Rabu, 21 Maret 2012

APRESIASI NOVEL PADA SEBUAH KAPAL KARYA NH.DINI


KARYA
MIMIN MINTARI
2222090200
DIKSATRASIA 3A
 

Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin (NH Dini) dilahirkan dari pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah. Ia anak bungsu dari lima bersaudara, ia lahir di Semarang, Jawa Tengah, 29 Februari1936. Jadi ia merayakan ulang tahunnya empat tahun sekali. NH Dini mengaku mulai tertarik menulis sejak kelas tiga SD. Buku-buku pelajarannya penuh dengan tulisan yang merupakan ungkapan pikiran dan perasaannya sendiri. Ia sendiri mengakui bahwa tulisan itu semacam pelampiasan hati. Kalau pada akhirnya ia menjadi penulis, itu karena ia memang suka cerita, suka membaca dan kadang-kadang ingin tahu kemampuannya. Misalnya sehabis membaca sebuah karya, biasanya dia berpikir jika hanya begini saya pun mampu membuatnya. Dan dalam kenyataannya ia memang mampu dengan dukungan teknik menulis yang dikuasainya.
Dini ditinggal wafat ayahnya semasih duduk di bangku SMP, sedangkan ibunya hidup tanpa penghasilan tetap. Mungkin karena itu, ia jadi suka melamun. Bakatnya menulis fiksi semakin terasah di sekolah menengah. Waktu itu, ia sudah mengisi majalah dinding sekolah dengan sajak dan cerita pendek. Dini menulis sajak dan prosa berirama dan membacakannya sendiri di RRI Semarang ketika usianya 15 tahun. Sejak itu ia rajin mengirim sajak-sajak ke siaran nasional di RRI Jakarta dalam acara Tunas Mekar.
Dini dipersunting Yves Coffin, Konsul Prancis di Kobe, Jepang  pada 1960. Dari pernikahan itu ia dikaruniai dua anak, Marie-Claire Lintang dan Pierre Louis Padang. Sebagai konsekuensi menikah dengan seorang diplomat, Dini harus mengikuti ke mana suaminya ditugaskan. Ia diboyong ke Jepang, dan tiga tahun kemudian pindah ke Pnom Penh, Kamboja. Kemudian kembali ke negara suaminya, Prancis, pada 1966. Setahun kemudian ia mengikuti suaminya yang ditempatkan di Manila, Filiphina Pada 1976, ia pindah ke Dektroit, AS, mengikuti suaminya yang menjabat Konsul Jenderal Prancis. Dini berpisah dengan suaminya, Yves Coffin pada 1984, dan mendapatkan kembali kewarganegaraan RI pada 1985 melalui Pengadilan Negeri Jakarta.
Selama karirnya di dunia sastra, banyak sekali penghargaan yang sudah ia terima, antara lain Peraih penghargaan SEA Write Award di bidang sastra dari Pemerintah Thailand ini sudah telajur dicap sebagai sastrawan di Indonesia, padahal ia sendiri mengaku hanyalah seorang pengarang yang menuangkan realita kehidupan, pengalaman pribadi dan kepekaan terhadap lingkungan ke dalam setiap tulisannya. Ia digelari pengarang sastra feminis. Pendiri Pondok Baca NH Dini di Sekayu, Semarang ini sudah melahirkan puluhan karya.
Beberapa karya Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin yang dikenal dengan nama NH. Dini, ini yang terkenal, di antaranya Pada Sebuah Kapal (1972), La Barka (1975) atau Namaku Hiroko (19770, Orang-orang Tran (1983), Pertemuan Dua Hati (1986), Hati Yang Damai (1998), belum termasuk karya-karyanya dalam bentuk kumpulan cerpen, novelet, atau cerita kenangan. Sebagai pengarang sastra feminis yang terus menyuarakan kemarahan kepada kaum laki-laki. Terlepas dari apa pendapat orang lain, ia mengatakan bahwa ia akan marah bila mendapati ketidakadilan khususnya ketidakadilan gender yang sering kali merugikan kaum perempuan. Dalam karyanya yang terbaru berjudul Dari Parangakik ke Kamboja (2003), ia mengangkat kisah tentang bagaimana perilaku seorang suami terhadap isterinya. Ia seorang pengarang yang menulis dengan telaten dan produktif.
Hingga kini, ia telah menulis lebih dari 20 buku. Kebanyakan di antara novel-novelnya itu bercerita tentang wanita. Namun banyak orang berpendapat, wanita yang dilukiskan Dini terasa “aneh”. Ada pula yang berpendapat bahwa dia menceritakan dirinya sendiri. Pandangan hidupnya sudah amat ke barat-baratan, hingga norma ketimuran hampir tidak dikenalinya lagi. Itu penilaian sebagian orang dari karya-karyanya. Akan tetapi terlepas dari semua penilaian itu, karya NH Dini adalah karya yang dikagumi. Buku-bukunya banyak dibaca kalangan cendekiawan dan jadi bahan pembicaraan sebagai karya sastra.
Pada 1956, sambil bekerja di Garuda Indonesia Airways (GIA) di Bandara Kemayoran, Dini menerbitkan kumpulan cerita pendeknya, Dua Dunia. Sejumlah bukunya bahkan mengalami cetak ulang sampai beberapa kali - hal yang sulit dicapai oleh kebanyakan buku sastra. Buku lain yang tenar karya Dini adalah Namaku Hiroko dan Keberangkatan. la juga menerbitkan serial kenangan, sementara cerpen dan tulisan lain juga terus mengalir dari tangannya. Walau dalam keadaan sakit sekalipun, ia terus berkarya.
