsi Banten.
b.      Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada kita tentang kebudayaan yang terdapat di propinsi Banten.


1.5  Definisi Istilah
a)      Analisis
Analisis adalah menguraikan unsur-unsur karya sastra dengan tujuan untuk memahami pertalian antara unsur-unsur tersebut dalam mendukung karya sastra tersebut (Sudjana, 1990:6). Dalam hal ini menganalisis lima buah balada karya Toton Greentoel.
b)      Stilistika
Istilah stilistika atau stylistics terdiri dari dua kata style dan ics. Stylist adalah pengarang atau pembicara yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam mode. Ics atau ika adalah ilmu, kaji, telaah. Jadi, stilistika dapat diartikan sebagai sebuah kajian ilmu yang membahas mengenai suatu gaya dalam penulisan suatu karya sastra maupun dalam konteks linguistik pada penelitian gaya bahasa.
c)      Balada
Balada adalah sebuah karya yang bentuknya berupa sajak yang biasanya isinya menceritakan suatu kisah yang terdapat dilingkungan masyarakat dengan cara penyampaian yang dinyanyikan atau dilagukan dan juga mengandung unsur humor. Dalam hal ini lima buah balaada karya Toton Greentoel.
d)     Nilai Kebudayaan
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh semua masyarakat.



BAB 2
STILISTIKA, BALADA, JENIS-JENIS GAYA BAHASA, PUISI, DAN NILAI KEBUDAYAAN
2.1 Stilistika
2.1.1  Pengertian Stilistika
            Stilistika berasal dari Bahasa Inggris yaitu “Style” yang berarti gaya dan dari bahasa serapan “linguistic” yang berarti tata bahasa. Istilah stilistika atau stylistics terdiri dari dua kata style dan ics. Stylist adalah pengarang atau pembicara yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam mode. Ics atau ika adalah ilmu, kaji, telaah. Jadi, stilistika adalah ilmu gaya atau ilmu gaya bahasa.
Umar Junus (1989 : x) dalam buku Stilistiknya mengemukakan pengertian tentang stilistik sebagai ‘gaya’ istilah yang dipilihnya karena alasan persoalan selera penggunaan istilah. Dan Umar Junus (1989:4) memberikan ringkasan mengenai pengertian gaya menurut Enkvist dalam On Defining Style (1964), yaitu:
1.    Bungkus yang membungkus inti pemikiran atau pernyataan yang telah ada sebelumnya;
2.    Pilihan antara berbagai-bagai pernyataan yang mungkin;
3.    Sekumpulan ciri-ciri pribadi;
4.      Penyimpangan daripada norma atau kaedah;
5.      Sekumpulan ciri-ciri kolektif;
6.      Hubungan antara satuan bahasa yang dinyatakan dalam teks yang lebih luas daripada sebuah ayat.
Maka dari keterangan atau pendapat-pendapat dari beberapa ahli di atas tersebut, stilistika dapat diartikan sebagai sebuah kajian ilmu yang membahas mengenai suatu gaya dalam penulisan suatu karya sastra maupun dalam konteks linguistik pada penelitian gaya bahasa.Kemudian dari pengertian-pengertian tersebut maka Hartoko dan Rahmanto (1986:138) mengemukakan bahwa dalam stilistika, ilmu yang meneliti gaya bahasa, dibedakan antara stilistika deskriptif dan stilistika genetik. Stilistika deskriptif mendekati gaya bahasa sebagai keseluruhan daya ekspresi kejiwaan yang terkandung dalam suatu bahasa dan meneliti nilai-nilai ekspresivitas khusus yang terkandung dalam suatu bahasa (langue), yaitu secara morfologis, sintaksis, dan semantis.  Adapun stilistika genetik adalah stilistika individual yang mengandung gaya bahasa sebagai suatu ungkapan yang khas dan pribadi.
            Kridalaksana (1983:15) mengemukakan bahwa stilistika adalah ilmu yang  menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra, ilmu interdisipliner linguistik pada penelitian gaya bahasa. Sedangkan menurut Pradopo (1999:94) mengemukakan bahwa stilistika itu tidak hanya merupakan studi gaya bahasa dalam kesusastraan saja, melainkan juga studi gaya bahasa dalam bahasa pada umumnya meskipun ada perhatian khusus pada bahasa kesusastraan yang paling sadar dan paling kompleks.
2.1.2 Jenis-jenis Stilistika
            Hartoko dan Rahmanto (1986:138) mengemukakan bahwa stilistika dibedakan menjadi dua bagian, yaitu stilistika deskriptif dan stilistika genetik. Stilistika deskriptif mendekati gaya bahasa sebagai keseluruhan daya ekspresi kejiwaan yang terkandung dalam suatu bahasa dan meneliti nilai-nilai ekspresivitas khusus yang terkandung dalam suatu bahasa (langue), yaitu secara morfologis, sintaksis, dan semantis. Sedangkan stilistika genetik adalah stilistika individual yang memandang gaya bahasa sebagai suatu ungkapan yang khas pribadi.
2.2 Balada
2.2.1 Pengertian Balada
Graves (1963:vii) mengemukakan bahwa balada di Inggris diperkenalkan oleh Norman-French yang disebut “balet”. Balet merupakan suatu nyanyian yang dipakai untuk berdansa ataupun nyanyian yang tidak dipakai untuk berdansa. Nyanyian-nyanyian yang tidak dipakai untuk berdansa tersebut dinamakan “balada” yang berkembang pada awal abad ke-14 sampai dengan pertengahan abad ke-17 yang merupakan masa keemasan balada. Balada dapat diartikan pula sebagai puisi-puisi yang diiringi musik ataupun tanpa diiringi musik. Balada biasanya berupa puisi cinta.
Lebih lanjut. Graves (1963:xiv) mengemukakan bahwa balada adalah sajak yang bersemangat, sederhana dalam bait-bait yang pendek, berisi cerita popular dan diceritakan secara jelas, mengandung humor, tidak berupa khotbah atau berita politik, lebih menarik perhatian hati daripada pikiran, kebanyakan bertema kembar (misalnya : cinta dan kematian) menghindari retorik, dan mengandung suspensi untuk menarik perhatian.
Menurut Graves (1963:viii) dunia balada adalah dunia magis, misterius, dan barbar. Balada idgunakan sebagai cara menyembah berhala dalam agama lama yang berlangsung hingga pada awal abad ke-18. balada juga digunakan untuk membasmi hama tumbuh-tumbuhan, membunuh binatang dan manusia, serta peningkatan pernafasan. Balada sering digunakan dalam festival-festival dan permainan-permainan di Inggris. Selain itu balada digunakan pada perayaan agama lain, pesta makan besar, dan pesta natal.
Menurut Graves (1963:xi-xii) bahwa balada juga dinyanyikan pada saat orang-orang yang sedang bekerja di bengkel, memintal, menenun, menggiling jagung, mencangkul, dan sebagainya. Para pelaut juga menyanyikan balada pada saat mereka menarik ikan hasil tangkapan mereka. Balada yang berupa nyanyian laut tersebut dinyanyikan secara berlanjut hingga pada abad ke-19.
Sedangkan menurut Abrams (1970:13) mengemukakan bahwa balada populer yang dikenal sebagai balada rakyat atau balada tradisional adalah sebuah lagu yang disampaikan secara lisan, dan menceritakan tentang sebuah kisah. Balada populer bersifat dramatik dan impersonal. Bentuk balada yang paling umum adalah stanza atau disebut stanza balada, yaitu sebuah kuatrain bergantian empat dan tiga baris yang rimanya hanya pada baris kedua dan keempat. 
2.2.2 Jenis-jenis Balada
            Hartoko dan Rahmano (1986:23) membedakan balada menjadi dua jenis yaitu balada rakyat dan balada literer. Balada rakyat berasal dari rakyat dan dibawakan dalam pertemuan-pertemuan rakyat, mengisahkan tindak kepahlawanan seorang tokoh sejarah atau peristiwa-peristiwa yang terjadi pada zaman dahulu, kadang juga menceritakan sebuah percintaan antara dua kekasih tetapi biasanya tanpa akhir yang bahagia. Sedangkan balada literer terjadi di Prancispada abad pertengahan dan menjadi populer pada abad ke-14 dan ke-15. 
            Sedangkan Pradopo (1995:48) mengemukakan bahwa balada dibagi menjadi tiga ragam, yaitu balada klasik, balada romantik, dan balada modern. Balada klasik mengandung misteri karena kepercayaan pada kekuatan gaib, balada romatik mengambil kehidupan pada masa penyair menulis sajaknya, dan belada modern mengandung misteri kehidupan yang absurd untuk mengemukakan pikiran si penyair secara tidak langsung. Penyair yang banyak menulis balada antara lain W.S Rendra, Ajip Rosidi, dan Subagio Sastrowardojo.
2.3 Gaya Bahasa
2.3.1 Pengertian Gaya Bahasa
            Menurut Pradopo (2007:264) Gaya bahasa merupakan cara penggunaan bahasa secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu. Dalam karya sastra, efek ini adalah efek estetik yang turut menyebabkan karya sastra bernilai seni.
            Menurut Hartoko dan Rahmanto (1986:137) mengemukakan bahwa gaya bahasa adalah cara yang khas dipakai seseorang untuk mengungkapkan diri (gaya pribadi). Demikian pula yang dikemukakan oleh Keraf (2005:113) bahwa gaya bahasa itu cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian seorang penulis (pemakai bahasa).
2.3.2 Jenis-jenis Gaya Bahasa
            Pradopo (1999:95) mengemukakan bahwa jenis-jenis gaya bahasa itu berkaitan dengan unsur-unsur bahasa atau aspek-aspek bahasa, yaitu intonasi, bunyi, kata-kata, dan kalimat. Akan tetapi, karena intonasi itu hanya ada dalam bahasa lisan dan tidak tercatat dalam bahasa tulisan, maka gaya intonasi sukar diteliti bahkan tidak dapat diteliti. Gaya bunyi meliputi kiasan bunyi, sajak (rima), onomatope, orkestrasi, dan irama. Gaya kata meliputi gaya bentuk kata (morfologi), gaya arti kata (semantik), diksi, bahasa kiasan, gaya citraan, dan gaya asal-usul kata (etimologi). Gaya kalimat meliputi gaya bentuk kalimat dan sarana retorika.
  1.   Gaya Bunyi
1.    Asonansi
            Asonansi adalah ulangan bunyi vokal dalam baris sajak. Asonansi ini disamping untuk kemerduan dan menimbulkan irama, juga untuk menghangatkan atau mengeraskan arti kata-kata atau kalimat baris sajak atau juga untuk membangkitkan suasana tertentu. Hal ini berhubungan dengan simbolik bunyi atau lambing rasa (Pradopo. 1997:57-58).
2.    Aliterasi
Aliterasi atau sajak rangka adalah ulangan konsonan dalam baris sajak. Dengan kombinasi demikian, intensitas arti menjadi bertambah (Pradopo, 1997:58). Kemudian Herwan (2005:53) juga mengungkapkan bahwa aliterasi merupakan pengulangan bunyi konsonan yang sama.
3.    Sajak
Sajak atau rima disini menurut Waluyo (dalam Herwan, 2005:53) adalah pengulangan bunyi dalam puisi sampai membentuk musikalitas. Dalam balada Pradopo membagi rima mejadi empat jenis yaitu;
1)   Sajak Awal
            Untuk membuat berirama, sajak sering mempergunakan sajak (rima )awal. Sajak awal adalah sajak yang berada di awal baris-baris sajak. (Pradopo, 1997:58).
2)   Sajak Akhir
            Sajak akhir adalah pola persajakan (ulangan suara) di akhir tiap-tiap baris. Dapat dikatakan sajak akhir yang paling banyak dipergunakan dalam sajak untuk mendapatkan efek estetis berupa hiasan, penyangatan (intensitas) makna, sering untuk pertentangan arti dan untuk menimbulkan irama yang menyebabkan liris (pencurahan perasaan) atapun ekspresivitas. Pola sajak akhir paling bervariasi diantara pola persajakan yang lain. Sajak akhir ada yang berpola tetap dan adapun yang tidak tetap (Pradopo, 1997: 59).
3)   Sajak Tengah
            Sajak tengah adalah pola sajak ditengah baris antara dua baris atau lebih. Pada umumnya sajak tengah terdapat di dalam pantun (Pradopo, 1997: 60).
4)   Sajak Dalam
            Sajak dalam adalah sajak yang terdapat didalam satu baris, gunanya untuk membuat sajak berirama (Pradopo. 1997: 61).
4.      Efoni
            Efoni (euphony) adalah kombinasi bunyi yang merdu. Kombinasi yang merdu biasanya dapat membantu menimbulkan suasana yang menyenangkan dan rasa kasih sayang. Bunyi merdu tersebut berupa kombinasi bunyi sengau (m, n, ng, ny), bunyi bersuara (b, d, g), dan bunyi likuida (r, l) (Pradopo, 1997: 62).
5.        Kakofoni
            Kakofoni (cacophony) adalah kombinasi bunyi yang tidak merdu dan parau. Berupa kombinasi bunyi yang tidak bersuara yaiyu berupa bunyi k, p, s, t (Pradopo, 1997:63).
B.       Gaya Kata
1.        Penghilangan Imbuhan
Penghilangan imbuhan banyak digunakan dalam puisi, misalnya untuk pemadatan hingga menjadi ekspresif. Penghilangan imbuhan membuat sajak berirama (Pradopo, 2007: 102).
2.        Diksi
Diksi dipergunakan untuk mendapatkan arti (makna) setepat-tepatnya untuk intensitas pernyataan (ekspresi). Diksi dibagi menjadi empat macam, antara lain:
1)        Diksi puitik
            Kata-kata dipilih dengan cara sedemikian rupa hingga artinya menimbulkan imajinasi estetik, maka hasilnya disebut diksi puitik (Pradopo, 20007: 54).
2)        Diksi Pedesaan
Diksi pedesaan adalah sajak-sajak yang menceritakan tentang sebuah keadaan pedesaan disuatu tempat.
3.        Citraan
Citraan (imagery) adalah gambaran-gambaran dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya Altenbernd (Pradopo, 2007: 80). Citraan dipergunakan untuk memberikan gambaran yang jelas untuk menimbulkan suasana yang khusus, untuk memberikan gambaran lebih hidup dalam pikiran dan penginderaan serta untuk menarik perhatian, penyair juga menggunakan gambaran-gambaran angan disamping alat kepuitisan yang lain (Pradopo, 2007: 79). Citraan memiliki macam-macam jenisnya, antara lain citraan penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, penciuman, dan gerakan.
Citraan penglihatan ialah citraan yang tercipta dari kekuatan daya penglihatan (imaji) penyair yang berkaitan dengan indera penglihatannya dan menimbulkan efek daya baying penglihatan juga dalam diri pembaca.
Citraan pendengaran ialah citraan yang ditimbulkan oleh pilihan kata atas kekuatan daya angan indera pendengaran penyair yang  bisa menimbulkan efek daya angan indera pendengaran pembaca.
Citraan perabaan ialah citraan yang ditimbukan oleh pilihan kata atau kekuatan daya angan indera raba penyair yang bisa menimbulkan efek daya angan indera raba pembaca.
Citraan pengecapan ialah citraan yang ditimbukan oleh pilihan kata atas kekuatan daya angan indera rasa atau indera pengecapan penyair yang bisa menimbukan efek daya angan indera rasa atau indera pegecapan pembaca.
Citraan penciuman ialah citraan yang ditimbulkan oleh kekuatan daya angan indera penciuman penyair yang dapat menimbuklan efek kepada daya angan indera penciuman pembaca. 
4.         Bahasa Kiasan
Bahasa kiasan dipergunakan untuk mendapatkan kepuitisan. Bahasa kiasan menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan mengiaskan atau mempersamakan suatu hal dengan hal lainnya supaya gambaran menjadi jelas. Macam-macam bahasa kiasan antara lain perbandingan perumpamaan, perumpamaan epos, metafora, metafora yang diperluas, personifikasi, metonimi, sinekdok, dan alegori. Meskipun bermacam-macam, namun bahasa kiasan mempunyai hal yang umum, yaitu bahasa-bahasa kiasan tersebut mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkannya dengan sesuatu yang lain (Altenbernd dalam Pradopo, 2007: 62-63).
Bahasa kiasan (figurative language) dipergunakan untuk mendapatkan kepuitisan yang menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan itu bermacam-macam: perbandingan atau perumpamaan (simile), perumpamaan epos (epic simile), metafora, metafora yang diperluas (extended metaphor), personifikasi, metonimi, sinekdoki, dan alegori.
1.    Perbandingan atau perumpamaan (simile)
Gaya bahasa perbandingan menurut Herwan (2005:50) adalah kiasan tidak langsung artinya diantara sesuatu yang dikiasaknnya ada banyak digunakan kata-kata penghubung perbandingan seperti, bagaikan, laksana, dan lain-lain.
2.    Metafora
Waluyo (1987:84) mengemukakan pendapat bahwa majas metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan tidak disebutkan.
3.    Personifikasi
Menururt Herwan (2005:50) personifikasai yaitu kiasan yang menggambarkan sesuatu yang bersifat mati seolah-olah menjadi hidup atau memiliki sifat kemanusiaan.
4.    Metonimi
Metonimi menurut Badudu (1975:73) adalah sepatah kata atau sebuah nama yang berasosiasi dengan suatu benda dipakai untuk menggantikan benda yang dimaksud tadi.
5.    Sinekdoki
Gaya bahasa sinekdoki terbagi atas :
a)        Pars pro toto (sebagian untuk seluruh)
b)        Totem pro toto (seluruh untuk sebagian)
6.    Alegori
Menurut Badudu (1975:72) alegori merupakan gaya bahasa yang memperlihatkan suatu perbandingan utuh. Beberapa perbandingan yang bertaut satu dengan yang lain membentuk satu kesatuan utuh.
2.6  Gaya Kalimat
1.    Penghilangan kata penghubung
Penghilangan kata penghubung berfungsi untuk mendapatkan irama dan liris, kepadatan, dan ekspresivitas.
2.    Sarana Retorika
            Sarana retorika merupakan sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran (Altenbernd dalam Pradopo. 2007: 93). Dengan muslihat itu, para penyair berusaha menarik perhatian, pikiran, hingga pembaca berkontempelasi atas apa yang dikemukakan penyair. Pada umumnya, sarana retorika menimbulkan ketegangan puitis karena pembaca harus memikirkan efek apa yang ditimbulkan dan dimaksudkan oleh penyair. Macam-macam sarana retorika antara lain repetisi, hiperbola, tautologi, gaya wacana, paralelisme, pleonasme, paradoks, klimaks, kiasmus, litotes,dan lain-lain. Namun, setiap periode atau angkatan sastra mempunyai jenis-jenis sarana retorika yang digemari, bahkan setiap penyair mempunyai ciri khas yang khusus dalam menggunakan dan memilih sajak-sajak retorika dalam sajaknya (Pradopo, 2007: 94).
1)   Repetisi
Repetisi adalah pengulangan kata-kata yang befungsi untuk memberi tekanan bahwa kata-kata itu di anggap penting. Repetisi adalah pengulangan baik berupa kata, kalimat, frase, baris dan bait. Berfungsi untuk memberi tekanan pada bagian yang penting.
2)   Hiperbola
Hiperbola adalah ungkapan-unkapan yang berfungsi untuk menyangatkan, untuk intensitas dan ekspresivitas. Menurut Herwan (2005:49) hiperbola adalah majas yang membuat sesuatu yang dikiasakannya menjadi sangat berlebihan.
3)   Tautology
Tautology adalah pengulangan kata-kata yang berfungsi untuk membuat arti kata atau keadaan itu lebih mendalam bagi pembaca atau pendengar.
4)      Pleonasme
Kata atau kata-kata yang digunakan orang yang sebenarnya tak perlu dipakai lagi sebab yang dinyatakan oleh kata atau kata-kata itu sudah terkandung artinya pada yang mendahuluinya.
5)      Paralelisme
Pengulangan kata-kata untuk penegasan yang terdapat pada puisi atau sajak. Menurut Herwan (2005:51) pararel adalah ungkapan yang berulang secara pararel atau sejajar.
6)      Enumerasi
Beberapa peristiwa yang membentuk satu kesatuan dilukiskan satu per satu supaya tiap-tiap peristiwa dalam keseluruhannya itu nampak jelas.