Dini dikenal memiliki teknik penulisan konvensional. Namun menurutnya teknik bukan tujuan melainkan sekedar alat. Tujuannya adalah tema dan ide. Tidak heran bila kemampuan teknik penulisannya disertai dengan kekayaan dukungan tema yang sarat ide cemerlang. Dia mengaku sudah berhasil mengungkapkan isi hatinya dengan teknik konvensional. Menyinggung soal seks, khususnya adegan-adegan yang dimunculkan dalam karya-karyanya, ia menganggapnya wajar-wajar saja. Begitulah spontanitas penuturan pengarang yang pengikut kejawen ini. la tak sungkan-sungkan mengungkapkan segala persoalan dan kisah perjalanan hidupnya melalui karya-karya yang ditulisnya.
Dalam pengantar buku The Second Sex, Simone de Beauvoir mengungkapkan bahwa pada zaman sekarang perempuan sedang dalam proses menuju pemulihan mitos feminisme. Mereka mulai menyatakan kebebasannya dengan cara terang-terangan. Tetapi, sebenarnya perempuan belum dapat menikmati kehidupan yang mereka inginkan seperti kaum laki-laki. Kemana pun mereka melangkah, garis akhir yang berupa pernikahan selalu berwujud, memaksa perempuan mengakui dominasi laki-laki. Antagonisme terhadap dominasi laki-laki yang selalu dihubungkan dengan opresi perempuan tidak hanya dibicarakan oleh de Beauvoir. Pada tahun 60-an, NH Dini juga getol membicarakan permasalahan institusi pernikahan, dominasi laki-laki dan konstruksi sosial yang sangat patriarkal melalui novelnya, Pada Sebuah Kapal. Dalam karya ini, pembaca dihadapkan pada permasalahan-permasalahan kehidupan perempuan yang terjadi saat ini.
Novel karya NH. Dini yang akan saya apresiasi adalah novel yang berjudul Pada Sebuah Kapal. Saat saya liat cover bukunya, yang saya bayangkan bahwa ceritanya itu berada disebuah kapal, atau ceritanya mengenai sebuah kapal yang sedang berlayar seperti novel karya Iwan Simatupang yang berjudul Ziarah. Tetapi novel karya NH. Dini ini memang bercerita tentang dua orang yang sedang bercinta dalam sebuah kapal. Dalam novel Pada Sebuah Kapal ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian pertama berjudul “penari” dan bagian yang kedua berjudul “pelaut”. Di bagian pertama, Sri, seorang perempuan Jawa, menjadi tokoh utamanya, sedangkan di bagian kedua yang menjadi tokoh utamanya adalah  Michel, yaitu seorang warga negara Perancis yang ditemui Sri pada perjalanan kapal dari Saigon ke Marseilles. Pada bagian  “penari” sejumlah peristiwa dalam kehidupan Sri disajikan secara kronologis mulai ia berusia tiga belas sampai tiga puluh tahun. Masa kecilnya di Semarang dan tahun-tahun bekerja di Jakarta diceritakan secara bertahap. Bagian ”pelaut” dibuka pada suatu titik yang sudah diceritakan dalam “penari”, yakni perjalanan kapal dari Saigon ke Marseilles. Peristiwa-peristiwanya tidak dikisahkan secara kronologis, melainkan diceritakan kilas balik tentang masa lalu kehidupan Michel. Pada akhir cerita di bagian “Pelaut” berhenti dengan kabar dari Sri kepada Michel bahwa ia, suami dan anaknya akan pindah ke Paris.
Novel ini menggunakan alur flastback. Pada novel ini penulis menggunakan banyak nama tokoh-tokohnya, tetapi penulis dalam ceritanya tetap memfokuskan tokoh utamanya saja, seperti cerita tentang kehidupan Sri dan kehidupan Michel. Menurut saya, novel ini terlalu banyak dialognya, terutama pada cerita bagian “Pelaut”. Jika novel ini ditulis dengan langsung menceritakannya pada konflik yang ada, mungkin halaman novel ini tidak terlalu banyak, sehingga saya sebagai pembaca akan lebih semangat untuk membacanya.
Hal yang paling terasa saat membaca novel ini adalah kelebihan penulis yang begitu blak-blakkan mengungkapkan jalannya cerita. Kemudian, terdapat diksi yang terasa aneh untuk pembaca masa kini dan tata bahasa yang jarang didengar, seperti kakakku perempuan. Peresensi juga dipermudah untuk membandingkan unsur budaya Timur dengan Barat yang terasa perbedaannya, seperti hal perzinahan yang merupakan hal yang wajar bagi budaya Barat, namun tidak demikian dengan budaya Timur. Mungkin, novel ini bisa menginspirasi kaum wanita untuk tidak terjebak dalam perselingkuhan apalagi perzinahan. Dan untuk kaum pria, novel ini bisa dijadikan tempat untuk mengevaluasi diri supaya tidak membuat istri kesal.