7)      Paradoks
Dalam gaya bahasa ini terlihat seolah-olah ada pertentangan. Tetapi jika diteliti lebih seksama ternyata tidak karena obyek yang dikemukakan berlainan. Misalnya: dia kaya, tetapi miskin.
8)      Klimaks
Gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berturut-turut makin lama makin menghebat (naik).
9)      Litotes
Kata yang dipergunakan berlawanan artinya dengan yang dimaksud yang bertujuan merendahkan diri terhadap orang tempat berbicara.
10)  Pertanyaan Retorik
Gaya bahasa penegasan yang mempergunakan kalimat tanya tak bertanya, sering menyatakan kesangsian atau bersifat mengejak.
  1. Gaya Wacana
            Wacana adalah satuan arti yang lebih dari satu kalimat (Junus, 1989:99). Gaya wacana. Gaya wacana meliputi refrain, perbandingan epos, paralelisme, metafora, alegori, dan enumerasi (Pradopo, 1999:99).
Ratna (2009:67) mengemukakan tujuan utama gaya bahasa adalah menghadirkan aspek keindahan. Dalam gaya bahasa kata-kata selain memiliki arti tertentu juga berfungsi untuk mengevokasi bahkan mengenergisasikan kata-kata lain, demikian seterusnya sehingga keseluruhan aspek berfungsi secara maksimal.
Ratna (2009:161) juga menambahkan dalam bukunya bahwa proses penciptaan gaya bahasa jelas disadari oleh penulisnya. Dalam penulisannya, dalam rangka memperoleh aspek keindahan secara maksimal, untuk menemukan satu kata atau kelompok kata yang dianggap tepat penulis melakukannya secara berulang-ulang.
            Pendapat lain mengenai jenis-jenis gaya bahasa menurut Umar Junus (1989:104) adalah bahwa konsep variasi gaya bahasa berasal dari linguistik. Variasi dalam linguistik merujuk kepada dua bentuk yang merujuk pada hal yang sama atau tidak distinktif. Umar Junus membagi jenis-jenis gaya bahasa, antara lain: sinonim (persamaan kata), metonimi (perpindahan kata), metafora.


2.4 PUISI
2.4.1 Pengertian puisi
             Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani, yaitu poeima yang artinya membuat atau poesis yang artinya pembuatan. Dalam bahasa Inggris, disebut dengan poem atau poetry. Puisi diartikan membuat atau pembuatan, karena dengan puisi seseorang telah menciptakan satu dunianya sendiri, yang didalamnya ada gambaran suasaa tertentu baik fisik maupun batin.
                        Menurut Altenbernd (Herwan, 2005:2) mendefinisikan puisi sebagai pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum).
            Menurut Dunton dalam Herwan (2005:2) berpendapat bahwa puisi merupakan pemikiran manusia secara kongkret dan artistic dalam bahasa emosional serta berirama.
            Dari beberapa pendapat para ahli mengenai puisi diatas, dapat disimpulkan bahwa puisi merupakan ungkapan perasaan seseorang yang dituangkan dan diekspresikan melalui tulisan dengan menggunakan bahasa emosional atau bahasa keindahan.
2.4.2 Ciri-Ciri Puisi
Menurut Herwan (2005:10), puisi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Ciri yang paling menonjol dalam puisi adalah bahasanya. Bahasa dalam puisi penuh dengan bahasa konotatif, yaitu bukan bahsa yang sebenarnya atau bahasa kiasan, dengan disertai oleh pilihan kata atau diksi dan gaya bahasa atau majas.
2. Bentuk tubuh puisi cenderung berlarik dan berbait, walaupun dalam perkembangan puisi modern bneruk tubuh puisi beragam, bahkan ada yang sangat mirip dengan bentuk tubuh cerpen.
3.    Puisi pada umumnya berbentuk monolog. Di dalamnya banyak ditemukan “aku-larik”, jarang puisi yang berisi dialog-dialog, meski tentu ada pula penyair yang menulis dengan menyelipkan dialog-dialog.
4.    Keterkaitan sebuah kata dalam puisi lebih cenderung kepada struktur ritmik sebuah baris daripada struktur sintaktik sebuah kalimat seperti dalam prosa.
5.    Puisi merupakan sebuah totalitas, maka ia akan terdiri atas berbagai lapis, seperti lapis bunyi, lapis arti fisik, lapis dunia yang terdiri atas dunia dalam gambaran penyair dan dunia metafisis, dan lapis makna.