Pada bagian dua novel Pada Sebuah Kapal ini adalah menceritakan kehidupan Michel dari sejak kecil. Bisa kita baca pada novel dari halaman 223. michel adalah seorang pelaut yang sudah berlayar keseluruh dunia. Michel jatuh cinta kepada seorang wanita yang setiap hari mengantarkan susu ke rumahnya. Wanita itu bernama Nicole. Setelah mereka menjalin cinta, merekapun berencana untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Umur Nicole lebih tua daripada umur Michel, tetapi mereka tidak mempermasalahkan itu. Hubungan mereka saat pacaran sangatlah romantis, tetapi saat mereka menikah, ternyata sifat asli Nicole ketahuan. Dalam menjalankan rumah tangganya, Nicole memiliki sifat yang sangat keras kepala, ia tidak peduli dengan aturan dalam rumah yang sudah ditentukan Michel sebagai kepala rumah tangga. Segala sesuatunya, Nicole lakukan sendiri tanpa meminta pendapat suaminya. Maka pada akhirnya, hubungan runah tangga merekapun sudah tidak harmonis lagi.
Amanat lain yang saya dapat dari novel pada sebuah kapal karya NH. Dini antara lain adalah masalah hubungan kesetiaan antara tokoh Sri dengan Saputro. Kehidupan di Jakarta adalah awal keberanian Sri untuk menentang konvensi sosial yang sudah mengakar di otaknya. Cerita ini dimulai dalam jangka waktu singkat selama delapan belas bulan di Jakarta. Di sana Sri bertemu dua laki-laki, Saputro dan Charles. Dua laki-laki itulah yang selanjutnya mewarnai kehidupan Sri. Pertemuan Sri dengan Saputro bukan sekedar pertemuan, tetapi berlanjut pada hubungan percintaan. Rasa cinta keduanya sangat kuat, sehingga mereka yakin dan tidak ragu melakukan hubungan suami-istri sebelum menikah. Namun sayang, tepat sebelum pernikahan mereka, Saputro meninggal dalam sebuah kecelakaan.. Yang saya dapat pelajari dari cerita cinta mereka adalah sebuah kesetian yang sangat dalam. Kesetian mereka berdua yang berprofesi sangat bertentangan. Sri bekerja sebagai penari sedangkan Saputro adalah seorang penerbang udara, ia adalah sosok laki-laki penanggung jawab, walaupun dia telah menghamili Sri di luar nikah, namun dia tetap menikahi Sri, ia pria penyayang, walaupun profesinya terbilang cukup berat, namun dia tetap menyayangi Sri apa adanya. Sosok Sri yang sangat setia menunggu keyakinan hati Saputro untuk melamarnya, tetapi keadaan menjadi berubah sebelum mereka melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan Saputro sudah dipanggil terlebih dahulu oleh Yang Maha Kuasa. Jadi sebanyak apapun rencana yang telah dibuat oleh manusia, tetapi Tuhanlah yang akan berkehendak.
Setelah meninggalnya Saputro, kemudian laki-laki yang bisa meluluhkan hati Sri adalah Charles Vincent, seorang diplomat kebangsaan Perancis. Sri tertarik kepadanya karena menurut anggapannya, Charles memiliki kepribadian yang baik dan ia pun sangat lembut. Walaupun tidak disetujui keluarganya, Sri memutuskan untuk menikah dengan lelaki itu. Setelah menikah, Sri baru mengetahui bahwa Charles adalah lelaki yang egois, keras kepala, kasar, dan tidak mau kalah dengan ketenarannya sebagai penari. Pernikahan mereka sangat tidak bahagia karena keduanya sering bertengkar. Bahkan pertengkaran itu terus berlangsung hingga kelahiran anak pertama mereka, kehidupan rumah tangganya diperkirakan akan bahagia. Namun, harapannya ternyata sia-sia. Kehidupan rumah tangga mereka tetap diselimuti oleh pertengkaran.
Perseteruan antara pasangan suami istri itu semakin terlihat ketika keduanya berangkat ke Perancis. Pada saat itu Charles mendapatkan cuti. Lelaki itu menggunakan pesawat terbang sedangkan Sri menggunakan kapal laut. Di sinilah terjadinya perselingkuhan Sri terhadap suaminya. Di dalam kapal laut ini Sri menjalin hubungan dengan seorang pelaut bernama Michel, seorang lelaki berkebangsaan Perancis. Hubungan keduanya terjadi ketika mereka menceritakan ketidakbahagiaan kehidupan perkawinannya. Sri menceritakan bahwa ia merasa terkekang selama menikah dengan Charles. Suaminya itu sangat kasar dan egois. Demikian pula halnya dengan Michel. Ia menceritakan bahwa istrinya, Nicole sangat pencemburu sehingga ia tidak boleh bergaul dengan wanita mana pun. Ia juga menceritakan bahwa sebelum menjadi pelaut, ia adalah seorang tentara, yang pernah membela negaranya, melawan agresi Jerman.
Karena sering bertemu, bertukar cerita, dan pembawaan Michel yang lembut dan romantis, Sri jatuh hati kepadanya. Demikian pula sebaliknya. Itulah sebabnya, selama di kapal, hubungan keduanya semakin akrab, bahkan keduanya sering melakukan perbuatan terlarang tanpa dihantui oleh perasaan berdosa sedikitpun. Sri tidak merasa berdosa kepada suaminya. Demikian pula Michel tidak merasa berdosa kepada istrinya. Keduanya tidak pernah merasa berdosa pada Tuhan. Mereka tidak peduli dengan masalah dosa, yang penting mereka merasa bahagia.
Hikmat yang saya dapat dari dua cerita cinta tokoh-tokoh yang terdapat pada novel ini yaitu antara cerita rumah tangga Sri dengan Charles dan hubungan rumah tangga Michel dengan Nicole adalah bahwa mereka itu terlalu cepat mengambil keputusan untuk menikah, sedangkan mereka baru sedikit mengenal sifat pasanganya masing-masing. Misalnya antara Sri dan Charles, Sri terlalu cepat memutuskan unutk segera menikah dengan Charles setelah meninggalnya Saputro, calon suaminya. Padahal mereka belum lama kenal dalam dan luar sifat mereka masing-masing, dan walaupun pernikahan mereka tidak disetujui oleh keluarga Sri, tapi dia tetap melangsungkan pernikahannya itu. Maka, karena Sri tidak selektif dengan pilihannya itu, maka kehidupan rumah tangga mereka pun tidak harmonis. Sama halnya dengan kisah cinta Michel dengan Nicole. Saat pacaran Nicole memiliki sifat keibu-ibuan yang sangat besar sehingga Michel ingin segera mempersuntingnya dan masalah perbedaan umur antara merekapun Michel tidak memperdulikannnya. Tetapi saat mereka menikah, ternyata sifat yang sebenarnya yang ada dalam Nocole pun berubah, sifat Nicole yang masa bodoh terhadap Michel, suaminya.
Jadi sebaiknya, jika kita akan memutuskan untuk menikah dengan serius sebaiknya kita harus memilih dengan selektif yang kita anggap cocok untuk pasangan yang akan mendampingi kita hingga akhir hayat. Karena sebuah pernikahan itu hanya diinginkan terjadi sekali dalam seumur hidup kita. Kita harus mengeahui lebih dalam sifat baik dan buruknya dari pasangan kita itu, jangan sampai setelah menikah nanti sifat-sifat jelek pasangan kita baru ketahuan dan pasangan kita selingkuh, dan akan terjadi sebuah perceraian. Ambillah keputusan dengan pertimbangan yang matang. Sri telah menolak untuk dijadikan isteri oleh Carl karena Carl menurut Sri terlalu sombong dan memiliki gaya hidup yang berbeda dengannya. Dan selingkuh itu bukan merupakan sarana yang tepat untuk meluapkan rasa kerinduan yang terpendam. Maka janganlah kita menilai seseorang hanya dari fisiknya saja, karena fisik itu bisa menipu sifat yang sebenarnya!!