2.4.3 Jenis-Jenis Puisi
         Menurut Sumardjo & Saini jenis-jenis puisi dibagi menjadi tiga, yaitu puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatik.
1.Puisi Epik
         Puisi epik adalah jenis puisi yang panjang, menceritakan suatu peristiwa atau kejadian yang pada umumnya menyangkut tokoh-tokoh yang gagah perkasa , pemberani dalam membela kebenaran. Puisi epik terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
1)            Puisi epos, yaitu puisi berisi cerita yang panjang, bahkan didalamnya terdapat banyak anak cerita yang dirangkai dalam cerita pokoknya. Bentuk epos adalah bentuk puisi bercerita yang paling tua. Beberapa bangsa memiliki eposnya sendiri-sendiri, seperti epos Illias dan Odisee dari Yunani, epos Aeneas dari Romawi, atau epos Mahabharata dan epos Ramayana dari India.
2)            Puisi Fabel, yaitu puisi yang berisi cerita tentang kehidupan binatang untuk menyindir dan memberi makna kehidupan pada manusia. Tujuan fabel adalah untuk memberikan ajaran moral dengan menunjukkan sifat-sifat jelek manusia melalui simbol-simbol binatang.
3)            Puisi Balada, yaitu puisi cerita yang mengandung ciri-ciri sebagai berikut: bahasanya sederhana, langsung, dan konkret, mengandung unsur ketegangan, kejutan, dan ancaman dalam materi cerita, mengandung kontras-kontras yang dramatic, mengandung kadar emosi yang kuat, terdapat dialog didalamnya, ceritanya bersifat objektif dan impersonal.
2.Puisi Lirik
          Jika dalam puisi epik penyair bersifat objektif dan impersonal, maka dalam puisi lirik penyair menyuarakan pikiran dan perasaan pribadinya secara berperan. Dalam puisi lirik, pikiran, perasaan, serta sikap “aku” dalam sajak lirik merupakan pikiran, perasaan, dan sikap penyairnya.
         Dapat disimpulkan bahwa puisi lirik adalah puisi yang sangat pendek, namun dapat diartikan pula sebagai puisi yang dinyanyikan, karena puisi lirik disusun dalam susunan yang sederhana dan mengungkapkan sesuatu yang sederhana pula. Pada umumnya puisi pendek dapat digolongkan kedalam puisi lirik.
            Ditinjau dari maksud sajak, puisi lirik dapat digolongkan mejadi tiga, yaitu puisi kognitif, puisi ekspresif, dan puisi afektif.
1.        Puisi kognitif, yaitu puisi lirik yang menekankan isi gagasan penyairnya. Puisi ini mementingkan tema yang biasanya berisi pernyataan ide, ajaran kebijaksanaan, yang diungkapkan dalam gaya bahasa yang sedikit prosais, yaitu cenderung bermakna tunggal.
2.        Puisi ekspresif, yaitu puisi lirik yang menonjolkan ekspresi pribadi penyairnya. Puisi jenis ini menunjukkan spontanitas yang segar dan asli, namun kadang sulit dicerna karena ciri-ciri individualnya yang amat menonjol termasuk penggunaan lambang-lambang yang amat personal (pribadi).
3.        Puisi afektif, yaitu puisi lirik yang menekankan pentingnya mempengaruhi perasaan pembacanya. Puisi jenis ini mengajak pembaca untuk ikut merasakan suasana batin penyairnya, sehingga sering pula jenis puisi ini disebut puisi suasana hati. Suasana hati yang diungkapkan penyair biasanya perasaan yang sulit dirumuskan, tetapi hanya dapat dirasakan.
Ditinjau dari segi isinya, puisi lirik dibagi menjadi Sembilan macam, yaitu elegi, hymne, ode, epigram, humor, pastoral, idyl, satire, dan parodi.
1.        Elegi, yaitu puisi lirik yang berisi ratapan kematian seseorang. Elegi biasanya ditulis penyair langsung setelah kematian seseorang itu terjadi. Isi dari puisi elegi ini merupakan ratapan penyait terhadap kematian seseorang dengan mengenang jasa-jasanya atau janji-janji penyair kepada orang yang meninggal.
2.        Hymne, yaitu puisi lirik yang berisi pujaan kepada Tuhan atau kepada tanah air. Puisi jenis ini biasanya bernada agung, khidmat, dan penuh kemuliaan.
3.        Ode, yaitu puisi lirik yang berisi pujaan terhadap seorang pahlawan atau seorang tokoh yang dikaguli oleh penyair.
4.        Epigram, yaitu puisi lirik yang berupa ajaran kehidupan. Sifatnya mengajar dan menggurui, bentuknya pendek, dan bergaya ironis.
5.        Humor, yaitu puisi lirik yang mencari efek humor, baik dalam isi maupun teknik puisinya. Puisi jenis ini menekankan mutunya pada segi kecerdasan penyair dalam mengolah kata-kata maupun mempermainkan isinya.
6.        Pastoral, yaitu puisi lirik yang berisi penggambaran kehidupan kaum gembala atau petani di sawah-sawah. Nada pada puisi ini cenderung sendu atau nostalgik, merindukan kehidupan padang gembalaan dimasa muda.
7.        Idyl, yaitu puisi lirik yang berisi nyanyian tentang kehidupan di pedesaan, perbukitan, atau padang-padang. Isi dalam puisi ini biasanya penuh lukisan kehidupan dan pemandangan alam yang masih murni, manusia-manusia desa yang lugu, dan kehidupan yang sederhana.
8.        Satire, yaitu puisi lirik yang berisi ejekan dengan maksud memberikan kritik. Nadanya memang humor, namun karena berisi kritik, biasanya nada humor itu berubah menjadi singgungan bagi yang terkena kritik tersebut.
9.        Parodi, yaitu puisi lirik yang berisi ejekan, namun ditujukan terhadap karya seni tertentu. Dalam puisi jenis ini, karya seni yang menjadi sasaran biasanya dipermainkan arti dan bentuknya sehingga tercapai efek humor / lelucon sekaligus ejekan terhadap karya seni tersebut.
3.         Puisi Dramatik
            Puisi dramatik pada dasarnya berisi analisis watak seseorang, baik bersifat historis, mitos, maupun fiktif ciptaan penyairnya. Puisi ini mengungkapkan suatu suasana tertentu atau peristiwa tertentu melalui mata batin tokoh yang dipilih penyairnya. Sang “aku” dalam puisi dramatik tidak identik dengan pribadi penyairnya. Sikap dalam puisi drmatik adalah sikap tokoh yang dipilih penyair yang biasa diungkapkan dalam monolog panjang tentang peristiwa atau suasana kritis yang dihadapinya. Isi puisi dramatik adalah analisis tokoh tentang situasi gawat yang dihadapinya sehingga terlihat jelas ciri-ciri watak tokoh tersebut.    
2.5  NILAI-NILAI KEBUDAYAAN
2.5.1             Pengertian Budaya
            Menurut Edward B. Taylor kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
            Menurut William H. Haviland Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat.
            Menurut Mitchell (Dictionary of Soriblogy) Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar di alihkan secara genetikal.
            Berdasarkan pendapat para ahli dpat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar di alihkan secara genetikal.
2.5.2   Unsur-unsur budaya
            Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1.    Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
o  alat-alat teknologi
o  sistem ekonomi
o  keluarga
o  kekuasaan politik
2.    Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
o  sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
o  organisasi ekonomi
o   alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
o  organisasi kekuatan (politik)




BAB 3
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
3.1.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif menurut Travers (Umar, 1996:34) “yaitu metode yang bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari satuan gejala tertentu”.
Kemudian metode deskriptif kualitatif menurut Aminudin (1990: 16), bahwa metode deskriptif kualitatif artinya yang menganalisis bentuk deskripsi, tidak berupa angka atau koefisien tentang hubungan antar variabel. Penelitian kualitatif melibatkan ontologis. Data yang dikumpulkan berupa kosakata, kalimat, dan gambar yang mempunyai arti.
3.1.2 Objek Penelitian
Menurut Sudaryanto (1988) “objek penelitian adalah unsur yang sama-sama dengan sasaran penelitian yang membentuk data dan konteks data.” Objek dalam penelitian ini adalah lima buah syair balada karya Toton Greentoel yaitu Ayo Bangun Banten, Prang Pring Segulung-gulung Gading, Kulit Grintul, Surantang Surinting, dan Tip Dodol Tip Wajik.
3.2 Data dan Sumber Data
3.2.1 Data
Menurut Subroto (Sugiyono, 2007:62) “data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas) yang harus dicari atau dikumpulkan dan dipilih penulis.”
Data dalam penelitian kualitatif adalah data yang berupa data deskriptif. Data dalam penelitian ini adalah kata, kalimat, dan ungkapan dalam setiap bait dan baris pada balada-balada karya Toton Greentoel.
3.2.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Berikut penjelasan mengenai dua sumber data yang digunakan dalam penelitian ini.
1)        Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data asli, sumber tangan pertama dari penyelidik. Sumber data primer yaitu data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data oleh penyelidik untuk tujuan khusus.
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah lima buah balada karya Toton Greentoel yang diantaranya yaitu Ayo Bangun Banten, Prang Pring Segulung-gulung Gading, Kulit Grintul, Surantang Surinting, dan Tip Dodol Tip Wajik.
1)        Sumber Data Sekunder
Menurut Surachmad (Sugiyono, 2007:67) “Sumber data sekunder yaitu data yang diperoleh dan terlebih dahulu dikumpulkan oleh orang luar penyelidik, walaupun yang dikumpulkan itu sebenarnya data asli”.
Selain itu data sekunder merupakan data yang berhubungan dengan penelitian yang telah dilakukan. Data sekunder membantu peneliti dalam menganalisis data primer dalam sebuah penelitian berupa analisis di Internet dan buku-buku acuan yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian.
3.3 Teknik Penelitian                                                                             
1. Studi Literatur
Dalam penelitian ini penulis membutuhkan buku yang memuat teori-teori yang sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi. Untuk itu penulis perlu membaca buku-buku atau sumber lainnya yang relevan dengan masalah yang akan diteliti. Manfaat dengan mengunakan teknik ini untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan dalam memecahkan masalah penelitian.
2. Interview
Interview yang sering juga disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer ). Interview digunakan oleh peneliti sebagai teknik pengumpul data,apabila peneliti akan melakukan studi pendahuluan untuk menentukan permasalahan yang harus diteliti,dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal yang responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil yang bertujuan untuk memperoleh informasi
3.4  Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
            Zuriah (2009: 116) populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan. Jadi populasi berhubungan dengan data, bukan factor  manusianya. Jika setiap manusia memberikan suatu data, maka banyaknya atau ukuran populasi akan sama dengan banyaknya manusia.
Hadari Nawawi (Zuriah, 2009:116) bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilaites, atau peristiwa sebagai sumber data yang memilki karakteristik tertentu di dalam  suatu penelitian.
Jadi populasi merupakan seluruh data yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan, objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilaites, atau peristiwa sebagai sumber data yang memilki karakteristik tertentu di dalam  suatu penelitian.
Data yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah  balada-balada karya Toton Greentoel yang berjumlah 5 (lima) balada yang memiliki nilai kebudayaan.
3.4.2   Sampel
Suharsimi Arikunto (Zuriah,2009:122) sampel di definisikan sebagai pemilihan jumlah subjek penelitian sebagai wakil dari populasi sehingga dihasilkan sampel yang mewakili populasi yang dimaksud.
Data yang menjadi sampel dalam penelitian ini  diantaranya sebagai berikut:
1)      Ayo Bangun Banten
2)      Kulit Grintul
3)      Tip Dodol Tip Wajik
4)      Surantang Suranting
5)      Prang-Pring Sagulung-gulung Gading
3.5 Prosedur penelitian
1.    Perencanaan tindakan
            Peneliti melakukan langkah-langkah perencanaan tindakan meliputi kegiatan sebagai berikut:
1)    Menghubungi Bapak Tototn Greentoel untuk melakukan wawancara.
2)   Mengadakan penelitian awal untuk memperoleh data, baik melalui  perkuliahan maupun pencarian studi kepustakaan.  
3)    Menyusun daftar pertanyaan untuk dikemukakan pada saat wawancara.
4)   Menyiapkan instrumen pengumpul data untuk digunakan dalam pelaksanaan tindakan.
2.    Pelaksanaan Tindakan
1)    Melaksanakan wawancara dengan Bapak Toton Greentoel mengenai baladanya.
2)    Melakukan analisis stilistika terhadap lima buah balada karya Toton Greentoel.