Pada akhir cerita novel ini sangatlah menggantung, apakah mungkin penulis ingin memberikan rasa penasarannya terhadap cerita novel ini. Tidak ada akhir cerita yang pasti dalam novel ini. Pada akhir halaman hanya diceritakan bahwa Sri, Charles dan anaknya akan pindah ke Paris sehingga perselingkuhan yang antara Sri dengan Michel akan sering mereka lakukan. Hanya ada kata-kata renungan yang sedang dalam pikiran Michel. Saya tidak tahu apakah akhirnya perselingkuhan Sri dengan Michel akan selamanya berjalan dengan seiring waktu? Dan bagaimana dengan nasib hubungan rumah tangga mereka masing-masing, apakah Sri akan cerai dengan Charles? Apakah Michel juga akan cerai dengan Nicole? Atau apakah rumah tangga mereka akan semakin harmonis? Atau apakah perselingkuhan Sri dan Michel akan menjadi hubungan yang sah seperti suami istri? Saya masih bertanya-tanya dengan ending yang akan diberikan penulis untuk pembaca karyanya ini.









DAFTAR RUJUKAN

Apresiasi novel SAMAN karya Ayu Utami


KARYA
MIMIN MINTARI
2222090200
DIKSATRASIA 3A


Budaya barat masuk ke Indonesia semenjak zaman penjajahan. Semenjak itulah budaya barat memulai perkembangannya di Indonesia. Pada mulanya, budaya ini belum mempengaruhi semua lapisan masyarakat, karena pada saat itu berlaku sistem kasta yang tidak memungkinkan kalangan masyarakat bawah untuk mengadopsi budaya ini (Matroji, 2006 : 122 ).
Budaya barat yang mendominasi pada saat itu ialah penggunaan bahasa, cara berpakaian, dan tata krama. Hal ini bisa dilihat dari penggunaan bahasa Belanda sebagai pengantar di sekolah-sekolah kalangan atas. Cara berpakaian seperti pakaian Belanda, dengan topi, tongkat, dan gaun, juga pergaulan pria dan wanita yang lebih terbuka. Misalnya, pria dan wanita yang berbicara berdua dianggap tabu sebelumnya, tapi kemudian dianggap biasa oleh masyarakat, wanita-wanita yang dulunya hanya mengenakan kebaya dan baju kurung mulai mengenakan pakaian yang lebih modis dan terbuka. Setelah Indonesia merdeka, perkembangan budaya barat mulai merata ke seluruh lapisan masyarakat. Sejak itu, budaya barat berkembang dengan cepat di Indonesia. Walaupun bahasa Belanda telah ditukar dengan bahasa Indonesia ketika zaman pendudukan Jepang ( Matroji, 2006 : 162 ), dalam bidang lain pengaruh budaya barat semakin kuat.
Saat ini pengaruh budaya barat tidak hanya sebatas cara berpakaian, pergaulan, tapi juga di bidang pendidikan dan gaya hidup. Subjek yang paling terpengaruh adalah remaja. Bahkan bagi sebagian remaja, gaya hidup barat merupakan suatu kewajiban dalam pergaulan. Banyak faktor yang menyebabkan remaja sangat mudah menyerap budaya barat. Budaya Barat berkembang dengan sangat pesat di Indonesia. Perkembangannya tidak hanya terjadi di kota-kota besar, namun telah merambah ke kota-kota kecil, bahkan ke desa-desa. Tanpa disadari, masyarakat telah memadukan budaya Barat dengan budaya Timur dalam aspek kehidupan mereka.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan budaya Barat yaitu ada 2, antara lain faktor internal dan faktor eksternal. Dari faktor internal sendiri yaitu faktor yang berasal dalam diri anak remaja itu, karena saat masa-masa puber dikalangan anak muda mereka selalu memiliki rasa ingin tahu dan rasa penasaran yang sangat tinggi. Contohnya, ketika berkembang budaya “clubbing” di kota-kota besar, sebagian besar remaja merasa tertarik untuk mencoba, sehingga ketika sudah merasakan kelebihannya, perbuatan itu terus dilakukan. Tentu saja hal ini tidak terlepas dari peran keluarga dalam membimbing remaja dalam menjalani masa yang sangat sulit ini. Kemudian faktor yang berikutnya adalah faktor internal yang berasal dari dalam keluarga, kondisi lingkungan, pergaulan, perkembangan teknologi dan media massa. Tanpa disadari bahwa keluarga itu sangat penting dalam pergaulan anak-anaknya. Orang tua harus bekerja secara ekstra supaya anak remajanya tidak terjerumus dalam kehidupan budaya Barat. 

Itulah penjelasan tentang pergaulan budaya Barat yang banyak sekali terjadi di kalangan remaja di negeri ini, khususnya di Indonesia sendiri. Pergaulan gaya remaja ala budaya Barat sangat berkaitan sekali dalam novel Saman karya Ayu Utami. Novel Saman ini lahir dengan bantuan teman-temannya yang membantu riset dan melalui wawancara dirinya. Ia juga sampai mencari informasi tentang kehidupan di Amerika melalui teman-temannya. Ayu Utami adalah seorang penulis novel yang lahir di Bogor, 21 November 1968. ia pernah menjadi wartawan di Matra, Forum Keadilan, dan D&R. kini ia bekerja di jurnal kebudayaan Kalam dan di Teater Utan Kayu. Karena karyanya dianggap meluaskan batas penulisan dalam masyarakatnya, maka ia mendapat Prince Claus Award pada tahun 2000. Novel Saman adalah pemenang sayembara Roman Dewan Kesenian Jakarta tahun 1998. ketika pertama kali terbit, Saman dibayangkan sebagai fragmen dari novel pertama Ayu Utami yang akan berjudul Laila Tak Mampir di New York. Dalam proses pengerjaan, beberapa sub plot melampaui rencana. Maka tahun 2001 lanjutan novel Saman terbit dengan judul yang berbeda, yaitu Larung. Hingga pertengahan 2008 Saman telah diterjemahkan dalam enam bahasa asing, yaitu Inggris, Belanda, Jerman, Jepang, Prancis, dan Czech.