3.6 Paradigma Penelitian
Puisi
 
Stilistika
 
Balada
 
                                                                                                
                                                  



 






BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
4.1 Penelitian Yang Relevan
Dalam kajian yang relevan ini bertujuan agar penelitian yang dilakukan oleh penulis terbukti bukan merupakan hasil penelitian yang meniru dari hasil penelitian orang lain, selain itu kajian yang relevan dimaksudkan untuk mengetahui masalah-masalah apa saja yang terdapat dalam penelitian yang sudah diteliti oleh peneliti sebelumnya, metode seperti apa yang digunakan, teori apa saja yang ada dalam penelitian tersebut, serta hasil simpulan penelitian dari penelitian yang sudah ada sebelumnya.
Penelitian yang relevan lainnya dilakukan oleh Diana Yusuf dalam skripsinya yang berjudul “Diksi dan Gaya Bahasa dalam Antologi Geguritan Medhitasi Alang-alang karya Widodo Basuki (Kajian Stilistika) 2005. Masalah yang dibahas adalah bagaimana penggunaan diksi dan gaya bahasa dalam antologi geguritan medhitasi Alang-alang karya Widodo Basuki.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Vinna Reindah Sowikromo dalam skripsinya “Gaya Bahasa dalam Puisi Lery Hermann Hesse” 2007. Pernah juga dilakukan oleh Elisa Nugraheni dalam skripsinya yang berjudul “Diksi dan Gaya Bahasa lirik lagu Ebiet. G. Ade” 2004. Penelitian dalam skripsi “Analisis Wacana Kumpulan Lirik Lagu Nasyid Taqwa karya Hawari (Tinjauan Aspek Gramatikal)” 2006 oleh Achmat Fauzi.
Dari kedua penelitian yang sudah dilakukan oleh orang lain sebelumnya,menjelaskan tentang gaya bahasa yang dipakai oleh penulis yang terdapat di dalam lagu mengenai kondisi yang terjadi di sekitar masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dan mulai luntur atau punahnya bahasa daerah dan tradisi yang ada di dalam masyarakat.
4.2 Data Penelitian
AYO BANGUN BANTEN
Ayo bangun Banten
Kule ngaturaken nuhun ning dulu dulu
Sing rawoh ning banten
Kule ngisungi uning
Banten niki katah tempat wisatane
Ning anyer kesebut pantai caritane
Ning pandeglang kesebut gunung karange
Ning ujung kulon karo badake

Kule ngaturaken nuhun ning dulur dulur
Sing rawoh ning banten
Kule ngisungi uning
Banten niki katah pabrike
Ning tangerang kesebut pabrik sepatune
Ning cilegon kesebut pabrik bajane
Ning serang… pabrik kertase

Hayu kita sareng sareng
Hayu kita bangun banten
Endah maju ning segale bidang

Sinten saos ning rawoh ning banten
Pasti deweke dineki demen
Sinten saos sing ngebangun banten
Banten endah maju….
Banten endah jaye…
Banten toyyibattun warobun gofurun

Kule ngaturaken nuhun ning dulur dulur
Sing rawoh ning banten
Kule ngisungi uning
Banten niki katah pabrike
Ning tangerang kesebut pabrik sepatune
Ning cilegon kesebut pabrik bajane
Ning serang… pabrik kertase

KULIT GRINTUL
Kulit grintul disisiri
Dibomboni bawang cabe kemiri
Digawe sayur enak sekali
Niki sayur… ciri khas wong niki
Iwake bandeng diteteli
Daginge digiling disanteni
Bandeng disunduk dientepi
Laju dipanggang ning duhur geni
Sayur kulit  kulit gerintul
Iwake sate bandeng
Sakabeh wong padeu mineng
Ning keenakane..
Sakabeh wong padeu doyan
Sakabeh wong padeu kelangan
Ning makan..sing enak di dahar
Ning propinsi Banten sampun jadi tradisi
                        Lamun hajatan masak sayur iwake niki
Katuran sedanten rawoh meriki
Endah padeu ngecicipi

TIP DODOL TIP WAJIK
Anakaku gancang-gancang gede
Jadilah wong sing ngebele
Gunah bangsa negarne
Kudu inget perjuangan ibu bapane
Rasa sayange n gelebihi segalane
Anakku hayu milu nembang
Tembang lagu dedolanan
Sakabeh wong pasti kenal
Sere ng lagu lagu niki lagu momongan
Reff:
Tip dodol tp wajik
Tip gula lan kelape
Didokon ning pendaringan
Di rubunbg semut gatel
Tip dodol tp wajik
Tip gula lan kelape
Didokon ning pendaringan
Di rubunbg semut gatel
Sing pundi dedalane
Sing kene keh

SURANTANG SURINTING
Cobe rongo aken  kule nembang
 Tembange tembang kenangan
Dulur-dulur pasti kenal
Sereng kule situkang nembang
Tembang niki tembang pantun
Dede pantun sembarang pantun
Pantun niki pantun kenangan
Kenagane Cilegon Serang
Kodok kintel-kodok kintel
Dituruni banyu gatel
Ati jengkel  ati jengkel
 Mikiri badane sing padeu pegel
 Tuku salak pentil pentil
Dirujak karo belimbing
Tebe talak ngintil-ngintil
Kependek malikan maning
Buah salak buah nagke lande
Badan rusak mikiri rangdeu
Samar-samar buah serupe
Kepengen dilamar anak rajeu
Bug jebug bosok ditandur ning pepojok
Aduh dengkul leak leok
Ketiban wangkul padeu ponyok
Surantang suranting
Bibi semar nyolong gunting
Guntinge bibi laos sadakep tangan sios

PRANG PRIONG SAGULUNG GULUNG GADING
Prang pring prang pring
Sagulung gulung gading
Gadinge Cine perang
Perkutut encang encang….. 2 x
            Niki lagu lagu lagu perang
            Perange ning kali pontang
            Jepange mati dicokot ule welang
            Niki lagu lagu perang
            Senjata pring gunah perang
            Belande Jepang ngebirit
            Padeu ngajengkang
Prang pring prang pring
Sagulung gulung gading
Gadinge Cine perang
Perkutut encang encang….. 2 x
            Niki lagu jaman penjajahan
            Penjajahan Belande karo Jepang
            Karo Banten  ereu ngelawan
            Belande Jepang kewalahan
Diserbu pring ereuu kejagan
            Arep tiarep ereu tahan ngedeleng sor
Wakeh ranjau bwarna kuning
            Padeu ngejajar
Prang pring prang pring
Sagulung gulung gading
Gadinge Cine perang
Perkutut encang encang….. 2 x
            Lagu niki lagu sejarah
            Sejarah Banten wis pasti meriah
            Belande Jepang padeu nyerah
            Dihajar pendekar sing paling gagah
Jadi pendekar kudu tabah
Ereu digajih karo pemerintah
Njan urip lagi susah
Ngebele kaum sing lemah
            Prang pring prang pring
Sagulung gulung gading
Gadinge Cine perang
Perkutut encang encang….. 2 x
Lagu niki cerita rakyat
Rakyat Banten sing lagi semangat
Ngebangun dunie aherat
Endah rakyat ajeu masakat
Mugi pangeran ngisungi rahmat
Ning wong banten
 Ning sakabeh umat
Urip rukun saling hormat
Padeu makmur kelwan sehat

4.3 Analisis Hasil Penelitian
1.  AYO BANGUN BANTEN
A.  GAYA BUNYI
     a.  Asonansi
Menurut Pradopo (1997:57-58) mengemukakan bahwa asonasi adalah ulangan bunyi vokal dalam baris sajak. Asonasi ini disamping untuk kemerduan dan menimbulkan irama, juga untuk menyengatkan atau mengeraskan arti kata-kata atau kalimat baris sajak atau juga membangkitkan suasana tertentu. Hal ini berhubungan dengan simbolik bunyi atau lambang rasa.
a) Asonansi a
Dalam sajak ini sonansi a tampak sebagai berikut:
Bait ke-1 baris ke-2: ”…rawoh…banten”
Bait ke-1 baris ke-3: “Banten…katah…”
Bait ke-1 baris ke-3: “….tempat wisatane”
Bait ke-2 baris ke-4:”…banten….pabrike”
Bait ke-2 baris ke-5:”….tanggerang…pabrik”
Bait ke-2 baris ke-6:”…pabrik bajane”
Bait ke-3 baris ke-1:”….sareng sareng”
Bait ke-3 baris ke-2:”…bangun …..banten”
Bait ke-3 baris ke-3:”…segale bidang”
Bait ke-4 baris ke-3:”…saos…banten”
Bait ke-4 baris ke-5:”banten…jaye”
b) Asonansi i
Dalam sajak ini sonansi I tampak sebagai berikut:
Bait ke-1 baris ke-2:”sing…ning”
Bait ke-1 baris ke-4:”…niki…wisatane”
Bait ke-2 baris ke-6:”ning cilegon..”
Bait ke-4 baris ke-1:”sinten…ning”
c) Asonansi o
Dalam sajak ini sonansi o tampak sebagai berikut:
Bait ke-4 baris ke-1:”…soas…rawoh”
Bait ke-4 baris ke-6:”…Toyyibattun…Gofurun”
d) Asonansi u
Dalam sajak ini sonansi u tampak sebagai berikut:
Bait ke-1 baris ke-1:”…nuhun…dulur”
Bait ke-4 baris ke-6:”….Toyyibattun Warobun Gofurun”
e) Asoanasi e
Dalam sajak ini sonansi e tampak sebagai berikut:
Bait ke-2 baris ke-6:”…cilegon kesebut…”
Bait ke-2 baris ke-7:”…serang…kertase..”
Bait ke-3 baris ke-1:”…sareng sareng
b.  Aliterasi
Aliterasi atau sajak rangka adalah ulangan konsonan dalam baris sajak. Dengan kombinasi demikian, intensitas arti menjadi bertambah.
a) Aliter
asi n
Bait ke-1 baris ke-1:”…ngaturaken nuhun…”
Bait ke-1 baris ke-6:”ning…gunung..”
Bait ke-2 baris ke-6:”ning..bajane”
Bait ke-3 baris ke-2:”…bangun banten”
Bait ke-3 baris ke-3:”…ning bidang”
Bait ke-4 baris ke-1:”…sing…ning
Bait ke-4 baris ke-6:”banten….gofurun”
b) Aliterasi ng
Bait ke-1 baris ke-2:”sing…ning”
Bait ke-1 baris ke-6:”…pandeglang…gunung”
Bait ke-2 baris ke-5:”ning tangerang…”
Bait ke-3 baris ke-1:”…sareng sareng”
Bait ke-3 baris ke-3:”…ning…bidang..”
c) Aliterasi l
Bait ke-1 baris ke-1:”…dulur dulur..”
d) Aliterasi r
Bait ke-2 baris ke-5:”…tangerang ….pabrik…”
Bait ke-3 baris ke-1:”…sareng sareng’
Bait ke-5 baris ke-1:”…ulur-dulur”
c. Sajak Awal
Untuk membuat berirama, sajak sering mempergunakan sajak(rima) awal yang berada diawal baris-baris sajak.
Bait ke-1 baris ke-1:”kule….”
Bait ke-1 baris ke-2:”kule…”
Bait ke-2 baris ke-1:”kule…’
Bait ke-2 baris ke-2:”kule…”
Bait ke-2 baris ke-5;”kule…”
Bait ke-2 baris ke-6:”kule…”
Bait ke-2 baris ke-7:”kule…”
d. Sajak Akhir
Sajak akhir adalah pola persajakan ulangan suara diakhir tiap-tiap baris.
Bait ke-1 baris ke-4:”….wisatane”
Bait ke-1 baris ke-5:”….caritane”
Bait ke-1 baris ke-6:”….karange”
Bait ke-1 baris ke-7:”….badake”
Bait ke-2 baris ke-4:”….pabrike”
Bait ke-2 baris ke-5:”….sepatune”
Bait ke-2 baris ke-6:”….bajane”
Bait ke-2 baris ke-7:”….kertase”
e. Sajak Tengah
Sajak tengah adalah pola sajak ditengah baris antara dua baris atau lebih, yang biasanya terdapat dalam pantun.
Bait ke1 baris ke-5:”….kasebut”
Bait ke1 baris ke-6:”…kasebut”
f. Sajak Dalam
Sajak dalam adalah sajak yang terdapat dalam satu baris, gunanya untuk membuat sajak berirama.
Bait ke-1 baris ke-1:”…nuhun..dulur”
Bait ke-1 baris ke-4:”…katah …tempat”
Bait ke-1 baris ke-5:”…tangerang…pabrik”
Bait ke-1 baris ke-7:”…serang…kertase”
Bait ke-4 baris ke-1:”…saos…rawoh”
Dalam balada ini tidak terdapat diksi, gaya bahasa(majas), gaya kata, dan citraan. Karena balada ini sifatnya persuasi mengajak kepada semua wisatawan untuk dapat dating dan singgah ke banten, menikmati ke indahan panorama alam serta semua kebudayaan yang berada di banten.
2.  KULIT GRINTUL
A.       GAYA BUNYI
a.         Asonansi
Menurut Pradopo ( 1997:57-58) asonansi adalah ulangan bunyi vocal dalam baris sajak. Selain berfungsi memberi kemerduan dan menimbulakn irama, juga untuk menegaskan arti kata-kata atau kalimat baris sajak atau juga untuk membenagkitkan suasana tertentu.
a)        Asonansi (i)
Dalam sajak ini asonansi (i) tampak sebagai berikut
Bait ke-1 baris ke-4: “niki …. Ciriwong si
Bait ke-4 baris ke-1: “ ning propinsi banten sampan jadi tradisi
b)        Asonansi (e)
        Bait ke-3 baris ke-2: “iwake sate bandeng”
c)Asonansi (u)            
        Bait ke-2 baris ke-4: “laju ning duhur geni”
b.      Aliterasi
            Menurut Pradopo (1997:58)  aliterasi atau sajak rangka adalah ulangan konsonan dalam baris sajak. Dengan kombinasi demikian intensitas arti menjadi bertambah. Alitersi pada balada ini  tampak sebagai berikut:
Aliterasi (n)
Dalam sajak ini  aliterasi (n) tampak sebagai berikut
       Bait ke-3 baris ke-5,6, dan  7             : “Sakabeh wong padeu doyan
        Sakabeh wong padeu kelangan
                                                               Ning masakan …”
       Bait ke-4 baris ke-1                            : “ning profinsi Banten sampun jadi tradisi”
       Bait ke-4 baris ke-2                            : “lamun hajatan masak sayur iwake niki”
c.         Sajak awal
       Bait ke-1 baris ke-2 : “dibomboni…”
       Bait ke-1 baris ke-3 : “digawe…”
             Bait ke-2 baris ke-2 : “daginge...”
d.        Sajak akhir
        Bait ke-1 baris ke-1 : “... Disisiri”
        Bait ke-1 baris ke-2 : “… kemiri”
        Bait ke-1 baris ke-3 : “… enak sekali”
        Bait ke-2 baris ke-4 : “…duhur geni”
e.         Sajak dalam
        Bait ke-1baris ke-4 : “ niki….. has wong niki”
        Bait ke-3baris ke-4 : “… wong ..mineng”
f.         Efoni
Menurut Pradopo (1997: 62) efoni (euphony) merupakan   kombinasi bunyi yang merdu. Biasanya dapat membantu menimbulkan suasana yang menyenangkan dan rasa kasih sayang.  Bunyi merdu berupa kombinasi bunyi sengau seperti: m, n, ng, ny;  bunyi bersuara (voiced) seperti : b, d, g; bunyi likuida seperti: r, l.
        Dalam sajak ini  efoni (r) tampak sebagai berikut
       Bait ke-1 baris ke-4 : “niki sayur”
Dalam sajak ini  efoni (n) tampak sebagai berikut
Bait ke-2 baris ke-4 : “ning duhur  geni”
Bait ke-3 baris ke- 5,6,7 : “sekabeh wong padeu doyan/ sekabeh wong padeu kelangan/ ning masakan.,… sing padeu dahar”
Dalam sajak ini  efoni (ng) tampak sebagai berikut
Bait ke-2 baris ke-4 : “laju  dipanggangning   duhur geni”
Bait ke-3 baris ke-3 : “ sakabeh wong padeu  mineng”
g.        Kakofoni
Menurut Pradopo (1997:63) kakofoni (cacophony)merupakan  kombinasi bunyi yang tidak merdu. Berupa kombinasi bunyi tak bersuara (unvoiced) berupa kombinasi bunyi k, p, s, t.
Dalam sajak ini  Kalkofoni (k) tampak sebagai berikut:
       Bait ke-1 baris ke-1 : “kulit grintul disisiri”
Dalam sajak ini  Kalkofoni (s) tampak sebagai berikut:
Bait ke-3  baris ke-1                      : “sayur kulit kulit grintul”
Bait ke-3  baris ke-3                      : “ sekabeh   wong padeu mineng”    
Bait ke-3  baris ke-5                      : “ sekabeh wong padeu doyan “
Bait ke-3  baris ke-6                      : “sekabeh wong pdaeu kelangan
Bait ke-3  baris ke-7                      : “ning masakan… singenak di dahar”
Bait ke-4 baris ke-1                       : “ning propinsi Banten sampunm jadi tradisi”
Bait ke-4 baris ke- 2                      : “lamun hajatan masak sayur iwake niki”
Bait ke-4 baris ke-3                       : “katuran sedanten  rawoh meriki”
B.       GAYA KATA
1)      Penghilangan Imbuhan
                  Menurut Pradopo (2007:102) penghilangan imbuhan banyak dipergunakan dalam puisi. Begitu juga penghilangan imbuhan membuat berirama
            Bait ke-4 baris ke-2 : “lamun hajatan masak sayur iwake niki”. Jika dalam bentuk biasa yang di beri imbuhan maka menjadi “lamun hajatan memasak sayur iwake niki”
2)      Diksi
            Menurut Herwan (2005:39) diksi adalah pilihan kata.Penyair dalam menulis menulis puisi dengan pilihan kata yang tepat dan logis.Ketepatan pilihan kata didukung oleh kepekaan rasa dan intuisi penyair.
a.      Diksi puitik
            Kata-kata yang dipilih secara tepat sehingga artinya menimbulakan imajinasi estetik, hasilnya maka di sebut diksi puitik.
                        Bait ke-3 baris ke-3,5,6           : “sekebeh  wong padeu mineng/ sekabeh wong padeu doyan/ sekabeh wong padeu kelangan”
b.      Diksi pedesaan
                 Kata-kata yang pilih untuk memberikan warna pedesaan Indonesia di sebut diksi pedesaan.
Bait ke-4 baris ke-1                    : “ning propinsi Banten sampun jadi tradisi”
3)      Citraan
            Menurut Herwan (2005:43) gambaran angan yang ada dalam tiap pembaca yang ditimbulkan oleh pengimajian penyair disebut citra.Sedangkan pengimajian disebut citraan atau pengiamajian.Lebih lanjut Herwan mengemukakan citraan sangat berkaitan dengan pana indera dan perasaaan kita.
a.      Citra gerakan
Bait ke-1 baris ke-1                    : “kulit gerintul disisiri”
Bait ke-2 baris ke-3                    : “ bandeng disunduk dientepi”
Bait ke-2 baris ke-4                    : “laju dipanggang ning duhur igeni”
b.      Citra pengecapan
Bait ke-1 baris ke-3                    : “di  gawe sayur enak sekali”
Bait ke-3 baris ke-4                    : “ning  keenakane”
Bait ke-3 baris ke-7                    : “ning masakan … sing enak di dahar”

4)      Bahasa kiasan
            Herwan (2005: 49) bahasa bermajas adalah bahasa kiasan yang mempergunakan kata-kata yang susunan dan arti biasa, dengan maksud mendapatkan kesegaran dan kekuatan ekspresi. Dengan cara memanfaatkan perbandinga, pertentangan, atau pertautan. Majas sendiri adalah peristiwa pemakaian kata yang melewati batas-batas maknanya yang lazim atau menyimpang dari arti harfiahnya.
            Balada ini mengandung majas hiperbola yaitu majas yang membuat sesuatu  yang dikiaskannya menjadi sangat berlebihan. Majas hiperbola dalam balada ini sebagai berikut:
Bait ke-3 baris ke-3                    : “sakabeh wong padeu mineng ning keenakane”
Bait ke-3 baris ke-4                    : “sekabeh wong padeu kelangan ning masakan”
C.      GAYA KALIMAT
Penghilangan kata penghubung berfungsi untuk mendapatkan irama dan liris, kepadatan, dan ekspresivitas.
Bait ke-1 baris ke-2                    : “dibomboni bawang cabe kemiri”. Susunan yang biasa adalah “dibomboni bawang, cabe, dan kemiri”.
Bait ke-2 baris ke-2                    : “daginge digiliong disanteni”.  Susunan yang biasa adalah “daginge digiling juga disanteni”.
D.      SARANA RETORIKA
Altenbernd dalam (Pradopo, 2007: 93) sarana retorika merupakan sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran. Tujuannya untuk menarik perhatian,pikiran hingga pembaca berkontemplasi atas apa yang dikemukakan penyair. Sarana retorika menimbulakn ketegangan puitis karena pembaca harus memikirkan efek apa yang di maksudkan oleh penyair.
Retorika adalah cara pengarang menyampaikan isi pikirannya kepada pembaca dengan tidak langsung. Artinya pengarang menggunakan strateginya sehingga pembaca harus benar-benar memikirkan apa yang dimaksud oleh pengarang. Dalam hal ini bukan hanya imajinasi pengarang saja yang bermain tetapi juga imajinasi pembaca pun ikut serta untuk memahami maksud dan tujuan pengarang.Hal ini jelas untuk menarik perhatian pembaca. Repetisi adalah pengulangan baik berupa kata, kalimat, frase, baris dan bait. Berfungsi untuk memberi tekanan pada bagian yang penting. Repetisi daalam balada ini sebagai berikut:
Bait ke-3 baris ke-1     : “sayur kuli, kulit gerintul”
E.       GAYA WACANA
Junus (1989:76) wacana adalah satuan arti yang lebih dari satu kalimat. Menurut Pradopo (1999:99) gaya wacana meliputi refrain, perbandingan epos, paralelisme, metafora yang diperluas, alegori dan numerasi.Paralelisme gaya bahasa secara struktural sesuai dengan cerita dan tema sajaknya, terutama tampak pada diksi, citraan, bahasa kiasan,dan sarana retorika karena gaya bahasa secara semiotik menandai “ide atau gagasan” yang dikemukakan dalam sajaknya. Junus (1989: 192) mengungkapkan bahwa gaya bahasa menandai “ideology dalam karya sastra yang dibicarakan. Menurut Herwan (2005:51) pararel adalah ungkapan yang berulang secara pararelatau sejajar.
Jadi pararelisme adalah bentuk puisi atau sajak yang didalamnya terdapat pengulangan ungkapan secar pararel atau sejajar.Namun unsure terpenting adalah kesejajaran pola bukan pengulangan kata atau frasa. Pararelisme dalam balaa ini adalah sebagai berikut:
Bait ke-3 baris ke-3,5, 6 : “sekebeh  wong padeu mineng/ sekabeh wong padeu doyan/ sekabeh wong padeu kelangan”.