Novel Ayu Utami yang akan saya apresiasikan sekarang ini adalah Saman. Dalam novel Saman ini diceritakan empat perempuan yang sudah bersahabat sejak kecil. Yaitu Shakuntala si pemberontak, Cok si binal, Yasmin si jaim, dan Laila si lugu. Empat perempuan itu, penulis menjelaskan mereka membicarakan moral. Semua tokoh perempuan dalam novel ini  mereka yang mempersetankan lembaga perkawinan. Dan itu sah saja. Perkawinan tidak lagi menjadi sesuatu yang sakral, melainkan lebih dianggap sebagai bentuk pelestarian budaya patriarkal. Jangankan perkawinan, keperawanan pun sudah dianggap basi. Dalam arti, apakah seorang perempuan itu perawan atau tidak, sama tidak ada artinya dengan apakah seorang lelaki perjaka atau tidak sebelum menikah. Pendobrakan nilai-nilai seperti inilah yang lantang disuarakan Ayu Utami dalam Saman dan Larung. Termasuk di dalamnya pendobrakan terhadap nilai-nilai moral yang dianut oleh sebagian masyarakat Indonesia. Karena gagasan utama yang hendak dibangun Ayu Utami adalah meruntuhkan lembaga perkawinan, maka tidak ada satu tokoh pun yang memperlihatkan seorang perempuan yang berbahagia. Mereka memperlihatkan perempuan-perempuan yang gelisah dalam hidup bermasyarakat, tepatnya kegelisahan seksual. Ayu Utami mengakui bahwa tema novel Saman dan Larung adalah mengenai seksualitas. Ia pun mengakui bahwa seksualitas adalah problem perempuan. Kegelisahan seksual itu melekat pada keempat tokoh perempuan yang bersahabat sejak kecil itu.

Diceritakan tokoh-tokoh perempuan dalam novel Saman itu, yaitu  Laila adalah seorang fotografer yang jatuh cinta pada Sihar Situmorang, seorang insinyur perminyakan yang bekerja di rig. Meskipun Laila tahu bahwa Sihar sudah beristri, namun hasratnya untuk bercumbu dengannya terus membayangi. Bahkan ketika Sihar berangkat ke Amerika Serikat (New York), Laila berusaha melakukan hubungan seksual itu. Berbeda perasaannya ketika berada di Indonesia, ketika berada di New York, Laila merasakan atmosfir yang lain, bahwa di kota itu orang-orang tidak memedulikan apakah seseorang masih perawan atau tidak, apakah seorang perempuan menikah atau tidak. Shakuntala adalah seorang penari profesional yang memperdalam ilmunya di New York. Ia bisa memerankan Sita dan Rahwana sekaligus dengan bertelanjang dada. Ia merasa bahwa dalam dirinya ada sisi perempuan dan sisi laki-laki. Ia seorang biseks. Sejak kecil, ia sudah membenci ayahnya, karena ayahnya sering menghambat ruang geraknya. Dan ketika melihat Laila sedih karena gagal kencan dengan Sihar, Tala menghiburnya dengan mengajak menari tango, sebuah tarian dengan gerakan-gerakan angkuh. Saat menari itulah kelelakian Tala tumbuh dan ia mengajak Laila tidur. Yasmin, yang sudah bersuamikan Lukas Hadi Prasetyo, berselingkuh dengan seorang pastor, Wis, panggilan Athanasius Wisanggeni, yang berganti nama menjadi Saman saat berada dalam status buronan. Wis menjadi buronan karena saat ia diperintahkan oleh ayahnya untuk menjadi seorang pastor, tetapi ia malah memilih untuk meninggalkan panggilan imamatnya itu demi menjadi aktivis diantara kaum miskin. Maka ia menjadi buronan dan ia melarikan diri ke New York. Saat Saman akan dilarikan ke Amerika , Yasmin dan Saman melakukan hubungan seksual saat mereka  berada di Pekanbaru,. Hubungan Yasmin yang memperjakai Saman  itu berlanjut walaupun ia sudah tinggal di Amerika dengan cara melalui surat elektronika (email) yang mampu membuat Yasmin orgasme membaca surat-surat Saman. Tetapi hubungan itu semakin nyata ketika Yasmin menyusul Saman ke New York. Sementara Cok adalah perempuan yang sejak duduk di bangku SMA  sudah menganut aliran freesex. Ia bahkan pernah dipindahkan ke SMU di Bali gara-gara orangtuanya menemukan kondom di tas sekolahnya. Di Bali, justru petualangan seksnya semakin menjadi-jadi hingga menginjak dewasa. Ia tidur dengan banyak lelaki, di antaranya dengan menjadi simpanan pejabat militer. Dengan pejabat militer itulah ia mendapat berbagai fasilitas usaha, sehingga menjadi pengusaha yang banyak duitnya. Saman yang memilih hidup selibat justru merangsang Yasmin untuk segera memperjakainya.

Dalam novel Saman karya Ayu Utami ini, banyak sekali amanat yang ingin disampaikan penulis untuk pembacanya. Salah satunya adalah masalah moral. Di dalam novel ini moral sama sekali tidak ada harganya. Tokok-tokoh yang ada di novel ini seakan-akan mereka tidak memiliki moral yang tinggi, sehingga tokoh-tokoh, terutama tokoh perempuannya mereka melakukan hubungan seks dengan lelaki yang bukan suaminya. Mereka menganggap bahwa jika kita ingin melakukan hubungan seks itu boleh dengan siapa saja tanpa ada ikatan pernikahan diantara mereka. Maka dalam akhir cerita pun tidak ada tokoh-tokohnya itu yang hidup bahagia.

Selain membicarakan masalah moral, novel ini ternyata membuka tabir bahwa pergaulan di negeri ini sudah banyak sekali yang menggunakan cara pergaulan ala orang Barat. Contohnya, pada tokoh Laila diceritakan bahwa ia merasa tidak nyaman tingal di Indonesia yang identiknya khas sekali dengan gaya hidup orang Timur, yang segalanya harus dengan aturan atau norma-norma. Ia merasa hubungan seksnya yang ia lakukan dengan Selingkuhannya itu tidak puas, tetapi saat ia menyusul Sihar, lelaki selingkuhannya ke Amerika, hasrat ingin bercumbu itu sangat besar karena di Amerika sana tidak ada larangan atau undang-undang yang mengatur jika ingin melakukan hubungan seks itu harus dengan pasangan sahnya, maka ia sangat senang sekali jika tinggal di Amerika. Pergaulan di Amerika sangat bebas, penduduk disana tidak mempermasalahkan jika ada orang yang berciuman di tengah jalan pun. Novel Saman juga menceritakan sebuah perselingkuhan yang dilakukan oleh tokoh Yasmin yang berselingkuh dengan Saman. Walaupun Yasmin sudah menikah dengan Lukas, tetapi ia ingin melakukan hasrat bercumbunya itu dengan Saman, karena ia juga cinta pada pandangan pertama kepada Saman. Singkat cerita, bahwa betapa tidak berharganya sebuah perkawinan jika pasangan kita membagi hubungan seksnya itu dengan lelaki lain.  

Dalam pergaulan remaja barat, hampir tidak ada “batasan” antara pria dan wanita. Pacaran yang kemudian dilanjutkan dengan pelukan, ciuman, bahkan hubungan badan merupakan hal yang biasa. Dengan adanya pengaruh dari media yang sangat kuat, pergaulan bebas mulai marak dikalangan generasi muda Indonesia. Ironisnya budaya ini telah berkembang hingga kekota yang dikenal dengan julukan “kota pelajar”.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Penelitian Bisnis dan Humaniora (LSCK PUSBIH) selama 3 tahun, mulai Juli 1999 hingga Juli 2002, dengan melibatkan sekitar 1.660 responden dari 16 Perguruan tinggi negeri dan swasta di Yogyakarta, diperoleh data bahwa 97,05 % mahasiswinya sudah kehilangan keperawanannya saat kuliah. ( Solihin , 2003 : 39). Selain karena adanya dukungan media, hal ini juga disebabkan oleh suasana kos yang mendukung di Yogyakarta, yaitu tidak adanya kontrol oleh pemilik kos. Hal ini merupakan sebuah peringatan keras bagi bangsa Indonesia untuk memperbaiki kondisi generasi muda.

Pada zaman sekarang, perkembangan pergaulan gaya budaya Barat, mulai dari cara berpakaian, cara berbicara, bahkan cara tata kramanya banyak sekali sudah meracuni budaya Timur, seperti di Indonesia. Contohnya jika kita melihat pergaulan di Bali, anak-anak muda disana cara berpakaiannya tidak ada bedanya dengan orang asing karena di Bali mayoritas banyak turis yang berlibur kesana, jadi masyarakatnya sendiri terbawa arus pergaulan budaya Barat. 

Setelah saya membaca novel Saman karya Ayu Utami ini, sekarang saya bisa tahu dan sadar bahwa keluarga berperan sangat penting dalam membimbing anak untuk menentukan mana yang baik atau tidak untuk dilakukan. Orang tua memegang peranan utama didalam sebuah keluarga. Segala tindakanya akan berpengaruh besar terhadap perkembangan fisik dan psikis anak. Selain keluarga yang menjadi salah satu cara untuk mencegah pergaulan bebas terhadap anak, orang tuapun harus menganggap anak itu sebagai teman dekat supaya anak tidak canggung untuk bercerita tentang teman-teman yang ada disekitarnya.  

Jika sudah terjadi pergaulan bebas diantara generasi muda sekarang, maka siapa yang akan disalahkan? Apakah wanita sendiri yang harus dijadikan “racun dunia” sehingga banyak lelaki yang tergoda dengan cara berpakaian wanita zaman sekarang yang terbuka sehingga banyak lelaki yang selingkuh? Atau apakah lelaki yang harus disalahkan sehingga banyak remaja yang tidak perawan lagi karena nafsu birahi lelaki? Atau kita harus menyalahkan sistem pergaulan budaya Barat yang sudah terlanjut menyebar kepada penduduk Indonesia? Menurut saya sebenarnya tidak ada yang salah antara lelaki dan perempuan atau bahkan budaya Barat itu sendiri. Misalnya walaupun lelaki yang alim tetapi imannya tidak kuat melihat perempuan yang berpakaian seksi, maka ia akan berfikir negatif terhadap hal itu. Dan sebaliknya, jika perempuannya yang alim tetapi ia memiliki iman yang kuat dan ia memiliki pasangan yang seksualitasnya tinggi, maka perempuan itu akan terjerumus dalam dunia pergaulan bebas.
Maka, pada dasarnya jika kita tidak ingin terjerumus dalam pergaulan remaja budaya Barat, sebaiknya kita tanamkan dalm diri kita sendiri iman yang kuat, kita harus gunakan pergaulan budaya Barat dalam sisi positifnya saja, seperti menggunakan bahasa asing yang baik, menggunakan jalur komunikasi dan informasinya melalui televisi, internet, telepon selular. Dan jangan lupa, kita sebagai generasi muda bangsa Indonesia, maka kita jangan pernah tinggalkan sejarah-sejarah dan selalu menggunakan pergaulan seperti layaknya pergaulan ala bangsa Timur, kita harus memiliki moral yang tinggi, memiliki tata krama yang sopan, menggunakan pakaian sopan dalam bergaul supaya kita tidak terjerumus dalam kehidupan yang ‘glamor’, penuh hura-hura seperti kehidupan budaya Barat.