3. TIP DODOL TIP WAJIK
A. GAYA BUNYI
a. Asonansi
Menurut Pradopo (1997:57-58) mengemukakan bahwa asonasi adalah ulangan bunyi vokal dalam baris sajak. Asonasi ini disamping untuk kemerduan dan menimbulkan irama, juga untuk menyengatkan atau mengeraskan arti kata-kata atau kalimat baris sajak atau juga membangkitkan suasana tertentu. Hal ini berhubungan dengan simbolik bunyi atau lambang rasa.

a)    Asonansi a
Bait ke 1 baris ke 1: Anakku gancang …
Bait ke 1 baris ke 3: ….. bangse negarane.
Bait ke 2 baris ke 1:
…perjuangan … bapane.
Bait ke 2 baris ke 2: Rasa sayange … segalane.
Bait ke 3 baris ke 2: …. dedolanan.
b)   Asonansi e
Bait ke 1 baris ke 1: …gede.
Bait ke 1 baris ke 2: … sing ngebele.
Bait ke 3 baris ke 4: sereng …
Bait ke 5 baris ke 6: kene keh.
c)    Asonansi o
Bait ke 3 baris ke 4: … momongan.
Bait ke 5 baris ke 1: dodol ..
Bait ke 6 baris ke 3: didokon ..
d)   Asonansi u
Bait ke 2 baris ke 1: kudu .. perjuangan ibu ..
Bait ke 3 baris ke 1: anakku hayu milu ..
Bait ke 3 baris ke 4: … lagu niki lagu …
Bait ke 4 baris ke 4: dirubung semut ..

e)    Asonansi i
Bait ke 1 baris ke 2: jadilah … sing
Bait ke 2 baris ke 1: … inget …ibu
Bait ke 3 baris ke 4:… niki …
Bait ke 4 baris ke 1: tip …tip wajik
Bait ke 4 baris ke 3: didokon ning pendaringan
Bait ke 5 baris ke 5: sing pundi ..
b.        Aliterasi
a)        Aliterasi n
Bait ke 1 baris ke 1: … gancang-gancang …
Bait ke 1 baris ke 3:
gunah … negarane
Bait ke 3 baris ke 1: anakku … nembang
b)        Aliterasi g
Bait ke 1 baris ke 1: gancang gancang gede
Bait ke 1 baris ke 3: gunah … negarane
c)      Aliterasi ng
Bait ke 1 baris ke 2:  … wong singebele
Bait ke 2 baris ke 1:….  inget perjuangan ..
Bait ke 2 baris ke 2:
…  sayange ngelebihi ..
Bait ke 3 baris ke 4: sereng …. Momongan
Bait ke 4 baris ke 3: … ning pendaringan
d)     Aliterasi l
Bait ke 2 baris ke 2: … ngelebihi segalane ..
Bait ke 4 baris ke 2: … gule lan kelape.
c.         Sajak Awal
Untuk membuat berirama, sajak sering mempergunakan sajak(rima) awal yang berada diawal baris-baris sajak.
Bait ke 1 baris ke 1:
anakku …
Bait ke 1 baris ke 2: jadilah …

d.        Sajak Akhir
Sajak akhir adalah pola persajakan ulangan suara diakhir tiap-tiap baris.
Bait ke 5 baris ke 1:
… Wajik.
Bait ke 5 baris ke 2: … Kelape.
Bait ke 5 baris ke 3: … Pandaringan.
Bait ke 5 baris ke 4: …Gatel.
Bait ke 5 baris ke 5: .... Dedalane.
e.         Sajak Tengah
Sajak tengah adalah pola sajak ditengah baris antara dua baris atau lebih, yang biasanya terdapat dalam pantun
Bait ke 3 baris ke 2: … lagu …
Bait ke 3 baris ke 4: … lagu …

f.       Sajak Dalam
               Sajak dalam adalah sajak yang terdapat dalam satu baris, gunanya untuk membuat sajak berirama.
Bait ke 2 baris ke 2: “ .. sayange .. segalane”
Bait ke 3 baris ke 4: “ .. lagu .. lagu ..”
Bait ke 4 baris ke 2: “ ... gule .. kelape”
Dalam balada ini tidak terdapat diksi, gaya bahasa (majas), gaya kata, dan citraan. Karena balada ini bersifat nasihat orang tua kepada anaknya supaya menjadi anak yang berguna bagi bangsa dan negaranya.  Kemudian orang tua mengingatkan supaya anak-anak tidak lupa atas perjuangan ibu bapaknya bahwa kasih sayang orang tua itu melebihi segalanya.
4.  SURANTANG SURINTING
A. GAYA  BUNYI
a. Asonansi
a)    Asonansi a
Dalam sajak ini asonansi a tampak sebagai berikut.
Bait ke-1 baris ke-2: “tembange tembang”
Bait ke-1 baris ke-4: “...si tukang nembang”
Bait ke-3 baris ke-2: “...banyu gateul”
Bait ke-3 baris ke-4: “...badan ... padeu ...”
Bait ke-4 baris ke-4: “...balikan maning”
b)        Asonansi i
Dalam sajak ini asonansi i tampak sebagai berikut.
Bait ke-4 baris ke-1: “...pentil pentil”
Bait ke-4 baris ke-3: “... ngintil ngintil”
c)        Asonansi u
Dalam sajak ini asonansi u tampak sebagai berikut.
Bait ke-6 baris ke-1: “Bug jebug ...”
Bait ke-2 baris ke-2: “aduh dengkul ...”
Bait ke-7 baris ke-1: “surantang suranting”
d)       Asonansi e
Bait ke-1 baris ke-1: “Cobe ... kule ...”
Bait ke-3 baris ke-4: “... padeu pegel”
e)        Asonansi o
Dalam sajak ini asonansi o tampak sebagai berikut.
Bait ke-6 baris ke-1: “... bosok ... pepojok”
Bait ke-7 baris ke-3: “... laos ... sios”
b.    Aliterasi
a) Aliterasi m
Dalam sajak ini aliterasi m tampak sebagai berikut.
Bait ke-1 baris ke-2: “tembange tembang ...”
b) Aliterasi n
Dalam sajak ini aliterasi m tampak sebagai berikut.
Bait ke-4 baris ke-4: “kependak balikan maning”
c)    Aliterasi ng
Dalam sajak ini aliterasi ng tampak sebagai berikut.
Bait ke-1 baris ke-2: “tembange tembang kengangan”
Bait ke-1 baris ke-4: “sareng kule si tukang nembang
Bait ke-2 baris ke-4: “kenangane ... serang
c.         Sajak Akhir
Bait ke-2 baris ke-1: “... pantun
Bait ke-2 baris ke-2: “.... pantun
Bait ke-3 baris ke-1: “.... kintel
Bait ke-3 baris ke-2: “ ... gatel
Bait ke-3 baris ke-3: “ ... jengkel
Bait ke-3 baris ke-4: “ ... pegel
Bait ke-4 baris ke-1: “... pentil
Bait ke-4 baris ke-2: “ ... belimbing
Bait ke-4 baris ke -3: “ ... ngintil
Bait ke-4 baris ke-4: “ ... maning
Bait ke-5 baris ke-1: “ ... nangkelande
Bait ke-5 baris ke-2: “ ... rangdeu
Bait ke-5 baris ke-3: “ ... serupe
Bait ke-5 baris ke-4: “ ... rajeu
Bait ke-6 baris ke-1: “ ... pepojok
Bait ke-6 baris ke-2: “ ... leok
Bait ke-6 baris ke-3: “ ... penyok
Bait ke-7 baris ke-1: “ ... surinting
Bait ke-7 baris ke-2: “ ... gunting
d.           Sajak Tengah
Bait ke-3 baris ke-1: “ ... kintel ...”
Bait ke-3 baris ke-3: “... jengkel...”
Bait ke-4 baris ke-1: “... salak ...”
Bait ke-4 baris ke-3: “... talak ...”
Bait ke-5 baris ke-1: “... salak ...”
Bait ke-5 baris ke-2: “... rusak...”
Bait ke-5 baris ke-3: “... samar ...”
Bait ke-5 baris ke-4: “... dilamar ...”
Bait ke-6 baris ke-2: “... dengkul ...”
Bait ke-6 baris ke-3: “... wangkul ...”
e.       Sajak Dalam
Bait ke-7 baris ke-3: “... laos ... sios”
f.     Efoni
Dalam sajak ini efoni tampak sebagai berikut.
Bait ke-1 baris ke-1, 2, 3, dan 4: “cobe rongo aken kule nembang/ tembange tembang kenangan/dulur-dulur pasti kenal/ sereng kule si tukang nembang”.
Dalam bait di atas tampak bunyi m, n, ng yang dominan yang merupakan kombinasi efoni.

g.    Kakofoni
Dalam sajak ini kakofoni tampak sebagai berikut.
Bait ke-5 baris ke-1, 2, 3, dan 4: “buah salak buah nangkelande/ badan rusak mikiri rangdeu/ samar-samar buah serupe/ kepengen dilamar anak rajeu”.
Dalam bait di atas tampak bunyi k, p, s yang dominan, yang merupakan kombinasi kakofoni.