DAFTAR PUSTAKA

APRESIASI NOVEL ZIARAH KARYA IWAN SIMATUPANG


 KARYA 
MIMIN MINTARI
2222090200
DIKSATRASIA 3A


Bernama lengkap Iwan Maratua Dongan Simatupang, dilahirkan di Sibolga, Sumatera Utara, 18 Januari 1928. Masuk Fakultas Kedokteran di Surabaya pada tahun 1953. Kemudian, akhir 1954 dia menuju Amsterdam, Belanda untuk belajar atas beasiswa Sticusa (Stichting voor Culturele Samenwerking), bidang antropologi di Fakulteit der Letteren, Rijksuniversiteit, Leiden, lalu masuk jurusan Filsafat Barat Universitas Sorbonne, Paris, Perancis.
Ketika di Belanda, sejak 1955 sampai 1958, Iwan giat menulis di majalah Gajah Mada, terbitan Yogyakarta. Artikelnya mencakup esai sastra, drama, film, seni rupa, juga ihwal kebudayaan pada umumnya. Selama studi Antropologi dan Sosiologi di Amsterdam, Iwan pun mengarang drama. Tahun 1957 lahir dramanya berjudul Buah Delima dan Bulan Bujur Sangkar. Tahun berikutnya, dia tulis drama Taman. Saat diterbitkan drama itu diberi judul Petang di Taman.
Iwan pernah menjadi guru, wartawan, pengarang cerpen dan puisi, selain menulis esai, drama dan novel. Puisinya pertamanya dipublikasikan berjudul Ada Dukacarita di Gurun, dimuat majalah Siasat edisi 6 Juli 1952. Sajaknya yang lain adalah Ada Dewa Kematian Tuhan, Apa kata Bintang di Laut, dan Ada Tengkorak Terdampar di Pulau Karang. Puisi-puisi itu dimuat di majalah Siasat Baru edisi 30 Desember 1959. Selanjutnya, judul-judul cerpen Iwan adalah Monolog Simpang Jalan, Tanggapan Merah Jambu tentang Revolusi, Kereta Api Lewat di JauhaI, Patates Frites, Tunggu Aku di Pojok Jalan Itu, Tegak Lurus dengan Langit, Tak Semua Tanya Punya Jawab dan lain-lain. kritikus sastra menyebut karyanya sebagai avant garde terhadap buah pena Iwan. Iwan sendiri menyebut dirinya manusia marjinal, manusia perbatasan. Dalam novelnya Ziarah, Merahnya Merah, Kering dan Koong, juga pada drama-dramanya, Petang di Taman, RT 0 RW 0, maupun Kaktus dan Kemerdekaan, begitu pula dalam cerpen-cerpennya, para tokohnya terkesan berkelakuan aneh, tidak rasional.
Iwan mendapat hadiah penghargaan untuk cerita pendeknya dalam Erwin Gastilla di Filipina, dan hadiah untuk karya nonfiksi dari Mrs. Judi Lee dari Singapura. Tokoh-tokoh dalam cerita Iwan adalah manusia terpencil, kesepian, terasing, dilanda tragedi, perenung, dan cenderung murung. Tokoh-tokoh dalam karyanya menurut Iwan sendiri adalah manusia perbatasan, manusia eksistensialisme. Makanya, ada beberapa kalangan penikmat karya-karya Iwan, menilai karangan-karangan Iwan sulit dicerna. Karangan-karangan Iwan bertokoh manusia-manusia yang tidak masuk akal atau manusia aneh. Dalam drama Petang di Taman yang liris puitis, misalnya, tokoh-tokohnya seperti berkata pada dirinya sendiri, berfilsafat, dan putus komunikasi dengan orang lain, atau lingkungannya. Tapi, disinilah kekhasan karya Iwan, yang membedakannya dengan karya-karya para pendahulunya.
Novel karya Iwan Simatupang yang akan saya apresiasikan adalah novel yang berjudul Ziarah. Ziarah disini saat saya liat dari cover bukunya, saya kira cerita seseorang yang ziarah ke kuburan istrinya yang sudah meninggaal, atau saya kira tentang ziarah-menziarahi ketika hari raya. Ternyata itu semua tidak ada hubungnnya saat saya selesai membaca novelnya itu. Ziarah di sini ialah tentang ziarah perkuburan. Tentang seorang lelaki berbakat besar yang hilang arah dan punca setelah kematian isterinya. Isteri yang dinikahinya secara tidak sengaja, tertimpa ketika cobaan membunuh diri.
Seperti para penikmat karya-karya Iwan, saya pun mengalaminya bahwa salah satu novel Ziarah karya Iwan Simatupang ini pun susah untuk dipahaminya. Untuk menganalisis novel ini, sebaiknya kita baca berulang-ulang, karena kata-katanya yang sulit unutk dicerna. Dalam novel Ziarah ini, penulis tidak mencantumkan nama tokoh-tokohnya, jadi untuk saya pribadi saat saya baca novel ini terasa bingung untuk mengingat tokoh yang satu dengan tokoh yang lainnya, novel ini juga menggunakan alur flashback atau alur campuran yang membuat saya binggung unutk mengapresiasikannya. Dalam novel ini diceritakan seorang mantan pelukis yang sangat kaya raya, yang banyak dikagumi diseluruh kota maupun seluruh negara. Tetapi tidak tahu sebabnya apa, si pelukis itu menjadi stress, sampai saat istrinya meninggalpun ia tidak tahu. Ia malah tahu bahwa istrinya itu meninggal dari orang lain. Setiap malam, perutnya dituangi oleh arak penuh-penuh, memanggil Tuhan keras-keras, kemudian meneriakkan nama istrinya keras-keras, menangis keras-keras. Tapi dia sendiri malah tidak mau melihat istrinya yang sudah jadi mayat itu.
Dalam novel ini diceritakan bahwa seorang pelukis itu diberi uang sangat banyak sekali oleh seorang wanita yang ingin membeli lukisannya itu. Ia bingung harus dibagaimanakan uang sebanyak itu, sdangkan ia sudah tidak punya apa-apa, istrinya yang ia sanyang sudah meninggal. Dari mulai ia ikut taruhan, ia berjudi, berharap ia kalah supaya uangnya itu habis tetapi kemenangan berpihak padanya, ia pun menang dan uang itu semakin bertambah banyak. Bahakan nafsu menembak dan bertaruhnya semakin tak kenal batas, sampai-sampai kepada jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan oleh ratu dari suatu negarapun, ia ikut menebak, tetap ia menang!.  