B.       GAYA KATA
a)      Penghilangan Imbuhan
Bait ke-4 baris ke-3: “tebe talak ngintil-ngintil”
b)      Citraan
1. Citraan penglihatan
Dalam sajak ini citra penglihatan tampak sebagai berikut.
Bait ke-1 baris ke-3: “dulur-dulur pasti kenal
Bait ke-3 baris ke-1: “kodok kintel kodok kintel
Bait ke-4 baris ke-1: “tuku salak pentil pentil
Bait ke-5 baris ke-3: “samar-samar buah serupe”
2. Citraan Pendengaran
Dalam sajak ini citra pendengaran tampak sebagai berikut.
Bait ke-1 baris ke-1: “cobe rongo aken kule nembang
Bait ke-6 baris ke-1: “bug jebug bosok ditandur ning pepojok”
3. Citraan Perabaan
Dalam sajak ini citra perabaan tampak sebagai berikut.
Bait ke-3 baris ke-2: “dituruhi banyu gatel
Bait ke-3 baris ke-4: “mikiri badan sing padeu pegel
Bait ke-5 baris ke-2: “badan rusak mikiri rangdeu”
Bait ke-6 baris ke-2: “aduh dengkul leak leok
4. Citra Gerakan
Bait ke-3 baris ke-2: “dituruhi banyu gatel”
Bait ke-4 baris ke-2: “dirujak karo belimbing”
Bait ke-6 baris ke-1: “bug jebug bosok ditandur ning pepojok”
Bait ke-7 baris ke-3: “guntinge bibi laos sedekep tangan sios”
Bait ke-7 baris ke-2: “bibi semar nyolong gunting”


C.  GAYA KALIMAT
a.         Sarana Retorika
Repetisi
Dalam sajak ini repetisi tampak sebagai berikut.
Bait ke-3 baris ke-1: “kodok kintel kodok kintel
Bait ke-3 baris ke-3: “ati jengkel ati jengkel”

5.  PRANG PRING SAGULUNG GULUNG GADING
A.    Gaya  bunyi
a)      Asonansi
1.      Asonansi a
            Bait ke-4 baris ke-7        : “wakeh ranjau warna kuning”
            Bait ke-6 baris ke-4        : “dihajar pendekar sing paling gagah”
            Bait ke-7 baris ke-1        : “ jadi pendekar kudu tabah”
            Bait ke-9 baris ke-4        : “endah rakyat ajeu masakat”

2.      Asonansi e
Dalam sajak ini asonansi (e) tampak sebagai berikut:
Bait ke-2 baris ke-5     : “senjate pring gunah perang”
            Bait ke-1dan  bait ke-3 baris ke-3 : “gadinge cine perang”
            Bait ke-6 baris ke-3        : “ Belande Jepang padeu nyerah”
            Bait ke-7 baris ke-4        : “ngebele kaum sing lemah”
3.      Asonansi i
            Bait ke-9 baris ke-5        : “mugi pangeran ngisungi rahmat”
4.      Asonansi u
            Bait ke-2 baris ke-2        : “niki lagu lagu perang”     
            Bait ke-3 baris ke-2        : “segulung gulung gading”
            Bait ke-9 baris ke-8        : “urip rukun saling hormat”
b)     Aliterasi
1.      Aliterasi h
            Bait ke-6 baris ke-2        : “sejarah Banten wis pasti meriah
            Bait ke-6 baris ke-4        : “dihajar pendekar sing paling  gagah”
            Bait ke-7 baris ke-2        : “ereu digajih pemerintah”
2.      Aliterasi  n
            Bait ke-4 baris ke-2        : “ penjajahan Belande karo jepang”
            Bait ke-4 baris ke-7        : “wakeh ranjau warnna kuning”
            Bait ke-7 baris ke-3        : “najan urip lagi susah”
3.      Aliterasi ng
            Bait ke-1 baris ke-1 samapiai abit ke-4  : “prang pring prang pring/ segulung gulung gading/ gadinge cine perang/ perkutut encang encang 2x”
Bait ke-2 baris ke-2 sampai baris ke-6 : “Perange ning kali pontang/ Jepange mati dicokot ule welang/ Niki lagu lagu perang/ Senjata pring gunah perang/ Belande Jepang ngebirit/ Padeu ngajengkang”.
Bait ke-4 baris ke-6     : “arep tiarap ereu tahan ngedeleng sor”
Bait ke-6 baris ke-4     : “dihajar pendekar sing paling gagah”
Bait ke-7 baris ke-4     : “ngebele kaum sing lemah”
Bait ke-9 baris ke-2 dan baris k-3 : “rakyat Banten sing lagu semangat/ ngebangun dunia akherat”


c)      Sajak awal
            Bait ke-1 baris ke-1     : “prang…”
            Bait ke-1 baris ke-4     : “perkutut…”
            Bait ke-2 baris ke-2     : “perange…”
            Bait ke-2 baris ke-7     : “padeu …”   
            Bait ke-4 baris ke-2     : “penjajahan…” 
            Bait ke-4 baris ke-8     : “padeu …”
            Bait ke-9 baris ke-9     : “padeu …”
d)     Sajak dalam
            Bait ke-6 baris ke-2        : “sejarah … meriah”
            Bait ke-9 baris ke-2     : “rakyat … semangat”
e)      Sajak akhir
Bait ke-1 baris ke-1     : “ …pring”
Bait ke-1 baris ke-2     : “… gading”
Bait ke-1 baris ke-3     : “… perang”
Bait ke-1 baris ke-4     : “…encang-encang”
Bait ke-2 baris ke-1                 : “… perang”
Bait ke-2 baris ke-2     : “… pontang”
Bait ke-2 baris ke-3                    : “… welang”
Bait ke-2 baris ke-4                    : “… perang”
Bait ke-2 baris ke-7                    : “… ngejerngkang”
Bait ke-4 baris ke-2                    : “.. jepang”
f)       Sajak dalam
Bait ke-2 baris ke-4                    : “… pring … perang
Bait ke-7 baris ke-2                    : “… digajih … pemerintah”
g)      Efoni
1.      Efoni g
Bait ke-1 baris ke-2                    : “segulung gulung gading”
Bait ke-2 baris ke-1                    : “niki lagu lagu perang”
2.      Efoni m
Bait ke-9 baris  ke-5                   : “mugi pangeran ngisungi rahmat”
3.      Efoni n
Bait ke-4 baris ke-1                    : “niki lagu jaman penjajahan”
Bait ke-4 baris ke-2                    : “penjajahan belande karo jepang”
Bait ke-4 baris ke-3                    : “karo Banten ereu ngelawan”
Bait ke-4 baris ke-4                    : “belande jepang kewalahan”
Bait ke-9 baris ke-3                    : “ngebangun dunie akherat”
4.      Efoni ng
Bait ke-1 baris ke-1 sampai baris ke-4 :
            Prang pring prang pring
            Segulung gulung gading
            Gadinge cine perang
            Perkutut encang-encang
Bait ke-2 bris ke-2                      : “perange ning kali pontang
Bait ke-2 baris ke-3                    : “jepang mati dicokot uleu welang”
Bait ke-2 baris ke-5                    : “senjata pring gunah perang”
Bait ke-2 baris ke-6                    : “belande jepangngebirit”
Bait ke-2 baris ke-7                    : “padeu ngajengkang”
Bait ke-7 baris ke-4                    : ‘ngebele   kaum sing lemah”
Bait ke-9 baris ke-2                    : “rakyat banten sing lgi semangat”
Bait ke-9 baris ke-3                    : “ngebangun dunie akherat”
Bait ke-9 baris  ke-5                   : “mugi pangeran ngisungi rahmat”
Bait ke-9 baris ke-6                    : “ ning wong banten”
h)     Kakofoni
1.      Kakofoni k
Bait ke-7 baris ke-1                    : “jadi pendekar kudu tabah”
2.      Kakofoni p
Bait ke-1 baris ke-1                    : “ prang pring prang pring”
Bait ke-2 baris ke-2                     : “ perange ning kali pontang”
Bait ke-4 baris ke-2                    : “penjajahan Belande karo jepang”
Bait ke-4 baris ke-6                    : “arep tiarep ereu tahan ngedeleng sor”
3.      Kakofoni s
Bait ke-6 baris ke-2                    : “sejarah banten wis pasti meriah”
4.      Kakofoni t
Bait ke-1 baris ke-4                    : “perkutut encanag-encang”
Bait ke-9 baris ke-1                    : “lagu niki cerite rakyat”
Bait ke-9 baris ke-2                    : “ rakyat banten sing lagi semangat”
Bait ke-9 baris ke-4                    : “endah rakyat ajeu masakat”

2. Gaya kata
1)      Penghilangan imbuhan
Dalam sajak ini penghilangan imbuhan tampak sebagai berikut:
Bait ke-6 baris ke-3 : “Belande Jepang padeu nyerah”. Jika dalam bentuk biasa yang diberi imbuhan maka menjadi “Belande jepang padeu menyerah”.
Bait ke-7 baris ke-4 : “ngebela kaum sing lemah”. Jika dalam bentuk biasa yang diberi imbuhan maka menjadi “membela kaum sing lemah”.
Bait ke-9 baris ke-3 : “ngebangun dunia dan akherat” Jika dalam bentuk biasa yang diberi imbuhan maka menjadi “membangun dunia akherat”.
Bait ke-9 bait ke-8 : “urip rukun saling hormat” Jika dalam bentuk biasa yang diberi imbuhan maka menjadi “urip rukun saling menghormati”.
2)      Diksi
1.      Diksi puitik
Bait ke-7 baris ke-1                    : “jadi pendekar kudu tabah”
Bait ke-9 baris ke-4                    : “endah rakyat ajeu masakat”
2.      Diksi pedesaan
Bait ke-6 baris ke-2                    : “sejarah Banten wis padeu meriah”
Bait ke-2 baris ke-2                    : “perange ning kali pontang”
3)      Citraan
1.      Citraan gerak
Bait ke-2 baris ke-3                    : “Jepang mati dicokot  uleu welang”
Bait ke-4 baris ke-5                    : “diserbu pring ereu kejagan”
Bait ke-4 baris ke-6                    : “arep tiarep ereu tahan ngedeleng sor”.
Bait ke-6 baris ke-4                    : “dihajar pendekar sing paling gagah”
2.      Citraan penglihatan
Bait ke-4 baris ke-6                    : “arep tiarep ereu tahan ngedeleng sor”.
Ngedeleng jika diartikan kedalam bahasa Indonesia artinya adalah melihat.

4)      Gaya bahasa
Balada ini mengandung gaya bahasa (majas) personifikasi. Majas personifikasi adalah kiasan yang menggambarkan sesuatu yang bersifat mati seolah-olah menjadi hidup atau memiliki sifat kemanusiaan. Sperti yang telihat pada bait ke-4 baris ke-5 “diserbu pring ereu kejagan”. Dalam bahasa Indonesia pring berarti bambu. Dalam kosakata tersebut pring atau bambu dibuat seolah-olah benda teersebut hidup.
3. Gaya kalimat
a.      Penghilangan kata penghubung
Bait ke-4 baris ke-4 : “belande jepang kewalahan”. Jika dalam bentuk biasa yang diberi kata penghubung atau konjungsi maka menjadi “belande dan jepang kewalahan”.
Bait ke-4 baris ke-7 : “wakeh ranjau warna kuning”. Jika dalam bentuk biasa yang diberi kata penghubung atau konjungsi maka menjadi “karena wakeh ranjau warna kuning”. Pemberian konjungsi karena pada bait tersebut merupakan penjelas sebagai dari baris sebelumnya yaitu “arep tiarep ereu tahan ngedeleng sor”.

4.4 Penafsiran Budaya
1. Ayo Bangun Banten
Ayo Bangun Banten ini merupakan salah satu balada yang menceritakan tentang kekayaan yang terdapat di propinsi Banten. Toton Greentoel menceritakan kekayaan yang ada di Propinsi Banten khususnya yang terdapat di daerah-daerah propinsi Banten. Misalnya Ning anyer kesebut pantai caritane, ning pandeglang kesebut gunung karange, ning ujung kulon karo badake. Melalui balada Ayo Bangun Banten ini Toton ingin memberitahuan kekayaan yang terdapat di Propinsi Banten kepada selurh masyarakat, khususnya masyarakat Banten dan umumnya kepada seluruh masyarakat Indonesia.
2. Kulit Grintul
            Kulit gerintul jika diartikan kedalam bahasa Indonesia adalah kulit melinjo. Biasanya kulit melinjo yang dijadikan makanan khas Banten yaitu berupa  sayur tumis, adalah kulit melinjo  yang sudah  berwarna merah. Sebagian tempat di profinsi Banten tepatnya di Ciomas, Kresek, Serang, Pandeglang dan sekitarnya. Kulit grintul atau lebih dikenal kulit Melinjo  manjadi makanan khas ketika hari isimewa seperti hajatan.ketika hari-hari biasa kulit melinjo ini biasanya dijadikan  sayur sebagai pendamping nasi ketika makan. Selain kulit Melinjo  yang menjadi kuliner khas  Banten, ada pula makanan  khas ciri khas kuliner Banten yaitu sate Bandeng. Sate bandeng terbuat dari ikan bandeng. Pembuatan sate bandeng tidak semudah memasak satur kulit melinjo. Pembuatan sate bandeng cukup membutuhkan waktu yang cukup lama.
            Menyediakan kedua kuliner Khas Banten tersebut ketika  acara-acara istimewa sudah menjadi budaya tersendiri bagi masyarakat Banten. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan salah satu masayarakan Kresek yang bernama ibu Aisyah, bahwa menurutnya di daerahCiomas ketika acara pernikahan atau acara syukuran lainnya, sayur kulit melino seolah menjadi menu wajib yang harus ada. Tidak ada alasan istimewa mengapa kulit melinjo menjadi budaya tersendiri  disetiap acara istimewa. Alasannya cukup sederhana, Banten kaya akan gerintul (melinjo) khususnya daerah Pandeglang, hampir setiap orang menyukainya. Selain itu tidak ada yang terbuang dari gerintul, kulit dan  daunnya yang masih muda bisa dijadikan sayur, bijinya bisa  dijadikan emping, dan kayunya sangat bermanfaat. Kulit gerintul pun harganya murah meriah. Jika disangkut pautkan dengan acara pernikahan atau pesta lainnya, kulit melinjo seolah menjadi simbol dan cerminan untuk kita sebagai mahluk sosial.
Selain kulit gerintul ada pula sate Bandeng yang menjadi kuliner khas ketika acara-acara istimewa. Menurut nara sumber sate Bandeng merupakan makanan kesukaan  para raja dan para tamu kerajaan Banten, tentunya ketika Banten masih berbentuk kerajaan. Menyajikan sate Bandeng ketika acara-acara besar merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada raja-raja Banten terdahulu. Serta untuk memberikan jamuan terbaik kapada tamu yang datang saperti raja yang menyambut tamunya.
Menyajikan kulit Gerintul dan sate Bandeng pada acara besar merupakan salah satu kebudayaan atau tradisi di propinsi Banten. Karena kulit gerintul dan dan sate Bandeng merupakan kuliner khas Banten yang keberdaannya sudah sejak lama.  
Berdasarkan hasil wawancara saya dengan ibu Endang, sate bandeng juga merupakan makanan yang ada di setiap acara pernikahan. Setiap satu buah ikan bandenga, ia sering menjual dengan harga 15.000 sampai 20.000 rupiah. Harga satu buah sate bandeng memang kurang terjangjau untuk semua kalangan masyarakat. Tetapi harga itu sangat sepadan dengan rasa sate bandenga yang enak.

3. Tip Dodol Tip Wajik
            Tip dodol tip wajik merupakan salah satu permainan daerah yang dilakukan oleh beberapa anak-anak. Permainan ini dilakukan oleh dua orang dengan cara telapak tangan kanan di buka kemudian jari telunjuk teman secara vertikal berada di atas telapak tangan tersebut. Setelah itu telapak tangan menjepit telunjuk. Lakukan hal tersebut berulang-ulang sampai telunjuk temannya itu terjepit oleh telapaktangan. 
Balada tip dodol tip wajik ini menceritakan tentang nasihat orang tua supaya anak-anak nya cepat dewasa, supaya manjadi orang yang bisa membela guna bangsa dan negaranya. Balada ini juga menceritakan jika seorang anak itu tidak boleh melupakan perjuangan bapak dan ibu yang memiliki rasa sayang yang melebihi segalanya.
            Berdasarkan wawancara saya dengan Evi (10 thn), ia mengatakan bahwa ia tidak mengenal permainan tip dodol tip wajik. Permainan yang ia sering lakukan dengan teman-temannya antara lain bermain lompat karet, lempar batu, dan lain-lainnya.
            Jadi dapat saya simpulkan bahwa peermainan tip dodol tip wajik ini tidak terkenal lagi di kalangan anak-anak zaman sekarang. 
4. Surantang Surinting
Dari analisis gaya bahasa yang telah dilakukan, balada Surantang Surinting ini merupakan salah satu balada yang memiliki kandungan makna kebudayaan di dalamnya. Seiring dengan kemajuan jaman yang semakin serba modern dan canggih ini, pengarang mencoba menciptakan suatu karya yang bernapaskan budaya dengan mengambil konsep lagu-lagu dalam permainan daerah yang berada di Banten. Yaitu salah satunya permainan Surantang Surinting ini, yang dijadikannya sebuah sajak dan syair lagu.
Berdasarkan hasil wawancara saya dengan Aisya (10 thn), ia mengatakan tidak tau cara permainan Surantang Surinting ini. Permainan yang ia lakukan saat bermain dengan teman-temannya adalah main karet gelang, sapu tangan, susu ultra, dan jenis permainan lainnya.
Jelas terasa pengarang ingin mencoba memperkenalkan dan mengangkat kembali permainan tradisional daerah, di Banten yang hampir hilang karena tergantikan dengan permainan anak-anak yang serba digital dan elektronik, seperti play station, mobil-mobilan atau pesawat-pesawatan remote control, game internet atau on line dan lain sebagainya. Maka dari itu, dalam sajak berjudul Surantang Surinting yang dalam isinya lebih sering menggunakan kata-kata humoris yang disusun seperti pantun dengan bahasa Jawa Serang dan kemudian disisipi sebait syair lagu permainan tradisional Surantang Surinting membuat para pendengar sajak tersebut mengingat dan menjadi penasaran terhadap lagu permainan tersebut sehingga harapan pengarang yang ingin mempublikasikan serta mengangkat kembali permainan tradisional yang mengandung unsur budaya dari daerah Banten dapat terealisasikan.
Permainan Surantang Surinting itu sendiri merupakan salah satu permainan tradisional dari daerah Banten yang dulu sering dimainkan oleh anak-anak di wilayah daerah Banten dengan cara permainan yaitu beberapa anak duduk melingkar dengan jari kelingking saling berkait dengan teman sebelahnya sambil bernyanyi lagu Surantang Surinting. Setelah selesai menyanyikan lagu Surantang Surinting tersebut kedua tangan para pemain disilangkan di dada mereka sampai memegang kedua bahu mereka masing-masing. Setelah itu salah satu dari pemain bertanya kepada salah satu pemain yang lain. Kalimat tanyanya yaitu “Kamu punya kandang apa? Kandang ayam atau kandang bebek?” pemain yang ditanya memilih salah satu jawaban yang telah diajukan setelah menjawab pemain yang bertanya kemudian mencoba untuk berusaha melepaskan kedua tangan yang disilang dari pemain yang ditanya kemudian pemain yang ditanya dan yang sedang dicoba dilepaskan kedua silangan tangannya tersebut pun berusaha agar dekapan tangannya tersebut tidak terlepas dan begitu seterusnya.
Maka dari itu dengan diciptakannya lagu Surantang Surinting ini diharapkan permainan tradisional di setiap daerah tidak hilang dan tetap dijaga keberadaannya, karena sesungguhnya permainan-permainan tersebut tidak hanya mengangkat nama daerah itu sendiri tetapi juga baik untuk perkembangan emosional dan intelegensi anak saat memainkannya dan permainan tradisonal itu juga merupakan warisan budaya yang menarik dan mungkin bila dikembangkan dapat menjadi suatu seni tradisional yang dapat dipertunjukan ke semua orang di dalam negeri maupun di luar negeri.

5.    PRANG PRING SAGULUNG GULUNG GADING
            Dalam Bahasa Indonesia kata prang berarti perang dan kata pring berarti bambu. Jika dilihat dari liriknya, balada ini menceritakan tentang semangat masyrakat Banten untuk keluar dari penjajahan Belanda dan Jepang. Banten melawan para penjajah tersebut dengan menggunakan senjata yang sangat sederhana yaitu dengan mengguanakn bambu. Jika dilihat dari liriknya balada ini seolah memberikan semangat kapada masyarakat Banten untuk terus memperjuangkan banten bebas dari para penjajah. karena menurut peniliti sendiri banten belum sepenuhnya terbebas dari penjajahan.
            Prang pring sagulung  gulung gading merupakan  salah satu kebudayan banten berupa nyanyian yang mengiringi  permainan anak-anak. Permaianan ini diikuti oleh dua orang atau lebih. Cara bermainnya adalah dengan posisi  duduk, kedua kaki diluruskan kedepan. Salah satu peserta permainan menepak-nepak semua kaki yang berbaris  hingga lagu tersebut selesai. Ketika nynyian berakhir tepat disalah satu kaki peserta permainan, maka kaki tersebut dilipat. Begitu seterusnya hingga semua kaki terlipat.
            Namun sayangnya, permainan ini mulai dilupakan seiring berkembangnya jaman. Dan mungkin permainan ini hanya kan menjadi cerita saja. Keberadaan permainan tradisisonal mulai tersingkirkan oleh permainan modern yang justru akan membuat anak kurang bersosialisai dengan anak lainnya.



BAB V
KESIMPULAN
5.1  Kesimpulan
Dari hasil analisis, maka kumpulan puisi karya Toton Greentoel mengandung nilai sastra yang baik serta nilai-nilai pendidikan yang baik yang berupa ajaran etika,moral,budaya dan seni. Maka dapat disimpulkan :
a.    Struktur gaya bahasa yang terdapat dalam balada-balada karya Toton Greentoel memiliki struktur yang baik berdasarkan analisis stilistika.
b.    Kandungan nilai kebudayaan yang terdapat dalam balada-balada Toton Greentoel memiliki kaitan yang erat dengan kebudayaan anak-anak. Hal ini dapat terlihat dalam balada-balada yang menceritakan tentang nasihat orang tua kepada anaknya. Dalam kehidupan nyata, balada-balada Toton Greentoel ini ternyata salah satunya merupakan permainan yang sering dilakukan anak-anak saat bermain.

5.2  Saran-Saran
Bahwa karya sastra bukannya hanya sekedar merupakan bacaan biasa akan tetapi setiap karya sastra mengandung suatu unsur yang dapat kita ambil nilai-nilai pendidikan yang baik dan positif. Karya sastra tidak hanya berbentuk novel, cerpen, puisi, dan lain-lain tapi bisa berbentuk balada. Seharusnya balada harus kita pelajari dan ketahui karena para penyair mulai berkurang. Karena isi balada menceritakan kehidupan masyarakat sehari-hari dan cara penyampaiannya dengan dinyanyikan agar mudah dimengerti dan ditangkap oleh pendengar.
Dalam sebuah karya ternyata bukan hanya kata-kata yang puitis , tetapi kayra yang diciptakan juga bisa berkisahkan tentang kehidupan yang ada dimasyarakat khusus nya pada dunia anak-anak. Balada-balada karya Toton Greentoel ini tidak saya mengisahkan tentang kehidupan politik yang sedang kisruh, tetapi ia menciptakan salah satu balada yang bertujuan untuk melestarikan kebudayaan anak-anak yang hampir atau bahkan sudah hilang.




DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,Suharsimi.1997.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta : PT Asdi
            Mahasatya.
Djojosurato,Kinayati dan M.L.A Sumaryati.2000.Prinsip-Prinsip Dasar Penelitian Bahasa
            dan Sastra.Bandung : Nuansa.
FR, Herwan. 2005. Apresiasi dan Kajian Puisi. Serang: Gerage Budaya.
Junus, Umar. 1989. Stilistik Satu Pengantar. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka.
Moleong. 1988. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Rosdakarya: Bandung
Mulyana. 2003. Metode Penelitian Kualitatif. Rosdakarya:  Bandung
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sowikromo, Vinna Reindah. 2007. Skripsi “Gaya Bahasa dalam Puisi Lery Hermann Hesse”. Surabaya : Perpustakaan Fakultas Bahasa dan Seni.
Sukardi.2003.Metode Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.Yogyakarta : Bumi   
            Aksara.
Umar,Husein.1998.Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta : PT Raja
            Granfindo Persada.
Yusuf, Diana. 2005. Skripsi “Diksi dan Gaya Bahasa dalam Antologi Geguritan Medhitasi Alang-alang karya Widodo Basuki (Kajian Stilistika)”. Surabaya : Perpustakaan Fakultas Bahasa dan Seni.
Zuriah,Nurul.2005.Metode Penelitian Sosial dan Politik.Malang : Bumi Aksara.