Saat bekas pelukis yang berbakat itu dinilai oleh warga sebagai orang yang memiliki sifat dan sikap yang begitu aneh, datanglah seorang opseter menawarinya pekerjaan sebagai pekerja yang bertugas mengapur seluruh tembok luar pekuburan kotapraja yang ada dibawah pengawasannya itu.Tiga hari sudah ia bekerja mengapur luar tembok pekuburan kotapraja, menjelang benamnya matahari, dia berhenti bekerja, membenahkan alat-alatnya, menagih upahnya, pergi tenang sambil bersiul-siul ke kedai arak. Dan menurut berita orang-orang di situ, sedikitpun tingkah-lakunya tak menunjukkan keanehan apa-apa – yang sendiri sebenarnya sudah merupakan keanehan tersendiri. Sebelum dia memborong pekerjaan mengapur tembok-tembok luar perkuburan itu, orang-orang di kedai sudah biasa dengan tingkah anehnya. Kini dia menjadi perhatian umum, perbincangan seluruh kota. Dengan was-was mereka mengamati tingkahnya yang sudah tidak aneh lagi itu. Seolah-olah ketidak anehan adalah sendiri keanehan.
Bekas pelukis itu menikah dengan gadis cantik. Pernikahan merekapun tidak disengaja, karena pada saat bekas pelukis itu berniat untuk bunuh diri, wanita itu tertindih badan bekas pelukis itu saat itu loncat dari lantai atas sebuah hotel. Kehidupan saat ia bersama istrinya yang waktu itu masih hidup dan mereka tinggal bersama, mereka adalah keluarga yang sangt harmonis, tetapi pada suatu saat titik balik hidup mewah dan bahagia bekas pelukis itu  pada saat akan berbulan madu, tidak ada losmen, hotel, mnumpang tidur dibawah jembatan, atau tidur dikaki lima sekalipun, gelandangan tidak mau menerima mereka. Itu semua disebabkan karena saat resepsi pernikahan bekas pelukis itu banyak sekali karangan bunga yang dikirim dari berbagai Negara, jadi seluruh kota disitu semuanya diutupi oleh karangan bunga dan para pedagangan dagingpun baru bisa berdagang saat seminggu kemudian, mereka merasa terganggu dengan banyaknya bunga-bunga itu maka mereka tidak bisa berjulan, dan wargapun berdemonstrasi kerumah walikota, dan mereka menggunakan slogan : Nyahkan pelukis itu!  
Susah sekali menjelaskan lebih terperinci jalannya cerita dalam novel ini, dikarenakan bahasanya yang sangat rumit untuk dimengerti dan jalan ceritanya pun bolak-balik serta tidak adanya nama-nama tokoh. Tetapi akhir cerita pada novel ini adalah saat opseter itu meninggal karena punuh diri, maka bekas pelukis, bekas pengapur itu langsung melamar untuk menjadi opseter dipekuburan itu, karena ia sadar ia tidak pernah sekalipun menziarahi kuburan istrinya, waluoun ia juga tidak tahu kuburan istrinya itu yang mana. Dengan ia bekerja sebagai opseter, maka ia akan selalu dekat dengan istrinya walaupun hanya dekat dekat dengan kuburannya saja.
Amanat yang saya dapatkan setelah membaca novel Ziarah karya Iwan Simatupang adalah dari segi tentang kematian. Dalam novel ini kematian seseorang yang akan dikuburkan adalah masalah yang rumit dan ribet sekali. Jika ada jenazah yang akan dimakamkan, maka ia harus mengisi formulir terlebih dahulu dan segala macam hal lainnya. Seperti dalam kisah novel ini, saat istri bekas pelukis itu meninggal dan jenazahnya akan dimakamkan, harus melalui proses yang berkepanjangan terlebih dahulu. Bekas pelukis itu berpendapat, jika caranya seperti itu, maka sama saja mereka menyiksa dua kali penderitaan mayat tersebut. kita lihat pada zaman sekarang, contohnya pekuburan dikota Jakarta, setiap ada jenazah yang akan dimakamkan itu harus membeli tanah kuburannya terlebih dahulu, dan itu harus dengan biaya yang sangat besar sekali dan kuburan itu akan permanen ada, dan tidak akan dibongkar meski usia kuburan itu sudah berusia 50 tahunan. Berbeda dengan pekuburan yang ada didesa, walaupun ada jenazah yang akan dimakamkan, pihak keluarga tidak usah membeli tanah kuburannya dulu, cukup dengan memberikan uang seikhlasnya untuk tukang yang ikut menguburkan jenazah itu saja.
Amanat berikutnya adalah dalam hal rasa bersyukur kepada Tuhan. Dalam tokoh bekas pelukis itu, dapat kita lihat bahwa dia sangat tidak brsyukur dengan rezeki yang diberikan Tuhan kepadanya. Tuhan memberikan ia uang yang banyak, tetapi dia ingin uang itu habis dengan tidak menggunakannya dengan hal yang berguna, seperti ia menolong orang yang kekurangan mampu, memberikannya kepada yang lebih berhak atau hal yang lainnya. Didalam novel ini, bekas pelukis itu malah berniat menghabiskan uang  sebanyak itu dengan ikut taruhan yang tidak  penting, berjudi siang malam, ikut tebak menebak jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan oleh ratu suatu negara sekalipun,  sampai ia berganti-ganti hotel supaya uang itu habis tetapi kemenangan selalu berpihak kepada dia, maka walaupun berbagai cara ia lakukan untuk menghabiskan uang itu, uang itu malah bertambah banyak. Jadi, sekecil apapun, dalam bentuk apapun jika itu adalah rezeki dari Tuhan yang diberikan untuk kita, kita harus menerimanya dan mensyukurinya karena Tuhan itu menguji umatnya saat umatnya itu diberikan rezeki yang melimpah. Tuhan itu ingin tahu apakah rezeki yang diberikanNya itu dipergunakan dengan baik atau sebaliknya.
Novel ini juga, bisa kita nilai dari segi pendidikannya. Diceritakan pada tokoh opseter pekuburan kotapraja itu, ternyata dia adalah semasa sekolahnya salah satu murid yang sangat pandai, kecerdasan otaknya bukan saja dari jenis yang cepat dapat menangkap sesuatu, tapi juga cepat menciptakan sesuatu hal yang baru. Semua hal ini diketahui pada saat opseter itu bunuh diri ditempat rumah dinasnya. Opseter itu tidak melanjutkan sekolahnya sampai selesai demi untuk menjadi seorak opseter disebuah pekuburan dikotapraja itu, dan saya tidak terlalu paham alasan dia memilih menjadi seorang opseter dibanding melanjutkan sekolahnya. Jika kita pikir secara logika, apakah ada dikehidupan nyata jika seseorang yang sangat pandai rela meninggalkan pendidikannya hanya ingin bekerja seorang opseter yang pekerjaanya mengurusi pekuburan. Jika memang ada, seharusnya hal itu jangan dilakukan, karena bagaimanapun pendidikan itu harus di nomor satukan. Jika pendidikan nya sudah dijalaninya hingga selesai, kemudian mendapatkan ijazah, maka kita pun akan mudah untuk mendapatkan pekerjaan yang kita inginkan, asalkan ada usaha dan doa.